Ji Wook mengantar Yeon Jae pulang. Tanpa sepengetahuan mereka, So Kyeong sudah menunggu disana. Setelah Ji Wook pergi, So Kyeong baru mendekat. Yeon Jae semakin merasakan sakit di perutnya. Ia menyender pada pintu pagar.
“Inikah balas dendam yang kau maksud? Merayu Ji Wook dan membuatnya memutuskan pertunangan? Jadi ini balas dendam yang kau maksud?” todong So Kyeong kejam.
“Meskipun itu menyedihkan, aku tidak seperti itu,” Yeon Jae membela diri.
“Berapa lama kau pikir pria itu akan bersamamu? Pada akhirnya pernikahan kami tidak dapat dihindari. Bagaimana denganmu? Kau hanya akan dibuang,” runtuk So Kyeong.
“Tak masalah. Entah bagaimana hal itu tak akan terjadi. Aku kurang sehat. Apapun yang akan terjadi dalam beberapa bulan tak ada hubungannya denganku. Untukku hari ini, sekarang, perasaanku yang paling penting. Jika Kang Ji Wook ingin melihatku, aku akan menemuinya. Karena aku juga ingin melihatnya” sahut Yeon Jae.
“Jadi kau tak ingin menyerah?” tanya So Kyeong tajam. “Dia bukan orang yang sembarangan. Aku sungguh tak ingin kehilangan dia karenamu. Aku tak akan menyerah. Tunggu dan lihatlah," ancam So Kyeong.
Setelah puas menebarkan ancaman pada Yeon Jae, So Kyeong berlalu pergi. Yeon Jae menangis. Ia semakin lelah. Sakit di perutnya semakin menjadi. Yeon Jae ambruk. Ia segera menghubungi Eun Suk.
Eun Suk mengirimkan ambulans untuk mengangkut Yeon Jae. Eun Suk sangat khawatir melihat kondisi Yeon Jae. Yeon Jae setengah sadar ketika tiba di rumah sakit.
So Kyeong menunggui Presiden Im di rumah sakit. So Kyeong meminta ayahnya menghentikan tindakannya menghancurkan Line Tour. So Kyeong sendiri yang akan menyelesaikan masalahnya dengan Ji Wook.
Kondisi Yeon Jae semakin memburuk. Setelah pemeriksaan diketahui tumor di kepala Yeon Jae semakin membesar. Eun Suk stress.
Eun Suk masuk ke kamar Yeon Jae. Yeon Jae tengah terlelap tidur. Ponsel Yeon Jae berbunyi. Ji Wook menghubunginya. Eun Suk me-reject telepon Ji Wook. Ji Wook kembali menelepon. Kali ini Eun Suk mengangkatnya. Eun Suk hanya berkata Yeon Jae tak bisa menjawab teleponnya. Tanpa memberi kesempatan Ji Wook bertanya, Eun Suk mematikan sambungan telepon. Ji Wook kesal.
Yeon Jae bermimpi indah. Ia memimpikan ciumannya dengan Ji Wook. Yeon Jae terbangun. Eun Suk masih ada di ruangannya. Eun Suk memarahi Yeon Jae yang mengulur waktu pengobatan hingga membuatnya tumbang.
Eun Suk tak ingin hal ini terjadi lagi. Eun Suk juga menyarankan Yeon Jae segera memberitahu ibunya. Yeon Jae masih menolak.
"Berapa lama kau pikir bisa menyembunyikan ini dari orang-orang disekitarmu?" cela Eun Suk.
"Bagaimana aku mengatakan hal itu? Ibu...putrimu akan segera mati. Bagaimana bisa kau mengatakan hal ini? Jika itu kau, dapatkah kau mengatakannya? Aku tak ingin memberitahunya. Ketika aku mengatakannya, semua orang akan sedih."
"Jadi kau akan bertahan sendirian? Seperti kemarin ketika kau sangat kesakitan, setidaknya kau harus punya seseorang yang ada disampingmu."
"Bukankah aku punya? Ketika aku sakit, kau ada disampingku," sahut Yeon Jae.
Eun Suk gugup. Ia berusaha menutupi perasaannya yang sesungguhnya. "Sudah seharusnya seperti itu. Karena aku doktermu," ucapnya dingin.
Eun Suk memberitahu jika Ji Wook baru saja menelepon. Yeon Jae menangis mengira Eun Suk hanya menganggapnya sebagai pasien.
