Rabu, 24 Agustus 2011

Sinopsis Scent of A Woman Episode 3





Yeon Jae menguntit Ji Wook yang secara kebetulan berlibur juga ke Jepang. Takut kepergok, Yeon Jae berlari menghindar dengan menaiki salah satu yacht. Tanpa disangka Ji Wook mengikutinya dan mengejutkan Yeon Jae karena mengenalnya. Yeon Jae tak menyangka pegawai rendahan sepertinya dirinya dikenal oleh Kepala Direktur.
Yacht yang ditumpangi mereka tiba-tiba berlayar. Yeon Jae kehilangan keseimbangan dan oleng. Reflek Ji Wook segera menangkap tubuh Yeon Jae. Insiden itu membuat wajah mereka saling berdekatan. Yeon Jae terpesona melihat ketampanan Ji Wook.

Tenyata dugaan Yeon Jae salah. Ji Wook mengira Yeon Jae adalah tour guide-nya. Ji Wook datang ke Jepang untuk melakukan percobaan atas idenya meluncurkan paket wisata murah guna kepentingan Line Tour. Yeon Jae ingin menjelaskan kesalahpahaman diantara mereka, namun melihat ketampanan Ji Wook tiba-tiba saja ia mengurungkan niatnya.

Ji Wook kurang menikmati perjalanan lautnya. Ia mengajak Yeon Jae segera kembali ke dermaga. Berlayar bagi Ji Wook tak ada yang dilihat kecuali lautan dan udara. Semakin lama berlayar hanya semakin mahal biaya sewa yang harus mereka bayar. Yeon Jae tak sependapat, itulah mengapa mereka harus menikmati perjalanan karena tak setiap saat mereka bisa berlayar dengan yacht.

Ji Wook masuk ke dalam yacht. Yeon Jae menikmati udara lautan. Teringat pekerjaan barunya sebagai tour guide, Yeon Jae menyusul Ji Wook ke dalam. Yeon Jae mendapati Ji Wook terlelap di kamar. Kesempatan ini digunakannya untuk mengagumi wajah ganteng Ji Wook. Bertemu dengan Ji Wook secara tak terduga, Yeon Jae merasa hidupnya tak terlalu buruk. Ia meminta maaf pada Miss Lee, tour guide Ji Wook yang sebenarnya.


Miss Lee asli terlihat kebingungan di dermaga. Dandanannya aneh banget dengan bandana besar plus eyeliner tebal. Ia menghubungi agen travel karena belum bertemu dengan Ji Wook. Agen travel segera menghubungi Ji Wook untuk konfirmasi.


Ji Woo terbangun karena ponselnya berbunyi. Yeon Jae segera bersembunyi. Telepon itu bukan berasal dari agen travel. Dari nada bicara Ji Wook yang terlihat enggan, sepertinya Sang Woo yang menghubunginya. Ji Wook kesal karena Sang Woo ikut ke Jepang hanya untuk mengawasinya atas perintah Presiden Kang.

Yeon Jae dan Ji Wook kembali ke dermaga. Ji Wook bertanya apa lagi yang harus mereka lihat. Yeon Jae gelagapan. Ponsel Ji Wook berbunyi lagi. Kali ini dari agen travel. Ji Wook belum menyadari telah salah mengenali orang. Ia malah menegaskan sudah bertemu dengan Miss Lee. Disampingnya Yeon Jae terlihat panik.


Di rumah sakit, suster dan dokter magang sibuk membicarakan Eun Suk yang mirip dengan salah satu tokoh kartun web. Mereka yakin karakter dokter yang berperangai buruk dalam cerita komik itu adalah Eun Suk. Salah satu dari mereka membela Eun Suk yang tak seburuk tokoh kartun itu. Mendadak Eun Suk muncul. Tak mau kena semprot mereka menyembunyikan hal itu dari Eun Suk.
Bersama 4 dokter magang, Eun Suk mulai mengontrol pasien-pasiennya. Eun Suk terkenal dengan sikapnya yang dingin. Menangani pasiennya pun ia tak menghilangkan sikapnya itu. Tak ada sikap ramah yang seharusnya mencitrakan seorang dokter. Bahkan tanpa tedeng aling-aling mengucapkan kata-kata kejam mengenai kondisi pasiennya. Hampir semua pasien tak menyukainya. 


Seorang pasien wanita mengejar Eun Suk di koridor. Hanya wanita muda itu yang terlihat mengagumi Eun Suk. Terakhir Eun Suk mengecek pasien Kim Yoo Soon yang koma. Melihat tak ada harapan hidup, dengan gampangnya Eun Suk menyarankan kepada suaminya untuk membawa istrinya pulang. Tuan Kim mengejar Eun Suk. Ia tak mau menyerah dengan kondisi istrinya. Eun Suk mengingatkan bahwa istrinya telah dirawat selama 8 tahun dan tak ada kemajuan sama sekali. Tuan Kim tak peduli walaupun harus menunggu selama 20 tahun. Ia memohon agar Eun Suk bersedia meneruskan pengobatan untuk istrinya. Eun Suk tetap pada pendiriannya. Delapan tahun waktu yang cukup untuk menyerah.


Yeon Jae dan Ji Wook pergi menonton pertunjukkan kesenian. Setelah itu Yeon Jae membawa Ji Wook melihat pohon Kajimaru. Dalam bahasa Korea pengucapan Kajimaru terdengar seperti 'jangan pergi'. Yeon Jae membuat lelucon dengan kata-kata itu. Ji Wook hanya tersenyum simpul dan malah melengos pergi. Yeon Jae mampir ke toko es krim. Di Okinawa terkenal dengan sweet potato ice cream. Yeon Jae menyarankan Ji Wook untuk mencobanya. Ji Wook kurang berminat. Ia berpikiran datang ke Jepang untuk bekerja bukan untuk makan.
"Bukankah kau membuat gagasan apa yang bagus untuk liburan? Bagaimana kau bisa tahu tanpa mencobanya? Kau harus mencobanya, memakannya dan melihat apakah hal-hal itu cukup menyenangkan untuk orang lain." Yeon Jae memberi masukan. Ia ngotot mentraktir Ji Wook es krim.


Miss Lee tak sabar menunggu Ji Wook. Ia kembali menghubungi agen travel dan mulai mengomel. Agen travel kebingungan karena tadi Ji Wook mengaku telah bertemu dengan Miss Lee. 


Ji Wook kembali dihubungi oleh agen travel. Kali ini Ji Wook yang kebingungan. Ia menoleh pada Yeon Jae dan kembali menegaskan telah bertemu dengan Miss Lee. Yeon Jae ketakutan. Tiba-tiba saja seorang pria tak dikenal menabrak Ji Wook dan menjatuhkan ponselnya. Ji Wook memungut ponselnya dan baru sadar dompetnya telah raib. Pria itu telah mencopet dompetnya. Yeon Jae hendak mengejar pencopet itu. Ji Wook segera menyambar tangannya.
"Apa yang kau lakukan? Tak apa-apa. Hanya ada card dan uang didalamnya," cegah Ji Wook.
"Jadi kau membiarkan pencopet mengambil barang milikmu seperti itu?" seru Yeon Jae tak terima.

Yeon Jae nekat mengejar pencopet itu. Mau tak mau Ji Wook ikut mengejarnya. Yeon Jae berteriak memanggil pencopet itu. Si pencopet terus berlari tanpa memperhatikan jalan di depannya. Akibatnya ia menabrak seseorang yang tengah mengangkut kardus. Yeon Jae menyerbu. Ia memukuli pencopet itu dan meminta dompet Ji Wook dikembalikan. Pencopet itu berusaha kabur hingga membuat Yeon Jae terjatuh. Ji Wook muncul. Yeon Jae segera menyuruh Ji Wook mengejar pencopet itu tanpa mempedulikan dirinya yang terluka.

Yeon Jae tertatih-tatih mencari kemana arah si pencopet kabur. Tanpa disangka si pencopet berlari ke arahnya. Yeon Jae mencopot sepatunya dan melemparkannya pada si pencopet. Namun lemparannya meleset dan malah mengenai pelipis Ji Wook yang berlari di belakang si pencopet. Ji Wook ambruk sambil meringis kesakitan. Yeon Jae syok lemparannya salah sasaran. Ia bergegas mendekati Ji Wook.
Si pencopet merasa aman. Tak terduga Tuan Murakawa menghadangnya. Murakawa adalah pria botak dengan tato gambar kartun yang pernah bertemu dengan Yeon Jae ketika salah kamar di hotel.
"Menyingkirlah. Ini teritori Inagawa!" Ancam pencopet itu.
"Yakuza Tokyo," ucap Murakawa tanpa rasa takut.
Mereka terlibat perkelahian. Pencopet itu memilih mundur dan kabur. Murakawa mengambil dompet Ji Wook yang terjatuh lalu melemparkannya pada Ji Wook. Kemudian ia pergi tanpa berbicara sepatah katapun.

