Mu Cheng menemui Guang Xi di dalam kamar pasien setelah menerima suntikan.Mu Cheng menanyakan keadaanya.Guang Xi mengeluh karena ia sebagai laki-laki sangat lemah. Mu Cheng tersenyum dan naik keatas tempat tidur dan ikut tidur disamping Guang Xi.
"Kau tahu, aku sangat beruntung. Mungkin aku orang yang pertama yang bisa tidur di samping Guang Xi dan bergandengan tangan dengannya," ucap Mu Cheng.
Guang Xi merubah posisi tidurnya menyamping dan menghadap Mu Cheng. Tangan mereka saling mengenggam erat.
Mu Cheng membawa Guang Xi jalan-jalan di taman. Mu Cheng masih mengkhawatirkan keadaanya. Apalagi masih banyak pemeriksaan selanjutnya yang pasti akan lebih menyakitkan. Guang Xi menenangkan Mu Cheng. Ia mengatakan akan kuat jika bersama Mu Cheng. Tiba-tiba sebuah bola menggelinding ke arah mereka. Guang Xi menahan bola itu dengan kaki. Seorang pria berkursi koda menghampiri mereka dengan didorong oleh pacarnya. Guang Xi melemparkan bola itu padanya. Pria itu juga pasien tumor otak di rumah sakit itu. Tapi berbeda dengan Guang Xi, pria itu terlihat sangat ceria. Ia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa sedang sakit. Guang Xi berpikiran mereka sedang membohonginya. Pria itu tertawa. Ia mengatakan memang dirinya mengidap tumor, tapi bukan berarti harus menangisinya. Zaman sudah berbeda. Sekarang sudah abad ke-21. Alat-alat kedokteran sudah canggih. Pacarnya bercerita bahwa setahun yang lalu saat dokter mendiagnosa pria itu terkena tumor otak, harapan hidupnya kemungkinan tak sampai melewati tahun ini. Tapi buktinya ia bisa bertahan selama satu tahun ini dan kondisinya semakin membaik. Tinggal menunggu operasi terakhir dan ia boleh keluar dari rumah sakit. Lalu mereka memberikan undangan pernikahan. Setelah sembuh mereka berencana menikah. Mereka meminta Guang Xi dan Mu Cheng datang.
Guang Xi menendang bola. Ia berlari mengejar bola itu. Pria itu ikut menyusul Guang Xi. Ia tahu isi hati Guang Xi yang kalut. Dengan penyakit tumornya yang sewaktu-waktu dapat merenggut nyawa Guang Xi, dia bisa menebak Guang Xi sangat mengkhawatirkan Mu Cheng. Ia takut Mu Cheng tak dapat bertahan seorang diri. Guang Xi mengakuinya. Ia benar-benar ketakutan. Kadang Guang Xi berpikir mengapa dirinya yang harus mengalami hal ini. Ini seperti mimpi buruk. Ia ingin cepat-cepat terbangun dan dokter mengatakan tumor di kepalanya telah hilang.
"Tahukah kau, waktu aku mendapat tumor ini. Aku meyakinkan diri sendiri bahwa ini adalah karunia dari Tuhan. Tumor ini setiap hari mengingatkanku bahwa hidupku tak lama lagi. Sampai sekarang aku masih bisa bernapas adalah hal yang sangat berharga. Asalkan aku bisa bersama Hua Ci sedetik saja, aku kan lebih menghargainya." ucap pria itu mencoba memberi semangat pada Guang Xi. Ia juga mengatakan sekali waktu ia juga merasa sakit. Ingin menyerah dan bingung harus melakukan apa. Tapi baginya keadaan ini membuat dirinya seperti hidup lagi. Ia meminta Guang Xi jagan putus asa dan menyerah.Mu Cheng memasak untuk Guang Xi. Ia tengah memotong wortel. Ia menguap dan tampak sangat kelelahan. Guang Xi duduk di sofa memperhatikannya. Tiba-tiba ia terlonjak kaget saat melihat masakan Mu Cheng yang kuahnya meluap keluar tanpa disadari Mu Cheng. Ia segera mendekat dan mematikan kompor gas. Ia menanyai Mu Cheng yang benar-benar kelelahan. Lalu mengomentari wortel yang dipotong Mu Cheng dengan menyebutnya makanan kelinci. Mu Cheng menjawab bahwa wortel itu bagus untuk kesehatan. Ia menyodorkan wortel itu ke mulut Guang Xi. Guang Xi yang tak menyukai wortel memakannya dengan terpaksa.