Yeon Jae mengecek ponselnya. Banyak missed call dari Ji Wook. Yeon Jae menghubungi Ji Wook. Di seberang sana Ji Wook terlihat khawatir. Yeon Jae beralasan ibunya sakit dan mereka harus pergi ke rumah sakit. Ji Wook mengajak Yeon Jae makan malam. Yeon Jae setuju.
So Kyeong menemui Presiden Kang. So Kyeong meminta maaf atas perbuatan ayahnya. So Kyeong menyatakan tak akan menyerah pada Ji Wook.
Yeon Jae sudah diizinkan pulang. Yeon Jae memakai make up untuk menutupi wajah pucatnya. Eun Suk masuk ke kamarnya. Yeon Jae meminta maaf karena telah membuat Eun Suk khawatir. Yeon Jae berjanji kejadian kemarin tak akan terulang lagi. Ia akan mematuhi nasehat Eun Suk.
Yeon Jae pulang ke rumah. Yang ibu Yeon Jae tahu putrinya menginap selama 2 hari di rumah Hye Won. Ibu Yeon Jae memamerkan bunga krisan yang ditanamnya baru saja tumbuh daun.
Ji Wook mempresentasikan Wando Tour. Direktur Kim kurang menyukai presentasi Ji Wook. Direktur Kim merasa program tur itu tak akan membantu Line Tour yang diambang kehancuran. Ji Wook merasa lelah. Rasa lelahnya terobati setelah Yeon Jae menghubunginya. Yeon Jae mengajak bertemu nanti malam.
Yeon Jae pergi ke rumah Ji Wook. Ji Wook berencana membuatkan makan malam untuk mereka berdua.
"Apa yang akan kau masak?" tanya Yeon Jae sambil melihat Ji Wook memotong paprika.
"Yikasumi Yakisoba. Mie tinta cumi-cumi," jawab Ji Wook.
"Apa kau membeli cumi-cumi?" Yeon Jae meledek Ji Wook.
Ji Wook langsung meletakkan pisaunya, pura-pura ngambek. "Lalu apa kita akan makan Bibimbap?"
Yeon Jae tertawa.
Yeon Jae bertanya satu hal pada Ji Wook.
"Dulu kau pernah berkata kau ingin menemukan sebuah bukit. Mengapa kau mencarinya?"
"Dulu aku dan ibuku pernah bersembunyi disana karena beberapa hal. Aku benar-benar ingin menemukannya lagi. Tapi itu tidak mudah."
Kesal karena mengingat hal itu, jari Ji Wook teriris pisau. Ji Wook segera menyodorkan jarinya pada Yeon Jae. Yeon Jae bingung. Ji Wook ingin Yeon Jae meniup jarinya yang terluka. Yeon Jae tertawa malu. Ia menarik jari Ji Wook ke mulutnya.
Tiba-tiba saja Presiden Kang muncul (duh, napa ga dikunci seh pintunya?)
"Jadi kau memutuskan pertunangan karena wanita ini?" teriak Presiden Kang murka.
Ji Wook hanya terdiam. Yeon Jae syok mendengar teriakan Presiden Kang.
"Hanya karena kau ingin bersama dengan staff wanita rendahan di perusahaan kita, kau benar-benar memutuskan pertunangan. Ada apa denganmu? Bahkan jika kau ingin bermain-main, seharusnya kau mempertimbangkan semua tindakanmu. Memainkan lelucon seperti ini, apa kau tahu apa yang telah kau lakukan? Aku sudah putus asa mencoba meyakinkan Presiden Im, melakukan begitu banyak hal dan memastikan ini tak akan meledak. Meskipun kau memutuskan pertunangan, dia masih memandangmu dengan baik. Tapi kau malah bermain-main dengan wanita seperti ini. Ini benar-benar tidak pantas!" cerca Presiden Kang.
"Hentikan. Aku tak peduli apa yang kau katakan, tapi aku ingin bersama wanita ini!" Ji Wook tak bisa tinggal diam lagi.
"Baiklah. Jika kau ingin berkencan dengannya, lakukan itu. Tapi jika kau ingin menikah, ada aturan yang harus kau patuhi."
"Itu sama sekali tak masuk akal," protes Ji Wook.
"Lihat sini, Nona. Tentunya kau tak berharap bahwa Ji Wook akan menikah denganmu? Kau sudah melewati usia untuk bermimpi. Aku memperingatkan kalian berdua. Silahkan kalian berkencan, tapi jangan biarkan publik tahu. Lagipula, kalian berdua tak akan akan mampu bertahan lama," seru Presiden Kang lalu pergi. Yeon Jae menahan diri agar airmatanya tidak jatuh. Ji Wook merasa bersalah.