Ji Wook kesakitan sambil memegangi pelipisnya yang terluka. Yeon Jae merasa bersalah.
"Apa sangat sakit?" tanyanya.
"Lalu apa ini seharusnya tak sakit?" jawab Ji Wook kesal.
Yeon Jae hendak menyentuh luka di pelipis Ji Wook. Ji Wook mengelak. Merasa letih Ji Wook berencana mengakhiri perjalanan mereka hari ini dan dilanjutkan esok hari. Yeon Jae memohon agar mereka pergi ke satu tempat lagi. Ia memegangi perutnya yang keroncongan.
Yeon Jae mengajak Ji Wook makan di salah satu restoran yang terkenal di Okinawa. Yeon Jae menyodorkan es batu untuk mengompres pelipis Ji Wook. Ji Wook yang tahu Yeon Jae terluka mengunakan es batu itu untuk mengompres lengan Yeon Jae. Mereka memesan sepiring Ikasumi Yakisoba. Sejenis mie yang tampilan warnanya hitam karena tinta cumi-cumi (mirip jajangmyun). Ji Wook tertawa melihat mulut Yeon Jae yang menghitam. Yeon Jae mengira Ji Wook tertawa karena mendengar nama mie itu yang terdengar lucu. Ia malah membuat beberapa lelucon. Ji Wook semakin tertawa keras. Yeon Jae baru sadar mulut dan gigi Ji Wook menghitam.
"Jadi kau tertawa karena mulutku?" gerutu Yeon Jae.
"Apa kau berpikir aku tertawa karena leluconmu?" tanya Ji Wook balik.


Hye Won di transfer untuk menggantikan posisi Yeon Jae. Manager mengeluh karena berharap pegawai yang menggantikan Yeon Jae seharusnya lebih muda. Hye Won hanya menghela nafas kesal. Manager menyuruh Kepala bagian, Yoon Bong Sil menunjukkan meja kerja untuk Hye Won. Insiden tak sengaja terjadi. Kepala Bagian Yoon melihat strapples di kursi yang hendak di duduki Hye Won. Reflek ia mengambil stapples itu tepat bersamaan Hye Won mendaratkan tubuhnya. Hye Won syok karena mengira mendapat pelecehan seksual.


Yeon Jae dan Ji Wook melanjutkan perjalanan mereka ke sebuah pantai. Yeon Jae meluapkan kegembiraannya dengan berlarian ke arah pantai. Ji Wook melihat karang dengan lubang di tengahnya. Iseng ia mengintip karang itu. Tiba-tiba Yeon Jae muncul di arah seberang. Ji Wook tak dapat menahan senyum. Yeon Jae menghampiri Ji Wook dan memberinya seekor keong. Lalu ia berlari lagi ke arah pantai. Ji Wook tertawa melihat tingkah Yeon Jae.


So Kyeong bertemu dengan kakak lelakinya. Hubungan mereka kurang harmonis. Kakaknya tahu So Kyeong selalu bermasalah dengan pria. Ia memperingatkan So Kyoeng agar berhati-hati dengan Ji Wook.


Yeon Jae dan Ji Wook kembali ke hotel. Yeon Jae berniat memberitahu Ji Wook bahwa dirinya bukanlah Miss Lee, tour guide Ji Wook yang sebenarnya.
"Mungkin aku bukan Miss Lee yang kau pikir."
"Apa maksudmu?" tanya Ji Wook tak mengerti.
Yeon Jae hendak menjelaskan, tapi tiba-tiba Miss Lee yang asli muncul. Ia langsung menyapa Ji Wook dan mengaku kesulitan menghubungi Ji Wook.
"Siapa kau?" tanya Ji Wook bingung.
"Aku yang seharusnya menjadi tour guide-mu hari ini. Lee Joo Yung," jawab Miss Lee.
Yeon Jae tegang. Ji Wook bertambah bingung karena di hadapannya ada 2 orang yang mengaku sebagai Miss Lee. Yeon Jae menjelaskan bahwa dirinya bukan Miss Lee yang ingin ditemui Ji Wook.
"Lalu mengapa kau pergi denganku hari ini?" tuntut Ji Wook pada Yeon Jae.
"Aku tak punya kesempatan untuk menjelaskan...." Yeon Jae kebingungan memberikan alasan. "Aku terlalu senang. Tapi sebenarnya aku juga Miss Lee. Lee Yeon Jae."
Miss Lee mengomeli Yeon Jae. Ia curiga Yeon Jae punya motif jahat terhadap Ji Wook. Ia menuduh Yeon Jae sebagai penipu atau orang yang hanya ingin memoroti uang Ji Wook. Tentu saja Yeon Jae menyangkal. Ji Wook menghentikan perdebatan.
"Hentikan! Kita akan bertemu besok disini?" tanyanya.
"Ya. Saat  sarapan jam 8 pagi," jawab Miss Lee.
Ji Wook langsung pergi. Ia jelas marah. Yeon Jae mematung di tempatnya berdiri. Ia tak bermaksud membohongi Ji Wook.


So Kyeong melamun di kamarnya. Ia kembali bernostalgia dengan memandangi fotonya dan mantan pacarnya di dalam ponsel. So Kyeong merasa sudah saatnya melupakan mantan pacarnya yang ternyata hanya memanfaatkan kekayaan keluarganya saja. So Kyeong menghapus semua foto-foto itu. Sepertinya ia mulai memantapkan hatinya menerima pernikahannya dengan Ji Wook.


Yeon Jae menghubungi ibunya. Ibu Yeon Jae masih marah padanya karena pertengkaran mereka tempo hari setelah Yeon Jae menolak perjodohan lewat biro jodoh. Ibu Yeon Jae marah-marah karena Yeon Jae asyik berlibur sementara ia harus mengurusi closet yang mampet.


Yeon Jae berjalan-jalan seorang diri di sekitar hotel. Ia melihat sepasang kekasih tengah berlatih berjalan di altar didalam capel. Yeon Jae merasa iri melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah calon mempelai itu. Murakawa yang menolongnya tadi pagi ternyata juga ada disana sambil menerawang ke arah sepasang kekasih itu. Yeon Jae mendatangi Murakawa. Kesempatan ini digunakan Yeon Jae untuk mengucapkan terimakasih. Murakawa memandang Yeon Jae tanpa ekspresi. Yeon Jae menjadi jengah. Yeon Jae mencoba berbasa-basi mengomentari sepasang kekasih di dalam ruangan itu. Murakawa malah pergi.

Yeon Jae kembali berjalan-jalan di pinggir kolam renang sambil menghitung bintang di langit. Yeon Jae berharap ada bintang jatuh sehingga ia bisa membuat harapan. Yeon Jae syok saat tiba-tiba Ji Wook sudah berdiri di hadapannya.
"Aku minta maaf. Jika aku sudah mengacaukan jadwalmu." Yeon Jae meminta maaf.
Ji Wook sudah tak mempermasalahkan hal itu lagi karena selama tur Yeon Jae menunjukkan tempat-tempat wisata yang menarik.
"Besok kau akan pergi dengannya?" tanya Yeon Jae.
"Tentu saja," jawab Ji Wook cepat.
Yeon Jae memberi masukan. Apa yang dilakukan Ji Wook di Jepang seharusnya bukan semata-mata hanya untuk pekerjaan.
"Tanpa mencobanya...Tanpa bersenang-senang...Bagaimana bisa kau memberitahu orang lain bahwa itu akan menjadi liburan yang baik? Jangan menganggapnya sebagai pekerjaan dan hanya bersenang-senanglah. Cara itu dapat memunculkan ide liburan yang lebih baik. Tur wisata yang kau buat dengan mengambil perjalanan ke Jepang mungkin saja menjadi liburan yang pertama untuk orang lain. Dan untuk yang lainnya sebelum dia mati, mungkin menjadi liburan terakhirnya."
Ji Wook termenung.


Eun Suk dipanggil menghadap Dokter Kepala. Mereka membahas kesediaan Yeon Jae untuk mencoba naturopathic treatment, pengobatan kanker terbaru yang sedang dikembangkan oleh rumah sakit. Eun Suk memberitahu jika Yeon Jae menunda pengobatan. Dokter Kepala meminta Eun Suk menghubungi Yeon Jae dan meyakinkannya untuk melakukan pengobatan segera mungkin.