Guang Xi kembali ke sofa. Ia merasa kepalanya sakit. Mu Cheng menghampirinya dengan panik. Guang Xi mengatakan mungkin ini hanya efek dari obat-obatan yang di minumnya. Lalu meminta nasi sapi yang dibarusan dimasak Mu Cheng. Ia mengomentari masakan Mu Cheng yang enak.
Mu Cheng memberitahunya bahwa ayahnya yang mengajarinya. Guang Xi teringat ayahnya yang ketika meninggal tak memberikan kenangan apapun padanya. Mu Cheng menghiburnya bahwa ayah Guang Xi sudah megajarinya bermain sepatu roda. Guang Xi tersenyum karena Mu Cheng tahu bahwa kisah hantu anak kecil di gereja Sheng De yang dulu diceritakannya adalah dirinya sendiri. Dari jauh Direktur Fang risih memperhatikan keakraban mereka berdua. Pagi hari Guang Xi datang ke rumah sakit untuk mengambil hasil tes penyakitnya. Mu Cheng menemaninya. Kemudian ia menyuruh Mu Cheng melakukan medical cek-up. Ia merasa Mu Cheng selama menemaninya juga sangat kelelahan. Ia tak mau Mu Cheng jatuh sakit. Ia memaksa Mu Cheng melakukan tes itu karena ia juga memundurkan jadwal pertemuan dengan dokter.
Mu Cheng nurut. Setelah Mu Cheng pergi Guang Xi menghampiri ibunya yang sudah ada diatas. Ibunya tahu Guang Xi sengaja menjauhkan Mu Cheng agar tak mendengar laporan hasil tesnya.
Dokter menjelaskan bahwa tumor Guang Xi sudah parah. Ia harus menjalani operasi secepatnya. Ibunya masih menyarankan pengobatan yang ditawarkan rumah sakit Direktur He. Ia mengkhawatirkan keselamatan putranya karena tingkat keberhasilan operasi sangat tipis. Guang Xi menolak dan meminta dokter segera menjadwalkan tanggal operasi. Guang Xi tak lupa berterimakasih pada ibunya karena mengizinkan Mu Cheng mendampinginya. Direktur Fang menangis terharu. Guang Xi berkata ingin pergi berjalan-jalan sebentar dan meminta ibunya mencari Mu Cheng di kantin rumah sakit.
Sementara itu Mu Cheng telah selesai melakukan medical cek-up. Tiba-tiba ia melihat Hua Ci berjalan sempoyongan dan terjatuh. Mu Cheng berlari menghampirinya dan menolongnya. Ia membantu Hua Ci duduk di kursi. Kertas yang dibawa Hua Ci sampai berhamburan. Mu Cheng memungut kertas itu dan terkejut saat melihat isi kertas itu adalah surat kematian pacar Hua Ci.
Mu Cheng menemui Direktur Fang di kantin. Direktur Fang memperlihatkan email dari Yi Qian yang sudah melakukan penelitian mengenai pengobatan tumor untuk Guang Xi. Yi Qian sudah menemukan metode terbaru berupa terapi proton sehingga Guang Xi tak perlu menjalankan operasi yang bisa saja merenggut nyawanya. Tapi masalahnya dari awal Guang Xi sudah menolak mentah-mentah terapi ini. Guang Xi tahu ibunya akan menjodohkannya dengan Yi Qian guna membayar hutang budi. Guang Xi memilih mati daripada harus berhutang budi pada keluarga He.
"Kau tahu kenapa Guang Xi melakukan ini? Guang Xi boleh saja tidak peduli. Tapi aku peduli. Kau juga peduli, kan?" tanya Direktur Fang sedih.
"Kau tahu kenapa Guang Xi melakukan ini? Guang Xi boleh saja tidak peduli. Tapi aku peduli. Kau juga peduli, kan?" tanya Direktur Fang sedih.
Mu Cheng diam saja. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia menghela nafas dan akhirnya ia berkata, "Kau ingin aku melakukan apa?"
Direktur Fang menjelaskan bahwa prosedur operasi tetap dijalankan. Tugas Mu Cheng adalah mengantar Guang Xi sampai masuk ke ruang operasi. Setelah itu Guang Xi yang dalam keadaan tak sadarkan diri karena efek obat bius, ia akan dipindahkan ke rumah sakit milik keluarga He guna menjalani terapi proton. Dan dengan tega Direktur Fang menyuruh Mu Cheng pergi dari kehidupan Guang Xi untuk selamanya. Mu Cheng menerima keputusan itu dengan pasrah.