Yeon Jae membawa bunga krisan sebagai hadiah untuk Ji Wook. Yeon Jae memberitahu Ji Wook cara-cara perawatannya.
"Dimana aku harus menaruhnya?" tanya Yeon Jae. Ia pergi membelakangi Ji Wook. Ji Wook tahu Yeon Jae tengah berusaha menahan tangis. Ji Wook bangkit dan langsung memeluk Yeon Jae dari belakang.
"Aku minta maaf. Aku sungguh-sungguh minta maaf," ucap Ji Wook lirih.
Airmata Yeon Jae langsung tumpah. Ji Wook membalik tubuh Yeon Jae. Ji Wook semakin merasa bersalah karena perkataan ayahnya telah melukai wanita yang dicintainya.
Pagi-pagi Ji Wook mendatangi So Kyeong. Ji Wook mempertanyakan serangan Presiden Im terhadap Line Tour yang tiba-tiba berhenti. Ji Wook khawatir ada maksud tersembunyi dari bantuan So Kyeong.
"Aku tak mengerti. Aku sudah memutuskan pertunangan denganmu dan sudah jelas mengatakan padamu bahwa aku tak ingin menikahimu. Bahkan sekarang kau masih membantuku."
"Bukankah kau memintaku hidup untuk diri sediri. Jadi, aku juga tak ingin mendengarkan ayahku. Aku ingin hidup untuk diriku sendiri." So Kyeong berusaha mengelak.
"Hal itu tak ada hubungannya dengan ini," sanggah Ji Wook.
"Karena aku belum mau menyerah padamu. Aku akan menemuimu lagi. Meskipun sulit untuk dikatakan secara pribadi. Di depan umum, seharusnya kita punya banyak kesempatan untuk bertemu," ungkap So Kyeong jujur.
So Kyeong pergi. Ji Wook termenung. Ia merasa terjebak lagi.
Yeon Jae kembali teringat ancaman Presiden Kang. Yeon Jae berusaha menghilangkan ingatan buruk itu. Yeon Jae berniat membantu Ji Wook mencari bukit di masa kecilnya. Berkat pengalaman kerjanya selama 10 tahun di tour agency, sedikit banyak Yeon Jae mengenal lokasi yang kemungkinan memiliki bukit.
Akhirnya Yeon Jae menemukan bukit yang dimaksud Ji Wook. Yeon Jae membawa Ji Wook kesana. Yeon Jae sendiri yang mengemudikan mobil.
"Mengap kau tiba-tiba menyetir sendiri kesini? Apa kau menemukan bukit itu?" tanya Ji Wook.
"Aku selalu ingin membantumu. Untukmu Kang Ji Wook."
"Aku sudah mencari selama 10 tahun, tapi tak pernah menemukannya. Bagaimana bisa kau dalam waktu singkat berhasil menemukannya?" tanya Ji Wook kagum.
"Aku bekerja di department logistik selama 10 tahun lebih. Percaya padaku untuk saat ini!" Yeon Jae menepuk dadanya bangga. Ji Wook tersenyum.
Ji Wook menatap bukit yang ditemukan Yeon Jae. Bukit kecil dengan pohon besar. Ji Wook kesulitan menemukan bukit itu karena telah banyak yang berubah disana. Namun pohon besar ditengah bukit membuat Yeon Jae berhasil menemukannya. Pohon itu telah tumbuh selama 200 tahun.
Ji Wook mengenali bukit itu. Kenangan 20 tahun yang lalu berputar lagi didepan matanya. Ji Wook kecil dan ibunya mengubur sebuah kotak makan di bawah pohon. Ibunya berkata setelah Ji Wook berusia 20 tahun, mereka berjanji akan datang untuk membuka kotak itu.
Ji Wook langsung menggali tanah disekitar pohon. Yeon Jae membantu Ji Wook. Akhirnya Ji Wook menemukan kotak makan yang pernah dikubur bersama ibunya. Ji Wook mengambil kotak itu dan membukanya. Di dalamnya banyak barang kenang-kenangan miliknya dan ibunya.
"Dulu ketika aku menguburnya, aku dan ibu membuat janji. Setelah usiaku 20 tahun, aku dan ibu akan datang kesini. Tapi aku tidak bisa melaksanakannya. Aku lupa tempat ini dan ibu yang ingat telah meninggalkan dunia ini," ratap Ji Wook sedih.