Di kantornya Eun Suk mencoba menghubungi Yeon Jae. Namun ia teringat perkataan Yeon Jae terakhir kali saat bertemu dengannya. Yeon Jae marah dengan sikap dingin Eun Suk yang kurang peka terhadap perasaannya yang hancur saat itu. Yeon Jae berharap tak ditangani oleh dokter seperti Eun Suk. Kata-kata Yeon Jae mengurungkan niat Eun Suk menghubunginya.


Ji Wook bertemu dengan Miss Lee di lobby hotel. Dandanan Miss Lee masih saja aneh. Ji Wook baru menyadarai dandanan Miss Lee yang nyeleneh. Mereka berencana pergi snorkeling, namun Miss Lee datang dengan dress putih panjang dengan make up berat. Miss Lee enggan ikut menyelam ke laut karena takut cahaya matahari merusak kulitnya.
Yeon Jae lewat. Ia memberi salam pada Ji Wook yang menoleh padanya. Kemudian melangkah keluar. Ji Wook tampak berpikir. Tiba-tiba saja ia membatalkan rencana kepergiannya bersama Miss Lee. Orang seperti Miss Lee rasanya tak cocok menjadi tour guide untuknya.

Ji Wook berlari mengejar Yeon Jae. Di luar Yeon Jae hendak pergi dengan taksi. Ji Wook menerobos masuk ke dalam taksi sebelum Yeon Jae menutup pintu. Yeon Jae jelas terkejut.
"Dibandingkan dengan Miss Lee yang asli, aku pikir akan lebih menyenangkan dengan yang palsu," ucap Ji Wook menjawab wajah kebingungan Yeon Jae.


Yeon Jae dan Ji Wook ber-snorkeling bersama. Setelah itu mereka menikmati hamparan lautan biru yang menakjubkan. Ji Wook menilai Yeon Jae pasti sangat menikmati hidupnya karena apapun yang dilihatnya terlihat menyenangkan.
Yeon Jae membenarkan. "Hidup itu sangat menyenangkan. Aku tak pernah bermimpi hari seperti ini akan terjadi selama hidupku."
"Ada apa dengan hari ini?" tanya Ji Wook.
"Siapa aku...Apa yang terjadi denganku. Hari ini adalah sebuah hari dimana aku tidak akan melupakan semuanya," jawab Yeon Jae.


Eun Suk menyuruh suster menghubungi Yeon Jae untuk mengkonfirmasikan mengenai pengobatan kanker-nya. Namun sayang Yeon Jae tak menjawab teleponnya. Eun Suk meminta suster itu terus menghubungi Yeon Jae sampai berhasil.


Tuan Kim yang istrinya koma kembali memohon agar Eun Suk bersedia meneruskan pengobatan untuk istrinya. Ia bersedia membayar berapapun besarnya biaya pengobatan itu. Eun Suk tetap angkat tangan. Memaksa pasien untuk terus bertahan, Eun Suk merasa tak adil untuk si pasien sendiri. Tanpa diduga Kim Yoo Soon terbangun dari koma-nya. Mereka sama-sama syok dengan keajaiban itu. Namun Eun Suk malah pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun (mulai sebel deh sama tingkah si dokter ini). Kim Yoo Soon langsung ambruk. 


Yeon Jae dan Ji Wook melanjutkan perjalanan mereka dengan mengunjungi capel wedding yang merupakan salah satu tujuan wisata yang terkenal di Okinawa. Yeon Jae dan Ji Wook berkesempatan melihat langsung sepasang kekasih mengikat janji pernikahan di capel itu.

Ji Wook menyaksikan prosesi pernikahan itu dengan serius. Tak sengaja Yeon Jae melihat Murakawa berdiri di luar sambil memandang haru pada kedua mempelai. Sesekali Murakawa mengusap matanya. Yeon Jae menatapnya dengan keheranan.

Setelah acara pernikahan usai, Yeon Jae masih saja memikirkan Murakawa. Ji Wook menahan langkah Yeon Jae. Ia menunjuk rombongan pria yang berjalan ke arah mereka. Salah satu pria itu adalah si pencopet yang tempo hari gagal mencopet dompet Ji Wook. Sepertinya si pencopet itu tengah mengawal bosnya seorang Yakuza. Yeon Jae langsung teringat pada Murakawa. Yeon Jae bergegas menghampiri Murakawa untuk memperingatkannya. Yeon Jae menyuruh Murakawa menghindar. Namun terlambat. Rombongan Yakuza telah mendekat. Selain mengenali Murakawa, si pencopet juga masih mengenali Yeon Jae dan Ji Wook.
"Hey, Murakawa. Aku tak percaya kau datang kembali ke pulau ini," seru sang Yakuza.
"Jangan membuat kekacauan disini. Ada pernikahan disini," balas Murakawa.
"Haruskah aku membuatnya menjadi pemakamanmu?" ancam Yakuza.

Yeon Jae mulai ketakutan.
"Tidakkah kau berpikir lebih baik jika kita kabur sekarang?" saran Yeon Jae pada Ji Wook.
"Kenapa? Kita bukan orang yang membuat masalah disini?" elak Ji Wook.
"Aku pikir lebih baik jika kita kabur," Murakawa setuju dengan saran Yeon Jae.
Ji Wook yang tak mengerti bahasa Jepang bertanya pada Yeon Jae (lupa kasih tahu kalo Yeon Jae fasih berbahasa Jepang). Yeon Jae menerjemahkan ucapan Murakawa.
"Tapi kenapa?" Ji Wook tetap ngeyel.
Tanpa aba-aba Murakawa kabur duluan. Yeon Jae menyusul kemudian. Tinggal Ji Wook yang kebingungan. Rombongan Yakuza mendekatinya dengan wajah garang. Ji Wook langsung mengambil langkah seribu. Mereka saling kejar-kejaran.
"Mengapa kita harus melarikan diri? Apa kita melakukan kesalahan?" teriak Ji Wook dibelakang Yeon Jae.
"Mereka ada di belakang kita. Tak peduli kenapa, lari saja!" seru Yeon Jae terengah-engah.
Murakawa berlari ke arah pantai. Ia naik ke atas boat dan segera menjalankan mesinnya. Ia berteriak memanggil Yeon Jae dan Ji Wook yang masih jauh di belakang. Yeon Jae sempat terjatuh. Untung saja Ji Wook sigap dengan menolongnya. Mereka berhasil naik ke boat. Salah satu dari anak buah Yakuza berhasil mengejar mereka. Ia melompat ke dalam boat. Ji Wook menghajarnya dan menceburkannya ke laut. Yeon Jae terkagum-kagum sambil memberinya applaus.

Akhirnya mereka berhasil melarikan diri. Yeon Jae menarik nafas lega.
"Kemarin pencopet. Hari ini Yakuza. Apa ada orang lain yang memiliki perjalanan seperti ini?" protes Ji Wook.
"Siapa yang tahu akan menjadi seperti ini?" sanggah Yeon Jae.


Eun Suk mendapat panggilan darurat dari kamar pasien Kim Yoo Soon yang tiba-tiba kritis. Eun Suk dan para suster berlarian masuk ke kamar Kim Yoo Soon yang mengalami cardiac arrest (perhentian jantung). Eun Suk segera mengambil tindakan CPR.


Murakawa membawa Yeon Jae dan Ji Wook ke kampung halamannya di Inagaya. Sudah 25 tahun Murakawa meninggalkan kampung halamannya. Kepulangan Murakawa disambut keharuan oleh ayahnya. 

Murakawa bercerita pada Yeon Jae dan Ji Wook jika ia menghilang karena orang-orang di Inagaya mencoba membunuhnya. Murakawa menjadi tertuduh penyebab kematian Shuuske. Murakawa mengaku tak pernah melakukan pembunuhan itu. Ia menyebut kematian Shuuske adalah sebuah kecelakaan. Selama 25 tahun Murakawa melarikan diri ke Tokyo. Alasan Murakawa kembali ke Inagaya karena ingin menyaksikan pernikahan putrinya, Erica. Yeon Jae sibuk menerjemahkan ucapan Murakawa pada Ji Wook. Mengingat putri yang sudah diterlantarkannya membuat Murakawa tak dapat menahan tangis. Yeon Jae menunjukkan empatinya dengan menepuk-nepuk bahunya. Murakawa menyuruh Yeon Jae dan Ji Wook tidur. Ia telah menyiapkan sebuah kamar. Yeon Jae langsung protes.
"Apa tak ada kamar lagi?" tanya Yeon Jae.
'Tidak," sahut Murakawa tajam kemudian berlalu pergi.
Ji Wook mencolek Yeon Jae. Ia bertanya apa yang barusan Murakawa bilang. Yeon Jae menatap Ji Wook dengan jengah.