Guang Xi sedang mengemas pakaiannya yang akan dibawanya ke rumah sakit untuk persiapan operasinya besok. Mu Cheng datang membantunya. Guang Xi memegang kepalanya. Ia malah mencemaskan rambutnya yang besok akan dibotaki karena selama ini ia belum pernah memotong rambutnya sampai habis. Mu Cheng memeluk Guang Xi dari belakang. Ia tahu bukan rambut yang membuat Guang Xi takut. Mu Cheng berkata ia sudah tahu bahwa bahwa hasil laporan tumor Guang Xi tidak bagus. Ia meminta Guang Xi tak perlu berpura-pura berani didepannya. Guang Xi boleh saja merasa takut.
"Aku pikir sampai akhir aku akan berpura-pura berani." ucap Guang XI.
"Kalau begitu hentikan untuk sementara waktu saja," saran Mu Cheng.
Guang Xi membalikkan badan. Mu Cheng meminta Guang Xi sehari saja melupakan semuanya untuk sementara. Melupakan obat, rumah sakit, dan menjadi pasien. Ia menyuruh Guang Xi menjadi diri sendiri. Lalu Mu Cheng mengajak Guang Xi kencan. Karena selama mereka resmi berpacaran, belum pernah sekalipun pergi berkencan. Waktu mereka sebagian besar dihabiskan di rumah sakit.
Guang Xi tersenyum senang, belum pernah ada seorang gadis yang berani mengajaknya berkencan. Mu Cheng memeluk Guang Xi. Diam-diam ia menangis sedih, mengingat mungkin besok adalah kencan pertama dan terakhirnya dengan Guang Xi. Karena setelah mengantar Guang Xi ke ruang operasi, ia harus pergi. Guang Xi juga terlihat sedih. Di benaknya mungkin inilah terakhir kalinya ia bisa memeluk Mu Cheng jika ternyata operasinya gagal.
Esoknya Mu Cheng dan Guang Xi pergi kencan. Mereka berjalan-jalan di sekitar jembatan. Mu Cheng bercerita dulu ia, ayah dan bibinya sering datang kesana. Lalu ia melihat sepasang kakek dan nenek. Ia iri dan ingin seperti mereka. Guang Xi berjanji setelah menjalani operasi ia akan membawa Mu Cheng kembali ke jembatan itu dan mereka akan terus bersama seperti kakek dan nenek itu.
Lalu mereka melanjutkan kencannya di sebuah taman. Mu Cheng duduk di atas ayunan dan Guang Xi mendorong ayunannya. Guang Xi teringat sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh dua orang saja. Mu Cheng bertanya apa itu? Guang Xi menghentikan ayunan Mu Cheng dan kemudian menciumnya.
Lalu mereka melanjutkan kencannya di sebuah taman. Mu Cheng duduk di atas ayunan dan Guang Xi mendorong ayunannya. Guang Xi teringat sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh dua orang saja. Mu Cheng bertanya apa itu? Guang Xi menghentikan ayunan Mu Cheng dan kemudian menciumnya.
Setelah itu Guang Xi membawa Mu Cheng ke studio foto untuk berfoto bersama. Sang fotografer sangat ramah pada mereka bahkan ia menawari mereka minuman sambil menceritakan masa lalunya. Fotografer itu menunjukkan sebuah gelang keberuntungan. Gelang itu untuk berfungsi untuk menyimpan kartu memori foto. Mu Cheng membeli gelang itu untuk Guang Xi karena menurutnya tidak ada orang yang membeli gelang keberuntungan sendiri.
Guang Xi penasaran pada foto mendiang istri fotografer itu. Ia bertanya dimana pria itu mengambil foto itu. Lalu Guang Xi membawa Mu Cheng ke sebuah gereja. Ternyata di gereja itu sang fotografer pernah mengabadikan foto istrinya. Guang Xi mengajak Mu Cheng berdoa.
Saat mereka berdoa, tiba-tiba mereka mendengar ada segerombolan iring-iringan pengantin memasuki gereja. Spontan mereka keluar dengan diam-diam.
Di luar Mu Cheng memandangi pasangan pengantin itu dan terlihat penasaran. Tiba-tiba Guang Xi menarik tangannya dan membawanya menaiki tangga. Di atas mereka bisa melihat prosesi upacara pernikahan itu. Guang Xi menggandeng tangan Mu Cheng saat mendengarkan pendeta mulai membacakan janji pernikahan. Ketika pendeta mengatakan "Bersediakah kau mencintainya, menghormatinya dan melindunginya? Dan dalam hidupmu bersediakah kau setia padanya?"
"Aku bersedia," ucap Guang Xi tiba-tiba sambil menatap Mu Cheng. Mendengar ucapannya, Mu Cheng terperangah. Ia diam saja. Guang Xi tersenyum. "Aku bersedia," ulangnya.