Ji Wook membuka surat milik ibunya.
Ketika Ji Wook kami membaca surat ini, seharusnya dia bertambah baik dan tampan, kan? Ibu akan bertambah tua. Apa ada seseorang yang kau sukai? Jika kau membaca surat ini bersamanya, itu akan bagus. Hanya memikirkan tentang hal ini sudah membuat ibu sangat bahagia.
Ji Wook, jangan membenci ayahmu. Ayah berkorban banyak untuk kebahagiaan keluarga kita. Bahkan sampai saat ini, ibu selalu mencintai ayahmu dan kami selalu mencintai Ji Wook.
Ji Wook menangis tersedu-sedu membaca surat dari mendiang ibunya. Yeon Jae memeluk Ji Wook, bersimpati pada kesedihan Ji Wook.
Ji Wook menceritakan kisah masa kecilnya pada Yeon Jae.
"Karena kreditor, kami selalu berpindah-pindah. Meskipun ibu menjadi pekerja dikebun milik tetangga untuk mendapatkan uang, kami selalu khawatir tentang apa yang harus kami makan. Dan kami tak bisa menghubungi ayah. Itulah mengapa aku sungguh membencinya. Suatu hari, setelah 3 tahun tanpa kabar dari ayahku, dia tiba-tiba datang mencari kami. Kami pindah ke apartmen besar di Selatan Kang-nam. Aku berpikir kami akan hidup sangat bahagia. Tapi ternyata tak seperti itu. Ayah selalu menggunakan pekerjaan sebagai alasan tak pulang ke rumah. Di rumah hanya ada aku dan ibuku. Suatu hari ibuku berkata akan pergi ke supermarket, aku sangat sibuk bermain games. Dan dengan sabar ibuku berkata aku tak usah ikut. Itulah terakhir kalinya ibu melihat wajahku. Ibu mengalami kecelakaan lalu lintas. Aku tak sempat mengatakan padanya bahwa aku mencintainya. Ibu...dalam sekejap mata, diam-diam dia meninggalkanku. Aku tak ingin siapapun meninggalkanku lagi."
Yeon Jae terdiam. Matanya berkaca-kaca. Yeon Jae mulai memahami sesuatu.
Dalam perjalanan pulang, Ji Wook mampir ke supermarket membeli minuman. Yeon Jae turun dari mobil. Mendadak perutnya kembali sakit. Yeon Jae buru-buru mengambil obatnya didalam tas. Ji Wook muncul. Ia mengejutkan Yeon Jae yang segera menyembunyikan botol obatnya.
"Mengapa kau terlihat sangat kaget?" tanya Ji Wook heran.
"Aku tidak kaget," jawab Yeon Jae gugup.
"Wajahmu sedikit pucat. Seharusnya aku tak membiarkanmu menyetir." Ji Wook khawatir.
"Aku hanya merasa sedikit lelah. Aku mau pergi ke toilet. Aku akan segera kembali." Yeon Jae bergegas pergi sambil menutupi obat yang dibawanya.
Tak sengaja Ji Wook menemukan buku 20 Daftar Keinginan milik Yeon Jae. Karena terburu-buru Yeon Jae menjatuhkan bukunya di jok mobil. Awalnya Ji Wook tertarik pada foto Yeon Jae dan Junsu yang terselip di buku. Ji Wook menarik buku itu. Ia tertawa melihat foto itu. Ji Wook mulai melihat-lihat isi buku Yeon Jae.
Yeon Jae pulang ke rumah. Yeon Jae masih kesakitan. Obat yang diminumnya tak membuat sakit di perutnya membaik. Yeon Jae ambruk sambli menahan sakit di dekat tempat tidur.
Ji Wook kembali membuka surat dari mendiang ibunya. Ji Wook teringat pada buku 20 Daftar Keinginan milik Yeon Jae. Ji Wook penasaran pada poin nomor 8. Hidup seperti seorang putri dalam film selama sehari.
"Berarti dia tak pernah melakukan itu sebelumnya?" gumamnya.
Yeon Jae datang ke rumah sakit. Yeon Jae memberitahu Eun Suk jika kemarin perutnya kembali sakit. Obat penghilang rasa sakitnya sama sekali tak bekerja. Yeon Jae merasa kondisi tubuhnya sudah berbeda dengan sebelumnya.