Dokter Kepala memanggil Eun Suk untuk meminta pertanggungjawabannya atas kematian Kim Yoo Soon. Dokter Kepala khawatir kematian Kim Yoo Soon akan membawa masalah untuk rumah sakit. Kim Yoo Soon meninggal tepat setelah pengobatan dihentikan. Tim dokter tahu penyebab kematian Kim Yoo Soon bukan karena pengobatannya yang dihentikan, namun hal ini akan membuat keluarganya salah paham. Suami Kim Yoo Soon bisa saja menuduh Eun Suk yang telah membunuh istrinya. Eun Suk sama sekali tak memikirkan sejauh itu. Dokter Kepala meminta Eun Suk menenangkan suami pasien.


Tuan Kim terpekur menangis di lantai rumah sakit. Suster memberitahu Eun Suk, Tuan Kim tak mau beranjak dari tempatnya. Eun Suk mendekat. Benar saja begitu melihat Eun Suk, Tuan Kim langsung menuduh Eun Suk sebagai penyebab kematian istrinya. Tuan Kim meradang. Ia menarik kerah baju Eun Suk dan menyudutkannya ke tembok.
"Dia ingin hidup tapi dia mati karena kau. Kau membunuhnya!" seru Tuan Kim kalap.
"Lepaskan aku!" Teriak Eun Suk. "Aku bilang lepaskan aku!"
Eun Suk melempar tubuh Tuan Kim yang langsung jatuh tersungkur ke lantai. Tuan Kim menangis sesenggukan meratapi kematian istrinya dan terus-terusan menyalahkan Eun Suk. Eun Suk mulai kesal.
"Karena seseorang ingin hidup, apa itu berarti setiap orang dapat bertahan hidup? Jika ada kekuatan, dapatkah seseorang hidup selamanya? Jika kau berkata seperti itu, siapapun tak akan mati di rumah sakit ini? Tolong hentikan ini!" Seru Eun Suk tegas.
Eun Suk berbalik. Tanpa disangka semua orang sudah memenuhi lorong dibelakangnya. Baik pasien maupun orang-orang yang tengah berkunjung keluar dari kamar masing-masing setelah mendengar keributan. Eun Suk tercengang. Semua orang rasanya memandangnya sebagai dokter yang kejam, yang tak berperasaan. Eun Suk berjalan melewati mereka dengan menahan malu.


Yeon Jae dan Ji Wook masuk ke dalam kamar mereka. Disana sudah disediakan setumpuk selimut dengan 2 bantal layaknya kamar sepasang suami istri. Mereka langsung merasa tak nyaman dengan situasi di kamar itu. Akhirnya mereka sepakat membagi 2 selimut dan bantal. Mereka mengambil posisi dengan menjaga jarak.
"Kau tak berpikir ini lucu?" tanya Yeon Jae sambil senyum-senyum.
"Apa?" tanya Ji Wook balik.
"Ini seperti film tahun 70-an. Kita pergi untuk bermain. Tapi karena kapal berhenti berlayar, jadi kita tidur di dalam kamar yang sama."
Ji Wook tersenyum.
"Sebenarnya, ketika orang tuaku berkencan. Ayahku membawa ibuku ke suatu tempat dan sengaja membuat kapal mogok. Lalu mereka tidur di dalam kamar yang sama dan melakukan ciuman pertama mereka. Ibuku sepenuhnya jatuh ke dalam trik ayahku. Well, itu adalah cerita ketika aku dikandung malam itu," kisah Yeon Jae.
Ji Wook menatap Yeon Jae lurus. Yeon Jae merasa ada yang salah dengan ceritanya. Ia langsung terdiam. Ji Wook buru-buru keluar untuk mencari udara segar. Sepeninggal Ji Wook, Yeon Jae merasa menyesal telah salah memilih cerita. Di luar Ji Wook baru bisa tersenyum.

Seorang gadis Jepang berdendang dengan memainkan alat musik. Yeon Jae dan Ji Wook menikmati nyanyian itu di tempat terpisah. Setelah nyanyian berhenti Ji Wook kembali ke kamar. Yeon Jae pura-pura tertidur. Ji Wook merebahkan diri di samping Yeon Jae.
Tengah malam Yeon Jae terbangun. Ia berbalik menghadap Ji Wook. Diam-diam Yeon Jae mengagumi wajah sempurna Ji Wook. Ji Wook memiringkan tubuhnya. Yeon Jae semakin leluasa memandangi wajah Ji Wook yang terlelap. Tiba-tiba saja Ji Wook membuka matanya. Yeon Jae terhenyak.
"Kenapa?" tanya Ji Wook.
"Kau bangun," lirih Yeon Jae. Karena malu Yeon Jae segera berbalik dan berpura-pura tidur lagi.


Pagi hari mereka menikmati udara pedesaan sambil berjalan-jalan. Ji Wook bercerita ketika SD, ia pernah tinggal di desa seperti ini. Setiap pagi Ji Wook berjalan kaki menuju sekolahnya seperti jalanan yang mereka lalui sekarang ini. Saat itu Ji Wook mengaku sangat senang ketika pergi ke sekolah. Di jalan ia bisa menangkap capung dan tetesan embun. Ji Wook berkata ada banyak hal-hal menyenangkan di jalanan.
Mereka berjalan menuju pantai. Matahari baru saja terbit. Yeon Jae terperangah melihat pemandangan di pantai itu.
"Ya Tuhan! Akhirnya kita kesini," pekiknya girang. "Aku melihatnya di dalam mimpiku. Aku datang kesini untuk mencari tempat ini. Dan akhirnya aku berhasil."
Saking gembiranya, Yeon Jae langsung menceburkan dirinya ke laut. Yeon Jae merasa mimipinya seperti ramalam untuknya. Kemudian ia teringat sesuatu.
"Apa kau pernah bersekolah di luar negeri?" tanyanya.
Ji Wook mengangguk.
"Ketika kau sekolah di luar negeri, apa kau punya nama Inggris?" tanya Yeon Jae penasaran.
"Willie," jawab Ji Wook.
"Willie?" ulang Yeon Jae. "William?" tanya Yeon Jae penuh harap.
"Tidak, hanya Willie," sahut Ji Wook.
Yeon Jae agak kecewa. Mimpinya meleset sedikit.


Yeon Jae dan Ji Wook berdiri di tengah lubang karang. Yeon Jae bercerita jika keluarganya gemar bepergian, terutama ayahnya. Ji Wook menyarankan Yeon Jae untuk datang lagi kesini bersama orang tuanya. Mungkin saja Yeon Jae akan pergi menggunakan paket wisata dari Line Tour.

"Kau tak mungkin bertemu dengan ayahku. Dia sudah meninggal." Mata Yeon Jae berkaca-kaca. "Kau harus datang kesini dengan orangtuamu suatu hari nanti. Customer pertama dari paket liburan ini mungkin saja orang tuamu?"
"Aku tak mungkin datang kesini dengan ibuku. Dia sudah meninggal."
Yeon Jae terdiam. Mereka memiliki nasib yang sama ditinggalkan orang-orang tercinta.


Hujan mengguyur Inagaya pagi itu. Yeon Jae dan Ji Wook berteduh di bawah pohon rindang. Yeon Jae merasa hujan akan lama berhentinya.
"Kita tak bisa tinggal disini terus," ucap Ji Wook memutuskan berhujan-hujan ria. "Ayo..."
Yeon Jae agak ragu.
"Bukankah kau menyukai hujan saat kau masih kecil? Aku sungguh menyukainya. Keluarlah!" Ajak Ji Wook lagi yang sudah basah kuyup.
Yeon Jae akhirnya keluar. Ji Wook menggandeng tangan Yeon Jae. Mereka berlarian menantang hujan. 


So Kyeong bertemu dengan calon mertuanya, Presiden Kang. Mereka membicarakan masalah kerjasama dua perusahaan antara Line Tour dan Seojin Group. Dari calon mertuanya, So Kyeong baru tahu jika Ji Wook tengah pergi ke Jepang. So Kyeong langsung mengatur ulang jadwalnya.