Pelahan Mu Cheng melepas genggaman tangan Guang Xi. Ia malah berlari keluar dari gereja.
Guang Xi mengejar Mu Cheng. "Mu Cheng..." panggilnya.
Mu Cheng yang menangis segera mengusap airmatanya dan menoleh. "Kau tadi sudah membuatku takut," serunya. Guang Xi hanya tersenyum memaklumi ketakutan Mu Cheng.
Hari operasi tiba. Guang Xi berdoa sebelum memasuki ruang operasi. Mu Cheng menemuinya di kamar rumah sakit. Ia mencoba tersenyum. Guang Xi malah mengejeknya dengan mengatakan senyum Mu Cheng sangat jelek malah lebih baik melihatnya menangis sekalian. Ia meminta Mu Cheng jangan mengkhawatirkannya.
Mu Cheng tak kuasa menahan tangis. Ia memeluk Guang Xi. Ia meyakinkan Guang Xi bahwa operasinya akan berhasil.
"Kau akan baik-baik saja. Tunggu sampai kau sadar, pasti ada seseorang yang baru sedang menunggumu," ucap Mu Cheng sedih (maksudnya Yi Qian).
"Tunggu sampai aku sadar, orang yang pertama kali kulihat adalah kau," ucap Guang Xi. Mu Cheng menangis terharu mendengar ucapan Guang Xi.
Lalu Mu Cheng membantu Guang Xi memakai baju operasi. Direktur Fang masuk. Guang Xi menghampiri ibunya. Ia berterimakasih pada ibunya karena mengizinkannya menjalani operasi sesuai keinginannya. Dengan terbata menahan tangis, Guang Xi mengatakan setelah operasi, ia ingin berubah menjadi anak yang berbakti pada ibunya. Direktur Fang terharu mendengar ucapan Guang Xi, tapi ia masih berusaha bersikap tegar di depan putranya. Ia hanya menjawab bahwa ia hanya melakukan hal yang terbaik untuk Guang Xi.
Guang Xi didorong ke ruang operasi. Mu Cheng menggengam tangan Guang Xi sampai ke depan ruang operasi. Ia menangis saat harus melepas tangan Guang Xi yang terus saja meneriaki namanya. Mu Cheng terisak di depan pintu ruang operasi. Ia teringat janjinya yang akan meninggalkan Guang Xi setelah masuk ruang operasi.
Direktur Fang datang. Ia meminta Mu Cheng cepat pergi dari sana. Dengan berat hati Mu Cheng pergi meninggalkan rumah sakit sambil menangis sedih. Dari jauh Direktur He yang baru saja datang melihatnya kepergian Mu Cheng. Direktur Fang dengan tegas mengatakan kelak sudah tidak ada gangguan lagi dalam hubungan Guang Xi dan Yi Qian karena Mu Cheng telah pergi. Menurutnya hanya Yi Qian yang pantas mendampingi putranya.
Yi Qian juga datang. Ia yang akan menjalani prosedur pengobatan proton pada Guang Xi. Yi Qian merupakan mahasiswa kedokteran yang kuliah di Amerika. Di dalam ruang operasi para dokter membicarakan mengenai terapi proton. Guang Xi yang masih dalam pengaruh obat bius tiba-tiba membuka matanya. Ia mendengar semua pembicaraan mereka. Reflek ia bangun dan berontak. Guang Xi berusaha melarikan diri. Yi Qian mencoba menenangkannya, tapi Guang Xi sangat murka. Ia berlari keluar dari ruang operasi dan berteriak pada ibunya yang kaget melihat Guang Xi sudah tersadar.
Mu Cheng dibantu Tuo Ye mengangkut barang-barangnya ke dalam mobil. Ia berencana ikut Tuo Ye pulang kampung ke desanya. Tiba-tiba Guang Xi datang mencegat mobil mereka. Ia memaksa Mu Cheng turun.
Sementara dari jauh Paman A Cai datang mengawasi mereka sambil membawa sebilah pisau. Ia sangat dendam pada Guang Xi dan Mu Cheng yang membuatnya jadi buronan karena tuduhan pemerkosaan pada Mu Cheng.
Guang Xi memeluk Mu Cheng dan menahannya agar tidak pergi. Ia tahu bahwa ibunya pasti yang memaksa Mu Cheng pergi. Mu Cheng berbohong dan mengatakan ia sendiri yang ingin pergi. Ia tak mau bernasib sama seperti Hua Ci yang akhirnya pacarnya mati di meja operasi padahal tumor pacar Hua Ci lebih baik dari Guang Xi. Lalu bagaimana dengan Guang Xi sendiri. Mu Cheng seperti menunggu surat kematian Guang Xi datang padanya saja. Ia merasa lelah harus menjaga Guang Xi setiap saat. Apa menurut Guang Xi, ia orang tuanya atau bibinya? Sebenarnya sudah sejak dulu ia ingin meninggalkan Guang Xi, tapi Direktur Fang lah yang memintanya menunggu sampai Guang Xi masuk ruang operasi.