"Aku sangat tidak nyaman. Apakah kodisiku memburuk? Tolong katakan yang sebenarnya?" tanya Yeon Jae.
Eun Suk terlihat berat mengatakan kondisi Yeon Jae. "Sel kanker sudah menyebar, jadi kau akan mengalami yang lebih sakit."
Yeon Jae syok. "Mulai sekarang....apa yang akan terjadi padaku?"
"Pertama, kau akan menerima pengobatan anti-kanker lagi," saran Eun Suk.
"Dapatkah aku hidup selama 5 bulan?" Yeon Jae berkaca-kaca. Eun Suk membisu.
"Aku bertanya padamu lagi. Mampukah aku bertahan selama 5 bulan?" Yeon Jae mulai menangis.
"Itulah mengapa aku bilang, hal yang paling penting adalah pengobatan. Apakah kau tahu hal yang paling penting untuku sekarang adalah pengobatan?" Eun Suk malah emosi. Yeon Jae hanya diam sambil menangis.
Yeon Jae pulang. Ibunya tengah menjemur selimut. Yeon Jae segera merubah wajah sedihnya dengan tersenyum pada ibunya.
"Ibu, ketika ayah di diagnosa terkena kanker, bagaimana perasaanmu?" tanya Yeon Jae tiba-tiba.
"Bukankah kau sudah tahu? Mengapa kau masih bertanya?" sahut ibu Yeon Jae.
"Tapi perasaan ibu pasti tidak sama dengan perasaanku, kan?"
"Aku sangat takut mengetahui orang yang kucintai setiap saat bisa meninggalkanku. Itu adalah hal yang paling menakutkan. Melihatnya bertambah kurus dari hari ke hari, seperti menancapkan paku ke hatiku. Setiap hari paku itu menancap lebih dari 1 cm setiap waktu. Jangan anggap kata-kataku ini lelucon. Kau harus bertemu dengan seseorang yang sehat. Lagipula pernikahan adalah hal terbaik untuk usiamu. Bukankah itu benar?"
Yeon Jae memikirkan sesuatu. Ia berpamitan pergi lagi.
Ji Wook bertanya pada staff wanita mengenai kencan romantis versi mereka. Hye Won heran dan malah balik bertanya mengapa Ji Wook tiba-tiba mengajukan pertanyaan seperti itu. Ji Wook berkilah ia sedang merencakan program tur baru.
Yeon Jae naik bus. Sepanjang jalan Yeon Jae melamun. Yeon Jae memikirkan kesedihan Ji Wook ketika ditinggal pergi oleh ibunya. Ji Wook terlihat sangat menderita. Sampai sebuah suara menyadarkan lamunan Yeon Jae. Supir bus menegur Yeon Jae. Tanpa sadar Yeon Jae ikut bus sampai pemberhentian terakhir. Yeon Jae bergegas turun. Hye Won meneleponnya.
Hye Won terlihat stress berat. Ia minum-minum. Hye Won mengaku pria yang kencan buta dengannya sudah menyatakan cinta. Namun Hye Won merasa tak cocok dengan keluarganya. Pria itu tinggal bersama keluarga besarnya dalam rumah sewa yang kecil dan pendapatannya rendah.
"Lalu kau akan menolaknya?" tanya Yeon Jae.
"Itu tidak mudah. Ini baru pertama kalinya aku di lamar sejak aku lahir. Pria yang sangat mencintaiku tak ada masa depannya," keluh Hye Won sedih.
Yeon Jae mulai kesal. "Lalu kau akan menikahinya?"
"Lee Yeon Jae, apa yang kau bicarakan? Karena ini bukan masalahmu, bagaimana bisa kau mengatakan sesuatu yang tak bertanggungjawab. Jika itu kau, apa kau akan setuju?" Hye Won marah-marah.
"Sejujurnya, bukankah kau dalam situasi yang sama? Usia tua dengan pendapatan rendah, kan?"
"Kata-katamu terlalu kasar. Kau bisa berkencan dengan pria seperti Direktur. Lalu kau berkata aku harus puas dengan pria seperti ini?" sahut Hye Won emosi.
"Memangnya kenapa? Sejujurnya aku iri denganmu? Bisa bertemu dengan pria seperti Direktur, tak ada yang bisa kulakukan. Aku tak bisa menikah atau punya anak. Apapun yang terjadi di masa depan, hanyalah mimpi bagiku. Bersikap seperti ini, bukankah kau yang sangat jahat?" Yeon Jae mulai menangis.