Yeon Jae dan Ji Wook menonton perlombaan minum bir. Ji Wook tertarik untuk mengikuti lomba itu. Ia juga mengajak Yeon Jae untuk ikut. Para peserta diwajibkan menghabiskan segelas besar bir dalam waktu tercepat. Perlombaan dimulai. Ji Wook dan Yeon Jae saling menyemangati. Baru setengah gelas Ji Wook sudah tak kuat. Ia menyerah. Disampingnya Yeon Jae terus minum tanpa berhenti. Ji Wook ternganga. Ia malah bergantian menyemangati Yeon Jae. Yeon Jae menghabiskan birnya bersamaan dengan kontestan pria. Namun akhirnya juri memutuskan Yeon Jae lah yang memenangkan perlombaan. Yeon Jae dan Ji Wook melompat kegirangan. 


Yeon Jae mendapatkan hadiah sebuah kalung. Ji Wook mengeluh karena hadiah utamanya hanya sebuah kalung. Yeon Jae tak sependapat. Ia menyukai kalung itu. Yeon Jae berusaha memakai kalung itu. Namun karena mabuk, Yeon Jae mengalami kesulitan. Ji Wook menawarkan diri membantu memasangkan kalung itu. Hal itu membuat wajah mereka saling berdekatan. Mereka saling berpandangan dalam diam. Yeon Jae semakin merapat ke wajah Ji Wook. Namun tiba-tiba ia cegukan. Ji Wook juga ketularan. Mereka tertawa geli.


Yeon Jae dan Ji Wook kembali ke hotel. Mereka tampak semakin akrab. Tanpa disadari So Kyeong sudah ada disana. So Kyeong sengaja menyusul Ji Wook ke Jepang. So Kyeong memandangi keakraban mereka dengan pandangan tajam. Yeon Jae dan Ji Wook asyik mengobrol hingga tak menyadari kehadiran So Kyeong.
So Kyeong berjalan ke arah mereka. Ji Wook tengah menakut-nakuti Yeon Jae tentang Yakuza yang mungkin saja ada di hotel. Yeon Jae termakan tipuan Ji Wook. Ia mulai ketakutan.
"Benarkan? Dimana?" serunya panik.
"Disana! Disana!" Tanpa sadar Ji Wook menunjuk ke arah So Kyeong yang tengah berjalan mendekati mereka.
Yeon Jae menoleh ke arah So Kyeong. Ia terperanjat begitu melihat kehadiran So Kyeong.
"Apa yang kalian lakukan berdua?" tanya So Kyeong dengan tatapan bengis.
"Siapa kau?" tanyanya tajam pada Yeon Jae.
Wajah Yeon Jae pias. 

Selasa, 16 Agustus 2011

Sinopsis Romance Town Episode 8

Soon Geum menangis di dalam boks telepon. Gun Woo muncul memakai payung ditengah guyuran hujan malam itu.
"Shi Ah-sshi. Yoon Shi Ah-sshi!"
Soon Geum bangun. Mereka saling menatap di balik kaca boks telepon.
"Kita harus berakhir disini," seru Gun Woo.
Mata Soon Geum berkaca-kaca.
"Terimakasih. Cinta pertamaku berakhir seperti ini."
Airmata Soon Geum tumpah. Gun Woo berlalu pergi.

Soon berlari mengejar Gun Woo.
"Aku melakukan itu tanpa sengaja," seru Soon Geum.
Gun Woo berhenti. Melipat payungnya karena hujan telah berhenti.
"Aku sungguh-sungguh tak bermaksud membohongimu."
Gun Woo tak bereaksi. Mengabaikan semua ucapannya Soon Geum dan meneruskan langkahnya.
"Aku minta maaf. Aku mengaku salah! Aku tulus mengatakannya!" seru Soon Geum memohon.
Gun Woo tetap tak bergeming. Ia terus saja berjalan tanpa menoleh pada Soon Geum.
"Baik, Kang Gun Woo-sshi. Pergilah!" jerit Soon Geum putus asa. "Sudah jelas kami satu dan orang yang sama, tapi kau mengatakan aku harus tahu tempatku sendiri. Kau tak pernah menganggapku sama sekali. Aku ingin seperti orang kaya dan cantik. Aku ingin menjadi orang yang berbeda. Ada masalah dengan itu? Kau bahkan tak mengenaliku saat pertama kali bertemu. Kau ikut bertanggungjawab juga. Kami jelas orang yang sama, tapi kau menyukainya karena dia punya banyak uang. Jadi kau harus bertanggungjawab juga!"
Gun Woo benar-benar tak mengindahkan jeritan Soon Geum. Ia terus melangkahkan kakinya menyeberang jalan.
"Tetap disana! Ya! Ya! Ya!" jerit Soon Geum kesal.
Jeritan Soon Geum berhasil membuat Gun Woo berhenti. Ia membalikkan badan. Lalu menatap Soon Geum garang. Soon Geum langsung ketakutan.
"Tetap disana," seru Gun Woo kesal sambil mengacungkan payung. "Mati kau!"
Gun Woo berlari ke arah Soon Geum. Soon Geum yang ketakutan segera mengambil langkah seribu.

Soon Geum berlari masuk ke restoran. Da Kyum dan Young Hee masih asyik menikmati bulgogi. Gun Woo menyusul Soon Geum dari belakang. Soon Geum berusaha menghindari Gun Woo Mereka kejar-kejaran di sekitar Da Kyum dan Young Hee. Da Kyum dan Young Hee kebingungan dengan ulah mereka. Soon Geum  kabur lagi keluar. Gun Woo segera mengejarnya.

Tak mau ambil pusing, Da Kyum dan Young Hee kembali meneruskan makan. Da Kyum mengambil daun selada dan mengisinya dengan daging lalu menyuapi Young Hee. Young Hee merasa jengah. Ia menyuapi dirinya sendiri. Da Kyum menatapnya dengan pandangan sebal.
"Mengapa membuat orang merasa malu?" protesnya.
"Apa kau tahu artinya malu? Apa kau benar-benar tahu?" ejek Young Hee.
"Bagaimana mungkin aku tak tahu?  Aku seorang manusia juga. Aku juga seorang wanita," sahut Da Kyum.
"Kapan kau merasa malu?" tanya Young Hee.
Tiba-tiba saja Da Kyum mencium pipi Young Hee. Young Hee tertegun.
"Waktu seperti ini," ucap Da Kyum.


Soon Geum masih saja berusaha menghindari kejaran Gun Woo. Sepanjang jalan ia berteriak meminta maaf dan memohon agar Gun Woo berhenti mengejarnya. Soon Geum masuk ke salah satu gang bercabang. Ia mengambil arah kanan. Gun Woo berhenti di depan gang. Mengira-ngira Soon Geum berbelok ke arah mana. Selagi Gun Woo bergelut dengan dilema. Tiba-tiba saja Soon Geum muncul dan berlari ke arah kiri. Kali ini Gun Woo bisa memutuskan kemana ia harus pergi. Gun Woo melangkah maju. Lagi-lagi Soon Geum muncul dan hendak kembali ke arah sebelumnya. Soon Geum tampak kebingungan.

Soon Geum melihat Gun Woo mendekat. Ia segera menghilang. Gun Woo berjalan perlahan ke arah Soon Geum. Soon Geum terjebak karena dua gang itu ternyata buntu. Karena ketakutan Soon Geum nekat memanjat tembok. Gun Woo mendekat dan meminta Soon Geum segera turun.

Gun Woo tampak frustasi. Ia merasa hampir gila. Ia tak menyangka selama ini telah dibodohi oleh pembantunya sendiri. Soon Geum yang duduk disampinya ketakutan. Ia berinisiatif menghukum dirinya sendiri dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. Gun Woo memandang Soon Geum tajam. Ia meminta Soon Geum membuat pengakuan untuk semua kebohongannya.


Da Kyum tersipu malu setelah mencium Young Hee. Young Hee menebak jika Da Kyum menyukainya. Lalu tiba-tiba Young Hee gantian mencium pipi Da Kyum. Da Kyum terkejut. Ia tak menyangka Young Hee membalas ciumannya. Padahal Young Hee hanya ingin memastikan bahwa hatinya tak bergetar saat mencium Da Kyum. Young Hee mengaku telah menyukai seseorang.


Soon Geum mulai membuat pengakuan. Tapi Soon Geum membela diri jika Gun Woo lah yang pertama kali tertarik padanya bahkan sampai mengajaknya minum kopi, makan bulgogi dan pergi ke pulau mencari nenek. Gun Woo kesal karena Soon Geum masih saja membela diri. Semua yang dilakukannya karena ia tak mengenali Soon Geum. 
"Aku juga Shi Ah. Selain pakaian, yang lainnya masih sama. Shi Ah dan aku orang yang sama," sanggah Soon Geum.
Gun Woo semakin kesal. 
"Kau bilang, aku cinta pertamamu? Apa aku masih bisa membuatnya menjadi kenyataan?" tanya Soon Geum berharap.
Gun Woo tak mengindahkan ucapan Soon Geum. Ia malah menambah hukuman dengan menyuruh Soon Geum melakukan lompatan di tempat.

