Selasa, 20 Juli 2010

Autumn's Concerto Episode 2


Guang Xi sangat marah. Ia yang awalnya ingin mempermainkan Mu Cheng malah di buat keki olehnya. Mu Cheng keluar dengan Tuo Ye. Dia bertanya ucapan Mu Cheng yang menyebutkan dirinya juga sedang taruhan pasti untuk menipu Guang Xi. Ia kesal dan menyuruh Mu Cheng jika ada kesulitan harus mencari dirinya.
Direktu Fang terlihat bersama Manager He. Sepertinya ia sedang terlibat masalah hutang. Manager itu menginginkan pembongakaran gereja Sheng De. Direktur Fang terlihat tidak setuju dengan rencana pembongkaran gereja karena sepertinya berhubungan dengan suaminya di masa lalu.

Guang Xi sedang bermain hoki secara tiba-tiba seorang gadis cantik ikut turun ke lapangan dan merampas bolanya. Ia dan teman-temannya terlihat kebingungan. Gadis itu terjatuh.
Guang Xi mendekat "Tempat meluncur ini adalah tempat yang berbahaya. Jangan sembarangan masuk." Ia lalu membantu gadis itu berdiri. Guang Xi mengusir gadis itu pergi. Direktur Fang dan Manager He datang dan duduk di bangku penonton. Ternyata gadis itu adalah putri dari Manager He (Kayaknya bakal di jodohin nih ama Guang Xi).

Direktur Fang menemui anaknya seusai bermain hoki. Ia memberitahu bahwa gadis yang tadi adalah anak Manager He. Seperti yang sudah ditebak Guang Xi tak berminat.

"Gereja Sheng De mau di bongkar. Sudah ada minat, kan? Sekolah sedang mengalami masalah keuangan. Kalau tidak memikirkan cara untuk diselesaikan, tanah gereja Sheng De harus diberikan ke Manager He. Jadi kamu siap menghancurkan kenangan ayah yang paling indah di sekolah ini."
"Kau dari awal ingin membongakarnya, kan? Setiap hari melihat gereja Sheng De bukankah ada perasaan bersalah?"
"Kalau kau tidak ingin gereja itu dibongkar caranya sangat mudah. Anak gadis Manager He baru pulang dari luar negeri. Kalau bisa memindahkan dia ke Universitas Sheng De, mungkin Manager He bisa membatalkan. Dua hari lagi kami ada pesta. Temani saya pergi."
Cuma makan saja atau setelah itu kau mau saya membawanya ke tempat tidur. Hanya kau orang tua yang menyuruh anaknya menjadi gigolo."

Tuo Ye mengantar Mu Cheng pulang. Bibinya memarahinya karena tadi ia pergi dengan Guang Xi. Bibinya sangat berharap Mu Cheng mendapatkan orang kaya.Ia terus memarahi Mu Cheng bahkan ia menyuruh Mu Cheng menjual dirinya. Mu Cheng merasa ucapan bibinya sudah keterlaluan. Ia kabur. Pamannya pergi mengikutinya.
Mu Cheng datang ke gereja Sheng De. Ia menghampiri piano, teringat kembali pada ayahnya. Mu Cheng membuka piano dan mulai memainkannya. Ternyata Guang Xi juga ada disana. Mu Cheng tak menyadari kehadirannya. Perlahan ia mendekati Mu Cheng dan menarik tangannya. Ia marah ada orang asing yang menyentuh pianonya.
"Siapa yang mengizinkan kamu masuk kesini. Memangnya kamu menganggap Sheng De itu apa? Kamu bisa sesuka hati pinjam buku dan memainkan piano."
"Maaf. Saya akan pergi."
Guang Xi menghalangi Mu Cheng dan menyudutkannya sampai menyentuh piano. Mu Cheng ketakutan.

"Kita baru saja berciuman, kan. Selanjutnya harus naik ke tempat tidur, kan? Buka bajumu!" perintah Guang Xi.
Diam-diam pamannya datang mengintip.
 
Guang Xi terus saja mengejek Mu Cheng. Mu Cheng sudah kehilangan kesabarannya.
"Sudah cukup kamu mengejekku. Baiklah asalkan saya sudah buka, kamu tidak akan mengejar hal ini lagi, kan."
Guang Xi duduk dan mempersilahkan Mu Cheng membuka bajunya.
Mu Cheng gemetaran saat membuka kancung bajunya.