Hye Won mulai sadar ucapannya salah. Tak seharusnya ia menyudutkan Yeon Jae atas masalahnya. Dari pagi perasaan Yeon Jae sedang buruk, ditambah lagi dengan ucapan Hye Won. Yeon Jae marah. Ia pergi meninggalkan Hye Won.
Hye Won mengejar Yeon Jae.
"Aku minta maaf. Aku tak memikirkan itu. Aku benar-benar minta maaf," sesal Hye Won.Yeon Jae menangis. Ia merasa lelah dan bingung.
"Apa yang harus kulakukan? Orang itu...Apa yang harus kami lakukan? Ini membuatku gila. Faktanya, aku tak bisa melakukan apapun untuknya. Tinggal disampingnya hanyalah khayalan. Seharusnya aku tak menyukai orang itu. Seharusnya aku tak membuat pengakuan padanya. Seharusnya aku tak menerima perasaannya. Aku tak pernah memperkirakan. Aku terpesona karena cinta. Apa yang terjadi dengannya jika aku mati? Aku tak pernah memikirkan itu. Apa yang harus kulakukan sekarang?" isak Yeon Jae.
Eun Suk membawa Malbook jalan-jalan keluar. Eun Suk tertawa saat mengingat pertama kalinya Yeon Jae membawa Malbook ke rumahnya. Eun Suk terkejut saat tiba-tiba Yeon Jae muncul dan berjalan mendekatinya dengan linangan airmata.
"Apa terjadi sesuatu?" tanya Eun Suk cemas.
"Dapatkah kau menolongku? Kumohon selamatkan aku? Bukankah kau seorang dokter? Aku ingin hidup, Eun Suk. Apa yang harus kulakukan? Eun Suk, apa yang harus kulakukan?" Yeon Jae merosot di kaki Eun Suk.
"Eun Suk, aku harus hidup. Kau harus menyelamatkanku. Apa yang harus kulakukan? Kau harus segera menyelamatkanku, Eun Suk...."
Yeon Jae menangis tersedu-sedu. Eun Suk tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya memeluk Yeon Jae untuk menguatkannya.
Eun Suk mengantar Yeon Jae pulang. Eun Suk menyarankan Yeon Jae untuk memberitahu penyakitnya pada Ji Wook. Yeon Jae menolak. Ia berharap Ji Wook tak pernah tahu. Pada akhirnya, ia dan Ji Wook akan putus. Eun Suk mengingatkan Yeon Jae untuk datang ke rumah sakit esok hari untuk memulai pengobatan lagi.
Ji Wook sibuk menonton film-film romantis mencari referensi. Ji Wook berencana memberi kejutan untuk Yeon Jae. Setelah membaca buku 20 Daftar Keinginan Yeon Jae, Ji Wook berniat mewujudkan keinginan Yeon Jae, kencan seperti seorang putri.
Yeon Jae mulai berpikir mengenai hubungannya dengan Ji Wook. Melihat kesedihan Ji Wook atas kematian ibunya membuat Yeon Jae sadar akan apa yang terjadi pada Ji Wook setelah kematiannya. Ji Wook akan menderita untuk kedua kalinya. Bagaimana bisa Yeon Jae menutup mata untuk hal ini. Tidak seharusnya ia bersikap egois dengan membiarkan orang yang dicintainya terluka karena kematiannya. Yeon Jae menelepon Ji Wook. Yeon Jae mengajak Ji Wook pergi kencan. Yeon Jae membulatkan tekadnya untuk memutuskan hubungannya dengan Ji Wook. Yeon Jae merasa hubungan mereka seharusnya segera diakhiri. Ji Wook menerima ajakan kencan Yeon Jae dengan sumringah. Ji Wook sudah merencanakan kencan yang spesial untuk mereka.
Ji Wook menjemput Yeon Jae. Yeon Jae berdandan dengan sangat cantik.
"Aku punya hadiah untukmu," ucap Ji Wook setelah Yeon Jae keluar.
"Apa?"
"Aku..." Ji Wook menunjuk dirinya dengan sangat manis.
Yeon Jae tertawa.
Ji Wook dan Yeon Jae pergi kencan. Mereka membeli es krim dan memakannya sambil berjalan-jalan di sebuah taman. Ji Wook menggandeng tangan Yeon Jae. Ji Wook sudah menyusun rencana. Pertama-tama, ia sengaja menjatuhkan es krimnya di baju Yeon Jae. Yeon Jae kesal. Ji Wook berkilah jika dirinya tak sengaja karena tersandung batu.