Gun Woo menerawang.
"Ahjumma, mengapa kau menyukaiku? Benar kan, kau menyukaiku?"
"Ya," jawab Soon Geum jujur.
"Berhentilah menyukaiku."
"Aku juga tak ingin menyukaimu. Tapi meskipun demikian, jika kita mampu menahan perasaan yang tidak kita inginkan. Akankah kita tetap menjadi manusia? Seperti bagaimana aku tidak bisa mengontrol perasaan orang lain. Kadang-kadang aku juga tak bisa mengontrol perasaanku sendiri dengan baik. Bukankah orang-orang seperti ini? Jika setiap orang mampu untuk mengontrol kapan jantung mereka berdetak, pasti mereka bukan manusia. Manusia hanya dapat mengontrol tangan dan kaki mereka. Hati seseorang tak dapat dikontrol," ucap Soon Geum panjang lebar. Karena pegal Soon Geum meluruskan kakinya.
"Lalu Ahjumma, dapatkah kau mengontrol mulutmu?" sembur Gun Woo sambil menatap tajam Soon Geum. Soon Geum kembali melompat-lompat dan mengangguk patuh. "Bagus. Kontrol mulutmu dari berbicara omong kosong. Biarkan hatimu merasakan cinta ini."
"Kakiku mati rasa. Kepalaku juga. Tidak bisakah aku berhenti? Atau terus? Apa ini harga yang harus aku banyar untuk kesalahanku," keluh Soon Geum.
Akhirnya Gun Woo menyuruh Soon Geum berhenti. Soon Geum senang dan segera meluruskan kakinya kembali.
"Jangan membuatku bingung, Ahjumma," seru Gun Woo.
"Bingung tentang apa?" Soon Geum tak paham.
"Semuanya."
"Tentang menyukaiku atau tidak menyukaiku?" Soon Geum menegaskan maksud Gun Woo.
"Bukan itu. Aku tak tahu apakah aku bodoh atau hanya naif," Gun Woo menerawang.
"Bodoh atau naif, aku akan tetap menyukaimu. Bahkan jika kau gemuk...jika kau miskin... Tak masalah jika masakanmu lebih buruk daripada aku. Tak masalah jika kau tak bisa mengasuh bayi sebaik aku. Karena aku dapat melakukan semua hal. Tak masalah jika kau tidak dapat minum sebaik aku. Tak masalah jika kau tak tahu bagaimana bersenang-senang sepertiku. Tak masalah jika kau lebih picik dariku karena tak menyimpan dendam. Tak masalah jika kau lebih jahat dariku karena kau mempunyai hati yang baik," beber Soon Geum tulus.
"Kau sungguh-sungguh jatuh cinta padaku?" tanya Gun Woo.
Soon Geum tersipu malu. Gun Woo berdiri dan melangkah pergi. Soon Geum bertanya apa dirinya sudah dimaafkan. Tak  mudah bagi Gun Woo untuk memaafkan Soon Geum. Ia bahkan berkata Soon Geum harus menunggu jutaan tahun untuk mendapatkan maaf darinya. Soon Geum tertunduk pasrah.


Tuan Hwang dan Nyonya Kang berbincang sambil menunggu pisau-pisau mereka diasah oleh tukang pengasah pisau yang datang ke 1st Street. Nyonya Kang mengundang Tuan Hwang untuk minum kopi bersama di rumahnya. Dari kejauhan Hyun Joo memperhatikan kebersamaan mereka.


Dua bersaudara pengasah pisau datang ke 1st Street memiliki maksud lain. Mereka mengincar tiket lotre milik Tuan Kang. Mereka berencana menyusup ke rumah keluarga Kang untuk mencuri tiket itu.  Diam-diam pria tertua merusak pintu rumah keluarga Kang. Lalu dengan sengaja menempelkan stiker jasa perbaikan pintu.


Soo Jung mengobati luka di jari Thu. Sementara itu, Hyun Joo mulai mencurigai Tuan Hwang dan Nyonya Kang terlibat affair. Hyun Joo menceritakan kecurigaannya pada Soo Jung. Mereka sepakat menjebak Nyonya Kang untuk melakukan aksi balas dendam.


Pagi hari Nyonya Kang memanggil jasa perbaikan pintu. Geun Bae datang berpura-pura sebagai tukang yang memperbaiki kode keamanan pintu.  Hal ini dilakukan untuk memudahkan mereka memasuki rumah keluarga Kang nanti malam. Mereka sudah memperkirakan bahwa rumah akan kosong karena penghuninya akan pergi ke pesta. Hanya ada seorang pembantu di dalam rumah.

Hyun Joo menghampiri Nyonya Kang. Ia mengajak berdamai. Nyonya Kang masih saja angkuh dengan memandang rendah Hyun Joo. Hyun Joo membulatkan tekadnya untuk membalas dendam.


Soon Geum mencoba menghubungi Gun Woo. Namun Gun Woo masih enggan berbicara dengannya. Dengan ponsel 'Shi Ah' pun Gun Woo tak mau mengangkat teleponnya.

Di kantornya Gun Woo melamun. Ia masih belum bisa memaafkan Soon Geum. Gun Woo teringat kembali pertemuannya dengan Soon Geum 3 tahun lalu.


Nyonya Kang mendapat telepon yang mengaku sebagai ibu kandung San. Wanita itu mengajak bertemu di coffee shop sebuah hotel.


Young Hee menyambangi rumah keluarga Kang. Soon Geum tengah meninabobokan San di gendongannya. Young Hee penasaran dengan tingkah Gun Woo dan Soon Geum kemarin malam. Mereka tak saling berbicara semenjak malam itu. Soon Geum menolak memberitahu Young Hee. Young Hee mengajak Soon Geum berkencan. Soon Geum malah tertawa. Soon Geum merasa aneh jika majikan berpacaran dengan seorang pembantu. Apa kata para tetangga nanti.
"Jadi karena itu kau tak bisa menerimaku? Bukan karena kau tak mempercayai kata-kataku? Dan ini bukan penolakan, kan?" tanya Young Hee.
Soon Geum hendak membantah namun Young Hee segera menawarkan diri untuk membawa San yang sudah tertidur ke kamarnya.

Soon Geum heran kenapa Young Hee tak peduli dengan perbedaan status sosial mereka.
"Aku seorang pria dan kau seorang wanita. Apa lagi yang kau perlukan?" ucap Young Hee. Kemudian ia berpamitan pergi untuk menghadiri pesta Family Gathering keluarga Kang di hotel.


Nyonya Kang membooking kamar hotel. Setelah itu ia pergi ke coffee shop menunggu ibu kandung San. Ternyata telepon kemarin dari Hyun Joo. Ia sengaja memancing Nyonya Kang keluar. Secara diam-diam Hyun Joo dan Soo Jung mengawasi Nyonya Kang dari kejauhan. Hyun Joo menduga Nyonya Kang akan menghubungi Tuan Hwang. Benar saja setelah lama menunggu ibu kandung San yang tak kunjung muncul, Nyonya Kang menelepon Tuan Hwang dan mengajaknya bertemu di kamar hotel.


Dua bersaudara mulai menjalankan aksinya. Mereka mendatangi kediaman keluarga Kang dengan menyamar menjadi pengantar jajangmyun. Mereka dengan mudah mengakses pintu rumah itu setelah sebelumnya Geun Bae datang menyamar sebagai tukang reparasi. Setelah masuk ke dalam, Geun Bae memutuskan kabel sistem keamanan. Kemudian mereka membagi tugas.Geun Bae kebagian menggeledah lantai dasar, sedangkan pria tertua lantai atas. Geun Bae masuk ke kamar Soon Geum. Mengandalkan indra penciumannya, Geun Bae menemukan sekardus uang di lemari pakaian Soon Geum. Geun Bae pergi ke dapur mencari tempat untuk mengangkut uang-uang itu.


Soon Geum belum menyadari rumah majikannya tengah disusupi perampok. Ia tengah berada di rumah keluarga Hwang. Ia berencana membersihkan isi rumah sehingga menitipkan San pada Thu.