"Mu Cheng yang kukenal tidak akan meninggalkanku," seru Guang Xi tak percaya sambil memeluk Mu Cheng dari belakang.
Mu Cheng menahan tangis. Tapi ia bilang sudah memilih Tuo Ye sebagai sandaran. Ia sudah tak bisa lagi bersama Guang Xi. Lalu ia cepat-cepat masuk ke dalam mobil dan tak menghiraukan permohonan Guang Xi yang memintanya jangan pergi.
Mu Cheng meminta Tou Ye menjalankan mobilnya. Guang Xi berlari mengejar mobilnya sambil berteriak memanggil namanya. Di dalam mobil Mu Cheng hanya bisa menangis sambil memandangi Guang Xi dari kaca spion.
"Berhenti mengejarku..."isak Mu Cheng. Ia meminta Tou Ye menghentikan mobilnya, tapi Tou Ye tak mengindahkannya. Kemudian ia melihat sebuah amplop di dasbor mobil. Ia mengambil amplop itu yang ternyata berisi fotonya dan Guang Xi. Di belakang foto itu, Guang Xi menulis sebuah surat untuknya.
Mu Cheng...Saat kau menerima surat ini, mungkin aku tengah berada di ruang operasi, berjuang keras untuk masa depan kita. Mungkin aku akan gagal, tetapi aku ingin berterimakasih pada Manager studio foto karena membantuku mengirimkan surat ini untukmu. Akhirnya aku bisa mengatakan hal yang tak bisa ku katakan langsung didepanmu. Terimakasih. Untuk kehadiranmu dalam hidupku. Setelah kepergian ayahku, kau telah menjadi kenangan terbaik dalam hidupku. Jika aku hanya bisa memilih satu memori yang berlangsung selama sedetik, aku berharap adalah waktu ini. Mu Cheng, aku akan memenangkan peperangan ini. Tapi andai aku tak menepati janjiku, kau pulang saja dan tidurlah. Saat bangun anggap saja itu adalah sebuah mimpi. Setelah bangun kau harus melupakannya. Jangan menangisinya dan hidup sengsara. Ketika kau bertemu orang lain. Kau bisa menciptakan kenangan yang baru dengannya. Hidup dengan bahagia. Setelah itu, jika kau kadang-kadang mengingatku, itu sudah cukup. Aku akan menjagamu lagi dalam kehidupan mendatang,
Mu Cheng...Saat kau menerima surat ini, mungkin aku tengah berada di ruang operasi, berjuang keras untuk masa depan kita. Mungkin aku akan gagal, tetapi aku ingin berterimakasih pada Manager studio foto karena membantuku mengirimkan surat ini untukmu. Akhirnya aku bisa mengatakan hal yang tak bisa ku katakan langsung didepanmu. Terimakasih. Untuk kehadiranmu dalam hidupku. Setelah kepergian ayahku, kau telah menjadi kenangan terbaik dalam hidupku. Jika aku hanya bisa memilih satu memori yang berlangsung selama sedetik, aku berharap adalah waktu ini. Mu Cheng, aku akan memenangkan peperangan ini. Tapi andai aku tak menepati janjiku, kau pulang saja dan tidurlah. Saat bangun anggap saja itu adalah sebuah mimpi. Setelah bangun kau harus melupakannya. Jangan menangisinya dan hidup sengsara. Ketika kau bertemu orang lain. Kau bisa menciptakan kenangan yang baru dengannya. Hidup dengan bahagia. Setelah itu, jika kau kadang-kadang mengingatku, itu sudah cukup. Aku akan menjagamu lagi dalam kehidupan mendatang,
Yang sangat mencintaimu, Guang Xi.
Mu Cheng menangis tersedu-sedu membaca surat dari Guang Xi. Dan memandangi foto mereka berdua.
Guang Xi terjatuh di jalanan. Ia masih berteriak memanggil Mu Cheng.
Tiba-tiba Paman A Cai mendekat dan langsung menusuk perut Guang Xi dengan pisau. Guang Xi hanya bisa memegangi perutnya dan melihat tangannya yang sudah berlumuran darah. Lalu ia terjatuh dengan bersimbah darah.
Credit gambar : sebagian dari iurgnotmis.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Comment