"Sepertinya kita harus membeli baju baru," saran Ji Wook.
Ji Wook membawa Yeon Jae ke sebuah butik berkelas. Cukup mengeluarkan kartu kredit, Ji Wook duduk manis mengomentari penampilan Yeon Jae yang mencoba beberapa gaun. Tak perlu banyak mencoba, Ji Wook terpukau ketika Yeon Jae mengenakan mini dress berwarna hitam.
Setelah itu Ji Wook membelikan satu buket bunga mawar merah. Ji Wook tak begitu saja membelikan bunga itu. Ji Wook malah berpura-pura menabrak bunga itu dan terpaksa membelinya.
Ji Wook membawa Yeon Jae ke sebuah taman. Yeon Jae berniat mengatakan keinginannya berpisah dari Ji Wook. Ji Wook tak mengindahkan ucapan Yeon Jae. Ia terlalu sibuk menyiapkan kejutan yang sudah disiapkannya untuk Yeon Jae. Ji Wook pergi dan meminta Yeon Jae menunggunya sebentar. Yeon Jae merasa frustasi.
Yeon Jae duduk di anak tangga sambil menunggu Ji Wook. Ji Wook muncul. Ji Wook memasangkan earphone ke telinga Yeon Jae.
"Kau sangat menyukai lagu Junsu, kan?" ucap Ji Wook. You're So Beautiful-nya Junsu langsung ke puter. "Ayo mulai sekarang. Akan ada pemandangan yang sangat indah," ucap Ji Wook.
Sedetik kemudian suara petasan meledak di langit. Bunga api petasan memenuhi langit malam dengan indah. Yeon Jae terharu. Matanya berkaca-kaca.
"Mereka menyiapkannya dengan baik, ya?" komentarnya.
"Kau tahu?" tanya Ji Wook.
Yeon Jae mengangguk. "Baru saja. Baru saja..."
Tentu saja Yeon Jae jika Ji Wook yang telah menyiapkan semua kejutan untuknya.
Ji Wook menarik dagu Yeon Jae dan mengecupnya. Ji Wook mengakhiri kencan mereka dengan ciuman manis. Airmata Yeon Jae tumpah. Yeon Jae semakin merasa bersalah. Ji Wook menarik earphone dari telinga Yeon Jae. Lalu ia mengeluarkan sebuah cincin.
"Memberimu cincin ini, aku baru ingat. Ketika aku masih kecil, aku berpikir dimasa depan jika aku mempunya wanita yang kusuka, aku akan memberikan ini padanya. Jadi aku menyimpan cincin ini di dalam kotak cincin. Sekarang sepertinya aku menemukan pemiliknya. Kau harus selalu ada disampingku," ucap Ji Wook.
Ji Wook mengambil tangan Yeon Jae dan hendak menyematkan cincin itu di jari Yeon Jae, namun Yeon Jae menolak. Yeon Jae menarik tangannya. Ji Wook bingung dengan reaksi Yeon Jae.
"Aku tak bisa menerimanya," ucap Yeon Jae menahan tangis.
"Mengapa?" tuntut Ji Wook.
"Aku tak ingin bertemu denganmu lagi," ucap Yeon Jae tajam.
"Mereka semua yang menginginkan kau mengatakan itu, kan?" terka Ji Wook.
"Ya...," jawab Yeon Jae.
"Untuk saat seperti ini, tidakkah kau berpikir itu terlalu kejam?" protes Ji Wook.
"Tak peduli kapan, kata-kata ini memang kejam. Aku tak ingin merasa terlalu banyak beban. Kang Ji Wook, kau memutuskan pertunangan bukan karena aku, itu untuk dirimu sendiri. Ini yang kau katakan padaku."
Yeon Jae berdiri dan meninggalkan Ji Wook. Yeon Jae tak mengindahkan seruan Ji Wook yang memintanya untuk duduk. Yeon Jae melangkah pergi. Ji Wook bergegas mengejarnya. Ji Wook menarik lengan Yeon Jae.
"Aku akan meyakinkan ayahku," janji Ji Wook. Ia benar-benar tak ingin kehilangan Yeon Jae.
"Tak perlu," sergah Yeon Jae.
"Lee Yeon Jae!" teriak Ji Wook.
"Aku tak ingin melihatmu lagi," ucap Yeon Jae tajam.
"Sepertinya aku telah melukaimu. Walaupun aku tak tahu apa itu, tapi aku minta maaf. Maafkan aku..." Ji Wook memohon.