Dua bersaudara telah berhasil menemukan tiket lotre di ruang kerja Tuan Hwang. Mereka kegirangan. Tanpa sengaja pria tertua melihat sederet nomor telepon di balik lotre itu.
"Apa ini, hyungnim?" tanya Geun Bae.
Pria tertua menduga pemiliknya sengaja menandai tiket lotre itu. Jika tiket lotrenya sampai dicuri, pemiliknya bisa membuktikan lotre itu miliknya di depan polisi.
"Mereka bisa melacak kita dengan ini. Orang kaya ini tak mempunyai hati nurani. Masih mengakali kita,  pria kaya busuk ini! Sudah jelas dia lebih kaya dari kita. Tapi karena dia harus membayar pajak, dia berniat menukar ini untuk mendapatkan uang lebih banyak. Tiket lotre ini sudah ditandai olehnya," sembur pria tertua.
Pria tertua mengurungkan niatnya mencuri tiket lotre itu. Geun Bae tak mengerti mengapa hanya sebuah nomor telepon menjadi masalah. Pria tertua tak mau mengambil resiko. Pemilik lotre pasti akan melaporkannya ke polisi. Cepat atau lambat tiket lotre itu akan kembali bersama dengan tertangkapnya mereka. Geun Bae tak mau tahu. Ia tetap ngotot mencuri tiket lotre itu. Pria tertua merampas tiket itu dari tangan Geun Bae dan mengembalikannya ke laci. Mereka saling berdebat. Bunyi bel di luar membuat mereka menghentikan perdebatan. Gun Woo pulang.

Gun Woo tak bisa masuk ke rumah karena kode keamanan telah diganti. Ia menunggu Soon Geum membukakan pintu untuknya. Karena tak kunjung keluar, Gun Woo menelepon Soon Geum. Soon Geum meninggalkan kedua ponselnya. Gun Woo kesal apalagi saat teleponnya tiba-tiba terputus. Di dalam kamar Soon Geum, Geun Bae yang telah me-reject teleponnya. Geun Bae bergegas memindahkan semua uang di dus ke dalam kotak jajangmyum yang dibawanya. 


Gun Woo masih menunggu. Soon Geum keluar dari arah rumah kelurga Hwang. Gun Woo memerintahkan Soon Geum segera mendekat dan membukakan pintu untuknya.


Soon Geum masuk ke kamarnya. Dua bersaudara bersembunyi di balik dinding dapur. Soon Geum syok saat mendapati kamarnya berantakan dan semua uangnya di dalam dus telah raib. Ia bergegas keluar dan terkejut saat memergoki 2 orang tak dikenal menyusup ke dalam rumah. Dua bersaudara segera membungkam mulut Soon Geum dan memasukkannya ke kamar.


Kecurigaan Hyun Joo terbukti. Tuan Hwang datang dengan tergesa-gesa ke hotel. Di lobby Tuan Kang melihat kedatangannya. Tuan Kang heran karena sebelumnya Tuan Hwang menolak hadir ke pestanya dengan alasan sibuk. 
Tuan Hwang naik ke lantai 5 menuju kamar Nyonya Kang di kamar nomor 548. Hyun Joo dan Soo Jung membuntutinya. Soo Jung syok karena Tuan Hwang dan Nyonya Kang benar-benar terlibat affair. Hyun Joo merasa menang.


Soon Geum disekap di dalam lemari. Mulut, kaki dan tangan Soon Geum di plester. Soon Geum berusaha keluar dari lemari yang juga di plester.
Gun Woo turun. Ia memanggil Soon Geum yang belum selesai membuatkan makanan untuknya. Dua bersaudara bersembunyi di belakang Gun Woo. Tanpa sengaja Geun Bae membuat suara. Reflek Gun Woo menoleh dan mencari sumber suara. Perlahan Gun Woo berjalan ke arah mereka. Dua bersaudara berjaga-jaga. Pria tertua berjalan memutar ke belakang Gun Woo. Lalu memukul kepala Gun Woo dengan vas bunga. Gun Woo menoleh. Menatapnya dengan tajam. Dua bersaudara ketakutan karena Gun Woo sama sekali tak merasakan sakit.
"Siapa kau?" tanya Gun Woo. Darah segar mulai mengucur dari kepalanya. Lalu ia ambruk dengan cepat.
"Respon pria ini sangat lambat," seru pria tertua pias.


Soon Geum merasa telah terjadi sesuatu yang buruk pada Gun Woo. Ia berusaha mendobrak pintu lemari. Dan berhasil. Soon Geum bangun dengan kakinya masih terikat. Ia melompat-lompat menuju ruang tengah.  Sementara itu Gun Woo yang setengah pingsan di seret ke tengah ruangan. Ia juga menerima beberapa pukulan. Soon Geum panik saat melihat tangan dan kaki Gun Woo tengah diikat. Apalagi banyak darah yang berceceran di dekat kepala Gun Woo. Soon Geum mendekat dan berusaha menyerang pria tertua. Dengan kaki terikat tentu saja Soon Geum tak dapat bergerak bebas. Pria tertua hanya berusaha menghindari injakan kaki Soon Geum.


Soon Geum direbahkan di sisi Gun Woo. Bel kembali berbunyi. Kali ini Thu dan San datang. Dua bersaudara segera kabur dengan menerobos pintu. Thu dan San tersungkur setelah diterjang dari dalam. San menangis. Thu panik dan segera meredam tangis San. Dua bersaudara bergegas memacu motor meninggalkan 1st Street. Thu langsung menghubungi polisi. 


Soon Geum membangunkan Gun Woo yang tak sadarkan diri. Perlahan Gun Woo membuka matanya. Soon Geum menangis melihat Gun Woo terluka sedangkan ia tak bisa berbuat apa-apa.
"Jangan menangis. Aku baik-baik saja," Gun Woo menenangkan Soon Geum.
Tangis Soon Geum semakin keras.

Gun Woo mencoba bangkit. Ia meminta Soon Geum mendekat. Mereka duduk saling membelakangi. Gun Woo berusaha melepas ikatan plester di tangan Soon Geum.
Dari arah luar Thu berteriak nyaring.
"Soon Geum...Soon Geum... Apa kau baik-baik saja? Aku sudah lapor polisi."
Soon Geum dan Gun Woo menarik nafas lega. Gun Woo tertunduk. Ia hampir jatuh pingsan lagi. Soon Geum mengguncang tubuh Gun Woo. Gun Woo terhenyak. Lalu menoleh pada Soon Geum.
"Ahjumma, kau baik-baik saja? Apa kau terluka?" tanyanya lemah.
Soon Geum menggeleng. Soon Geum menggumamkan sesuatu, namun suaranya tak jelas karena teredam plester yang menutupi mulutnya. Gun Woo mendekati wajah Soon Geum. Perlahan ia mencium pipi Soon Geum. Soon Geum terkejut dan reflek menutup matanya.

Gun Woo menatap Soon Geum heran.
"Buka matamu, Ahjumma. Jangan berpikir macam-macam. Buka matamu yang lebar," serunya.
Bukan waktunya berlaku romantis. Gun Woo hanya ingin membantu Soon Geum melepaskan plester di mulutnya. Soon Geum segera menggeleng karena sempat mengira Gun Woo tengah menciumnya. Gun Woo kembali mendekat. Ia berusaha melepas plester di mulut Soon Geum. Soon Geum kembali memejamkan matanya. Akhirnya Gun Woo berhasil melepas plester itu. Soon Geum membuka matanya. Ia menatap Gun Woo. Perasaan bersalah kembali menyeruak di dadanya.
"Aku minta maaf karena telah membohongimu. Dua orang ini telah jatuh cinta padamu. Aku minta maaf," ucap Soon Geum dengan mata berkaca-kaca.
Gun Woo menatap Soon Geum. Matanya perlahan meredup. Gun Woo jatuh pingsan.


Gun Woo segera dilarikan ke rumah sakit. Soon Geum mengantar Gun Woo. Di dalam ambulance Soon Geum tak mau melepaskan pandangannya pada Gun Woo. Ia menggenggam tangan Gun Woo dan terlihat sangat mengkhawatirkannya. Gun Woo membuka matanya. Setengah sadar ia meminta Soon Geum tak menjadikan kondisinya sebagai alasan untuk bersentuhan. Soon Geum segera melepas tangannya.


Tak seperti terlihat dari luar, ternyata Nyonya Kang tertekan dengan kehidupan pernikahannya dengan Tuan Kang. Ia butuh seseorang untuk tempatnya bersandar yang tak pernah didapatnya dari suaminya sendiri. Malahan ia merasa nyaman merebahkan kepalanya di bahu Tuan Hwang.