"Setelah saya buka baju tolong beritahu pada saya, melihat seseorang berada di depan lelaki asing dengan menghina diri sendiri apakah enak? Kamu duduk begini disana melihat saja alangkah enaknya? " Mu Cheng menangis.
Guang Xi sadar perbuatannya sudah kelewat batas. Ia meminta Mu Cheng jangan membuka bajunya lagi. Mu Cheng tak menghiraukan, terus saja membuka kancing bajunya.
"Saya suruh kamu jangan buka lagi." Guang Xi menahan tangan Mu Cheng. Sebutir airmata menetes di tangannya.
"Kalian lelaki sama saja membuat orang begini sangat enakkah?"
"Kalian? Masih ada siapa yang begini terhadapmu?"  Guang Xi menyadari sesuatu pernah menimpa Mu Cheng sebelumnya. Di luar pamannya mengumpat. Ia ketahuan sedang mengintip oleh satpam yang sedang berpatroli. Ia memberitahu ada orang yang sedang bermesraan di dalam lalu kabur. Guang Xi dan Mu Cheng mendengar kegaduhan di luar. Ia menarik Mu Cheng untuk bersembunyi di balik sofa. Satpam memeriksa ruangan dan tak menemukan siapa-siapa disana. Mereka sadar masih berpegangan tangan ketika berdiri, lalu sama-sama melepaskan. Mu Cheng berlari ke arah pintu yang ternyata sudah dikunci oleh satpam tadi.
"Itu tadi ayah tirimu, kan. Kamu sudah besar masih saja mengikutimu keluar. Terlalu berlebihan." Tiba-tiba Guang Xi menyadari siapa orang yang tadi sedang mereka bicarakan." Apakah orang itu dia?"
"Jangan sembarangan menebak."
Tiba-tiba terdengar suara aneh. Mereka mencari sumber suara berasal. Mu Cheng mendorong kardus di bawah meja. Terlihat ada dua buah goresan panjang. Guang Xi menarik kembali kardus itu. Mu Cheng membukanya lagi dan bertanya "Apa ini?"
Guang Xi mengangkat bahu "Tidak tahu. Sudah lama ada disini. Tidak ada orang yang mau tahu gosipnya dan tidak tahu itu benar atau tidak."
"Gosip apa?"
Guang Xi mulai bercerita (agak horor nih) "Disini ada seorang anak lelaki yang meninggal. Dulu ada seorang dosen musik di universitas Sheng De. Dia membawa anak lelakinya bermain kesini. Mengajarinya sepatu roda. Suatu hari dia tidak memberitahu anak itu saat melepaskan tangan anaknya. Anak itu tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Bekas garis sepatu roda itu tertinggal disini." Ada flash back saat Guang Xi bercerita.
Guang Xi bangkit dan duduk di kursi. Mu Cheng mengikutinya. Penasaran akan ceritanya.
"Ayah itu menggunakan cara yang sama untuk meninggalkan anaknya. Tidak berkata apa-apa, sudah melepaskan tangannya. Umur 8 tahun sudah begitu banyak mengalami penderitaan." Flash back kembali pada Guang Xi kecil yang melihat ayahnya terbujur kaku dan berteriak histeris pada ibunya. Ternyata ini adalah ceritanya sendiri. Tapi ia menambah-nambahkan untuk menakuti Mu Cheng."Akhirnya anak lelaki itu meninggal. Banyak orang bilang pada tengah malam melihat seorang anak kecil disini bermain sepatu roda."
Mu Cheng teringat kembali ucapan Guang Xi saat di kantor polisi dulu yang mengatakan ia mengidap PTSD. Ia tahu Guang Xi sedang menakut-nakutinya. "Aku tidak takut. Aku malah ingin bertemu anak kecil itu. Lalu memberitahunya bahwa ayahnya sangat menyayanginya. Dia pasti berharap anak lelakinya kalau sudah jatuh harus belajar berdiri sendiri bukannya diam di lantai dan membenci orang saja." Mu Cheng menatap Guang Xi.
Guang Xi menertawakannya "Kamu ini memangnya sudah ketemu hantu? Kenapa memberitahu saya, saya bukan anak kecil itu." Mu Cheng tersenyum. Suara aneh itu muncul lagi. Mereka mencari lagi suara itu dan menemukan seekor burung berwarna kuning berada di bawah meja. Burung kecil itu sayapnya terluka. Mu Cheng berniat merawatnya. Mereka menginap di gereja sampai pagi. Mu Cheng terbangun dan merasa malu saat melihat Guang Xi yang masih tertidur. Guang Xi terbangun dan meledeknya. Ia memberitahu Mu Cheng kunci pintunya. Mu Cheng protes ternyata Guang Xi mempunyai kuncinya dan membiarkannya menginap disana.
"Saya memang ingin menginap disini. Lain kali setelah pulang kerja, kamu kesini bermain piano untuk saya. Kamu tahu tidak piano kalau tidak sering dimainkan akan rusak." ucap Guang Xi (halah, ini seh akal-akalan dia doang. Kayaknya udah mulai suka neh sama Mu Cheng). "Walaupun kamu mainnya tidak begitu bagus tapi demi kebaikan piano ini. Mulai hari ini tiap malam kamu datang bermain piano untuk saya." (Tuh,kan bisa banget sih si Guang Xi ini). Ia mengancam Mu Cheng yang terang-terangan menolak. Mereka keluar. Secara kebetulan ada teman kampusnya yang memergoki mereka dan tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengambil foto mereka.