Yeon Jae tak peduli. Ia menyetop taksi.
Ji Wook mencoba bersabar. "Hari ini pulang dan beristirahatlah. Kita akan berbicara lagi besok ketika aku menemuimu."
"Tidak. Aku tak menginginkannya," tandas Yeon Jae tanpa melihat Ji Wook.
Yeon Jae langsung masuk ke dalam taksi. Ji Wook terpaku di tempatnya. Yeon Jae meminta supir taksi membawanya ke rumah sakit. Yeon Jae tak kuasa menahan tangisnya.
Sementara itu Eun Suk tengah menunggu kedatangan Yeon Jae dengan gelisah. Yeon Jae datang dengan langkah gontai.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Eun Suk begitu melihat kemunculan Yeon Jae.
"Aku benci diriku sendiri. Fakta bahwa aku mengidap kanker, benar-benar sangat mengganggu. Aku orang seperti itu, jadi aku tak bisa jatuh cinta. Aku benar-benar benci." Yeon Jae terisak. Bunga mawar pemberian Ji Wook terjatuh dari tangannya. Yeon Jae merasa lelah. Semua tekanan dan kesedihan membuatnya jatuh pingsan.
Ji Wook mencoba menghubungi ponsel Yeon Jae. Namun sayangnya ponselnya tak aktif. Ji Wook tak mau menyerah begitu saja. Ia mendatangi rumah Yeon Jae. Disana ia bertemu dengan ibu Yeon Jae. Ibu Yeon Jae berkata jika Yeon Jae sedang ada pekerjaan diluar kota. Ji Wook heran. Ia segera berpamitan pulang. Ibu Yeon Jae terlihat mengagumi penampilan Ji Wook ditambah lagi dengan tunggangan mobil sport merah miliknya.
"Jika dia kekasih Yeon Jae, sangat bagus sekali," komentarnya.
Ji Wook kembali ke kantor. Ji Wook mengira Manager Noh memberi pekerjaan untuk Yeo Jae. Tentu saja Manager Noh menjawab tidak. Ji Wook bertanya pada Hye Won mengenai keberadaan Yeon Jae. Hye Won agak gugup. Hye Won berkata jika dirinya dan Yeon Jae sudah lama tak saling mengontak. Tentu saja Ji Wook tahu Hye Won tengah berbohong. Apalagi Hye Won buru-buru pergi. Ia beralasan ada janji dengan seseorang. Diluar, Hye Won segera menghubungi Yeon Jae. Hye Won mengaku hampir mati karena harus berbohong pada Ji Wook. Hye Won berencana pergi ke rumah sakit menjenguk Yeon Jae. Dari belakang Ji Wook melihat Hye Won yang tengah menelepon. Ia memutuskan membuntuti Hye Won.
Ji Wook heran setelah taksi yang membawa Hye Won berhenti di rumah sakit. Ji Wook semakin penasaran. Hye Won masuk ke instalasi kanker. Ji Wook mulai was-was. Perlahan ia mendekati ruangan yang dimasuki Hye Won. Di sebelah pintu kamar tertera papan nama bertuliskan Lee Yeon Jae. Perasaan Ji Wook semakin tak karuan.
Ji Wook memberanikan diri membuka pintu kamar. Tiba-tiba sebuah suara memanggilnya.
"Kang Ji Wook!" Eun Suk mendekati Ji Wook.
"Lee Yeon Jae yang ada didalam adalah Lee Yeon Jae yang aku kenal. Apa itu benar?" tanya Ji Wook.
semakin seru, ditunggu kelanjutannya dewi ^____^
BalasHapuspengen baca selanjutnya,,,,,,,
BalasHapusseruuuuuu
seruuu,,, smakin pnasaran
BalasHapusdtunggu klanjutannyaaaa yahhh
koq lama bgtz mostingnya...
BalasHapusdjadwal aj biar ga tll lm nunggunya n pnasaran bgts
ichi
Wah, seru bgd! aq sukaa ..:)
BalasHapusseandainya eun suk menerima yeon jae sejak awal mungkin yeon jae sudah disamping dia sambil berkemoterapii kmudian sembuh...karena yen jae frustasi gakdapet joodoh...hehe...
BalasHapusuntuk mendapatkan cinta memang perlu pengorbanan..
BalasHapuspernyataan yang sangat kuno...tapi tetep berarti....
Aaaahh...berharap semoga ga sad ending^^
BalasHapus