Tuan Kang pergi ke kamar Nyonya Kang. Ia sedikit mencurigai Tuan Hwang yang tadi dilihatnya naik ke lantai 5. Ia mencoba menghubungi ponsel istrinya, namun tak ada jawaban. Tuan Kang berjalan melewati Hyun Joo yang tengah menunggu Soo Jung di depan toilet. Hyun Joo syok saat melihat kehadirannya. Ia segera menarik Soo Jung yang baru keluar dari toilet untuk bersembunyi.
Hyun Joo takut affair antara Nyonya Kang dan Tuan Hwang terbongkar. Ia mendorong Soo Jung untuk memperlambat Tuan Kang menuju kamar istrinya. Soo Jung jelas keberatan. Tapi Tuan Kang sudah terlanjur melihatnya. Tak tahu apa yang harus diperbuat. Soo Jung memilih naik lift bersama Tuan Kang. Soo Jung menekan tombol lantai 2. Saat pintu terbuka, ia sengaja hanya menengok dari ujung pintu lift dan berpura-pura salah lantai. Tuan Kang hening. Pintu lift tertutup. Soo Jung kembali menekan tombol lantai 3. Saat lift terbuka di lantai 3, Soo Jung kembali mengulangi aksinya. Tuan Kang mulai kesal. Lantai 4, Soo Jung tetap berinisiatif salah lantai. Tuan Kang sudah tak bisa menahan kesabarannya. Ia berteriak sangat keras pada Soo Jung. Soo Jung jelas ketakutan dan segera meminta maaf. Di lantai 5 Tuan Kang turun. Soo Jung tetap di dalam lift.


Nyonya Kang berganti gaun pesta. Tuan Hwang membantunya memakai kalung. Telepon di kamarnya berdering. Hyun Joo menghubunginya dari lobby hotel. Ia kembali berpura-pura sebagai ibu kandung San. Hyun Joo memperingatkan Nyonya Kang bahwa Tuan Kang tengah menuju ke kamarnya. Nyonya Kang panik.


Tuan Kang menekan bel. Nyonya Kang membukakan pintu untuk suaminya. Tuan Kang memuji penampilan istrinya. Tapi diam-diam Tuan Kang mencari keberadaan Tuan Hwang di kamar itu.
Tuan Hwang bersembunyi di kamar depan. Kebetulan kamar itu tengah dibersihkan. Tuan Hwang buru-buru pergi dengan sebelumnya memberikan tips untuk petugas CS.


Gun Woo terbaring di rumah sakit. Ia masih tak sadarkan diri. Ia mengalami luka di kaki, kepala dan memar-memar di wajahnya. Soon Geum membicarakan kondisi Gun Woo dengan dokter. Dokter mengatakan tak ada luka serius pada Gun Woo. Hanya luka pukulan di kepalanya mungkin akan menyebabkan Gun Woo mengalami amnesia. Soo Geum kaget. Dokter menjelaskan jika amnesia yang dialami Gun Woo hanya sementara.
Gun Woo sudah tersadar. Seorang suster masuk untuk memberikan suntikan. Ia meminta Soon Geum membantunya menurunkan celana Gun Woo. Tanpa malu-malu Soon Geum membuka celana Gun Woo. Gun Woo yang malah terlihat malu. Soon Geum mengaku sudah terbiasa melihat bokong. Selama 3 tahun ia yang selalu mengganti popok San.

Gun Woo menyuruh Soon Geum pulang karena Young Hee akan menemaninya di rumah sakit. Soon Geum menolak. Ia berniat menjaga Gun Woo. Soon Geum mengambil buku dan berpura-pura menjadi patung.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Gun Woo.
"Patung Liberty," jawab Soon Geum menirukan gaya Patung Liberty.
"Aku kehilangan kebebasanku karena kau," sindir Gun Woo. "Aku baik-baik saja. Pulanglah!"


Soon Geum meletakkan buku lalu mengambil perban dan membebat matanya. Kembali menirukan gaya patung Lady Justice.
"Selalu mengatakan kebohongan....kau memiliki kepribadian ganda dan menipu laki-laki setiap kali ada kesempatan. Siapa kau berbicara tentang keadilan?" sembur Gun Woo.

Soon Geum tetap ngotot tak mau pulang. Gun Woo memerintahkan Soon Geum tak beranjak dari tempatnya satu inchi pun. Soon Geum mengangguk patuh. Gun Woo tertawa senang.


Di tengah pesta Young Hee mendapat kabar dari rumah sakit. Tuan dan Nyonya Kang ada di dekat Young Hee. Mereka dapat mendengar bahwa Gun Woo terluka karena rumah mereka kerampokan.

Tuan dan Nyonya Kang panik. Mereka buru-buru meninggalkan pesta. Ironisnya mereka bukan pergi ke rumah sakit malahan kembali ke rumah untuk memeriksa barang-barang berharga milik mereka. Nyonya Kang masuk ke lemari wardrobe-nya dan memeriksa semua perhiasannya dan sangat lega saat perhiasannya tak ada yang raib. Begitu juga dengan Tuan Kang. Ia langsung memeriksa tiket lotrenya yang ia sembunyikan di laci meja kerjanya. Tiket lotre itu masih tersimpan dengan aman disana. Setelah memastikan tak ada barang yang hilang mereka baru memikirkan Gun Woo.

Tanpa Tuan Kang ketahui, Geun Bae telah mengganti tiket lotrenya dengan tiket lotre palsu yang sepintas terlihat sama. Hanya nomor serinya yang berbeda. Tiket lotre asli bernomor seri 334, sedangkan tiket lotre yang palsu bernomor sero 336. Geun Bae juga cukup cerdik dengan menyalin nomor telepon yang ada di belakang tiket lotre itu.


Young Hee menemui Gun Woo di rumah sakit. Gun Woo tertidur akibat suntikan tadi. Soon Geum sudah pulang ke rumah. Gun Woo sedikit kecewa karena Soon Geum tak menepati janjinya. Young Hee menawarkan membeli snack untuk Gun Woo.


Hyun Joo dan Soo Jung sengaja menunggu Tuan Hwang di lobby. Mereka berpura-pura kebetulan berpapasan dengan Tuan Hwang dan minta tumpangan.


Gun Woo terbangun dari tidurnya. Soon Geum kembali sebagai Yoon Shi Ah. Gun Woo tertegun menatap 'Shi Ah'. Soon Geum tersenyum manis.
"Kau terluka. Aku berharap ini tidak benar. Shi Ah juga mengkhawatirkanmu."
Gun Woo salah tingkah. Ia malah mengusir Soon Geum.

Soon Geum tak mau menyerah dan malah mendekat. Sesuai anjuran dokter Soon Geum ingin tinggal bersama Gun Woo karena dikhawatirkan Gun Woo mengalami amnesia.
"Siapa yang amnesia? Kau berbohong dengan menjadi 2 orang yang berbeda, aku masih ingat dengan jelas," sembur Gun Woo.
"Aku kira kau masih belum bisa melupakanku," terka Soon Geum.
Gun Woo hendak membantah.
"Shi Ah juga aku. Awalnya aku ingin bersaing dengan Yoon Shi Ah dan kemudian menang," ungkap Soon Geum. "Sepertinya kau lebih menyukainya. Aku cemburu padanya. Aku iri dengannya."
"Siapa yang lebih menyukai Gun Woo?" tanya Gun Woo penasaran.
"Hatiku sama. Aku tak ingin bimbang."
Soon Geum duduk di tepi ranjang. Ia memijat kaki Gun Woo. Soon Geum berjanji akan datang pada pagi hari sebagai Soon Geum dan akan datang pada sore hari sebagai Shi Ah.
"Jika ada banyak orang, kau tak akan kesepian," hibur Soon Geum. Gun Woo tertawa. 
Soon Geum berdiri. Gun Woo meminta Soon Geum tak meninggalkannya.
"Mereka berdua benar-benar menyukaiku, kan?" tanya Gun Woo.
Soon Geum mengangguk 2 kali untuk menegaskan perasaannya pada Gun Woo.

Gun Woo bangun. Ia meminta Soon Geum membantunya membuka tutup kepalanya. Soon Geum duduk di depan Gun Woo lalu menuruti permintaan Gun Woo. Mereka saling menatap. Wajah Soon Geum merona.
"Sekarang tutup matamu!" Perintah Gun Woo.
"Aku mungkin akan membayangkan sesuatu yang aneh," sahut Soon Geum.
Gun Woo mendekat lalu mengecum bibir Soon Geum dengan lembut. Soon Geum menutup matanya. 

Sementara itu, Young Hee berjalan ke arah kamar Gun Woo dengan membawa 2 kantong snack ukuran jumpo yang dipesan Gun Woo. 

Di dalam kamar ciuman Gun Woo dan Soon Geum masih berlangsung. Mereka saling mencurahkan perasaan masing-masing.