Guang Xi mengantar Mu Cheng pulang.
Bibinya malah senang ia bermalam dengan Guang Xi. Pamannya terlihat marah (marahnya beda bukan karena anak gadisnya nggak pulang, tapi karena merasa udah diduluin ama orang lain. Munafik). Ia menarik tangan Mu Cheng dan memarahi Guang Xi. Ia mengambil sapu hendak memukul Guang Xi, tapi tangan Guang Xi dengan cepat menangkisnya.
"Berdasarkan hukum, perbuatan menggangu bisa di hukum 2 tahun lebih." Guang Xi mengancam. Secara mahasiswa hukum. Pamannya terlihat takut. Ia menarik Mu Cheng keluar. Memberikan handphonenya pada Mu Cheng .
"Ambil ini..!! Lain kali mandi dan tidur harus bawa ini. Kalau dia macam-macam langsung lapor polisi."

Guang Xi menemui teman-temannya. Mereka sedang menghitung jam. " Kau bukannya bertaruh dalam 24 jam akan berciuman dengan gadis kantin itu, kan? Waktunya sudah habis. Mereka meminta Guang Xi menunjukkan foto ciumannya.Guang Xi marah (HPnya kan dia kasih sama Mu Cheng).
Di lapangan Guang Xi dan teman-temannya sudah berkumpul untuk melihat foto ciumannya. Zhang Ai Li mantan pacarnya yang dulu pernah bertengkar dengannya di depan bus paling bersemangat. Hukuman untuk Guang Xi adalah berkeliling lapangan 10 kali jika kalah taruhan. Guang Xi diharuskan berlari dengan sepatu high heel-nya (hi...hi...dendam banget neh cewek).
Mu Cheng melintas saat Guang Xi mengumumkan hasil taruhannya.

Mu Cheng teringat kembali ciuman mereka di lapangan hoki kemarin.
"Hasilnya adalah...saya kalah. Gadis kantin itu Liang Mu Cheng, saya tidak dapat memikatnya. Saya siap menerima hukuman."
Mu Cheng kaget mendengar ucapan Guang Xi. Ia segera memeriksa HP pemberian Guang Xi. Di dalamnya masih ada foto ciuman mereka. Tanpa sengaja ia menjatuhkan gerobak sepeda yang di bawanya. Semua yang ada di lapangan menoleh ke arahnya.
Temannya memprotes dan tidak percaya Guang Xi yang selalu menang tiba-tiba mengaku kalah."Permainan ini aku sudah bosan. Saya Ren Guang Xi pertama kali menemukan ada hati yang tulus, wanita yang akan meneteskan airmata. Liang Mu Cheng itu adalah tujuan saya yang terakhir," ucap Guang Xi sambil menatap Mu Cheng. ( Ugh, so sweet...). Lalu ia mengambil sepatu pink milik Ai Li dan mulai berlari keliling lapangan.
Di dekat lapangan Direktur Fang sedang berbincang dengan Yi Qian. Mereka mendengar keramaian dan Yi Qian merasa tertarik kesana. Guang Xi masih terus berlari. Pandangan matanya kabur dan ia mulai sempoyongan kemudian ambruk. Mu Cheng berlari hendak menghampiri tapi sudah didului oleh Yi Qian. Ia datang memeriksa denyut leher Guang Xi. Guang Xi yang mengira Yi Qian adalah Mu Cheng menggenggam tangannya erat. Melihat itu Mu Cheng pergi. Guang Xi bangun dan menyadari ia salah orang langsung melepaskan tangannya.
Guang Xi berbaring di klinik. Yi Qian mengompres kakinya yang bengkak. Seorang perawat menyerahkan telepon dari ibunya. Guang Xi bangun dan menerima telepon. Ibunya masih menyuruhnya mendekati Yi Qian.
"Di samping saya kebetulan ada kasur, kamu mau saya sekalian membawanya naik kesana." Yi Qian tersenyum  geli mendengar ucapan Guang Xi. Ibunya menjawab tidak peduli lalu menutup teleponnya.

Mu Cheng berada di mobil bersama pamannya. Pamannya langsung cari-cari kesempatan. Dia berniat mengajak Mu Cheng ke suatu tempat. Mu Cheng lansung ketakutan. Pamannya mengajaknya membeli kura-kura-untuk obat kuat. (ya ampun, nih aki-aki nggak tobat2 juga). Pamannya mengatakan hal yang membuat Mu Cheng ketakutan. Ia kabur dan berlari sekencang-kencangnya. Ia terduduk kecapaian. Menangisi nasibnya sendiri. Ia teringat pada Guang Xi. Mengambil Hp dan memasukkannya kembali saat ingat Yi Qian yang ia kira pacar Guang Xi.
Mu Cheng memenuhi janjinya bermain piano untuk Guang Xi. Ia tiba-tiba merasakan kemarahan pada Guang Xi (atau cemburu ya?). Guang Xi menyadarinya karena permainan pianonya terdengar jelek.Ia mengusir Mu Cheng pergi. Mu Cheng langsung menuruti perintahnya. Guang Xi menendang piano karena marah.
Zhang Ai Li (mantan pacar Guang Xi) menerima MMS yang isinya foto Guang Xi dan Mu Cheng yang tengah berduaan di tempat piano. Ia masih ingin balas dendam dengan Guang Xi. Ia tengah bersama A Nou cowok yang dulu lehernya pernah ditusuk oleh Guang Xi saat di bar.

Seorang murid mendatangi Mu Cheng yang tengah membersihkan meja kantin. Ia memberitahu bahwa Ren Guan Xi mencarinya karena ia sedang terluka. Ia menunggu di gereja Sheng De. Tanpa berpikir lagi Mu Cheng langsung berlari kesana. Ternyata ia di jebak. Bukan Guang Xi yang mencarinya melainkan Zhang Ai Li. Ia membawa Mu Cheng dan mengikatnya di depan gawang lapangan hoki. Lalu ia menelepon Guang Xi dan mengancamnya. Guang Xi awalnya tidak peduli ia malah memperingatkan Ai Li untuk membersihkan tempat luncuran begitu selesai dipergunakan. Tapi setelah memutuskan sambungan telepon ia bergegas pergi. Tuo Ye baru saja dari dalam kantin. Ia mencari Mu Cheng. Saat keluar ia melihat Guang Xi yang terburu-buru kemudian bertanya pada teman Guang Xi yang dijawab hanya mendengar akan membersihkan tempat luncuran. Tuo Ye berlari menyusulnya.
Mu Cheng meyakinkan Ai Li bahwa Guang Xi tidak akan datang. Dia tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Hanya memboroskan waktu saja. A Nou (cowok yang  juga dendam sama Guang Xi dan merupakan kapten tim Hoki G Da di Sheng De) mencengkram tangan Mu Cheng yang diikat dan menggodanya. Ponsel Ai Li berbunyi. Guang Xi yang menelepon.
"Kamu kemarin bukannya demi gadis kantin ini dipermalukan  seluruh orang. Sekarang saya panggil A Nou, tim G Da akan bergiliran berciuman dengan dia untuk membalas dendam." Tiba-tiba sebuah tembakan air mengenai kepala A Nou. Ia mengumpat marah. Ternyata Guang Xi yang melempar. Ia berlari mendekat sambil membawa tongkat hoki. Mu Cheng kaget Guang Xi mau datang.
Guang Xi berdiri di depan gawang. Tim G Da mulai bermain hoki. Guang Xi menerima banyak lemparan bola yang dengan sengaja mengenai kakinya.

Ia berusaha membuka ikatan tangan Mu Cheng. Ia memeluk tubuh Mu Cheng untuk melindungi gadis itu. Ia sendiri kesakitan. Mu Cheng balas memeluknya setelah ikatannya lepas. Ia melindungi kepala Guang Xi yang malahan keliatan seneng.

Tuo Ye datang sebagai penyelamat. Ia pura-pura menjadi teman yang ikut mengejek Guang Xi. Ai Li terbujuk perkataannya. Saat gadis jahat itu lengah, dari arah belakang Tuo Ye mencengkram lehernya dan mulai berkelahi dengan A Nou dkk. Ia menyuruh Guang Xi membawa Mu Cheng pergi. Guang Xi memberikan tangannya. Mu Cheng teringat perkataan Guang Xi dulu saat pertama kali mereka berada di lapangan hoki. "Kamu tahu kalau kamu memberikan tanganmu pada orang lain, berarti juga memberikan nyawamu padanya. Tadi saya bilang akan menggandeng tanganmu, berarti saya berjanji akan melindungimu." Mu Cheng meraih tangan Guang Xi. Mereka pergi dengan bergandengan tangan sedangkan Tuo Ye terlihat sedang dipukuli (duh, kasian...). 

1 komentar:

  1. salam kenal dewi..dah lama ga liat F$ yang satu ini..jadi inget F4 meteor garden nih

    BalasHapus

Comment