Sabtu, 30 Juli 2011

Sinopsis Scent of A Woman Episode 1



Ketika Lee Yeon Jae membuka mata, ia berada di sebuah pulau yang tak berpenghuni. Dengan panik Yeon Jae memandang sekeliling.
"Apa ada orang disini?" teriaknya.

Sebuah kapal melintas. Yeon Jae segera mengejar dan memanggilnya. Namun kapal itu terus berlayar tanpa melihat keberadaannya. Yeon Jae putus asa dan mulai menangis. Sebuah bola dengan gambar topeng mengapung di dekatnya. Yeon Jae memungut bola itu dan memeluknya.
"Aku takut. Ini sangat menakutkan."

Tiba-tiba bola yang dipeluknya jatuh dan hanyut terbawa air laut. Yeon Jae berteriak-teriak memanggilnya.
"Hey, William. Kemana kau akan pergi? Tetap disini."
Bola itu terus hanyut dan kemudian tenggelam. Tiba-tiba keajaiban muncul. Tempat dimana bola itu menghilang, muncullah seorang pria dengan mengenakan celana pendek hitam. Pria itu mendekati Yeon Jae dan merentangkan tangannnya.
"William?" tanya Yeon Jae.
Pria itu tersenyum. Yeon Jae menyerahkan tangannya pada pria itu. Lalu mereka berciuman.

Scene berganti. Yeon Jae tengah berada di rumah sakit. Ia tertidur sambil memonyongkan bibirnya. Sebuah selang dimasukkan ke dalam mulutnya. Yeon Jae memberontak dan ingin memuntahkan selang itu.


Perusahaan tourist agency dimana Yeon Jae bekerja mengadakan gathering. Sementara yang lain tengah asyik bermain voli, Yeon Jae memilih mendengarkan curhatan rekan kerjanya. Temannya mengaku terjadi komplikasi dengan payudaranya (dampak oplas). Yeon Jae hanya memandanginya dengan kasihan. Temannya bertanya bagaimana Yeon Jae bisa menurunkan berat badannya dengan drastis. Yeon Jae berkata karena ingin pergi kencan dan semalam baru saja bermimpi aneh.

Manager mendatangi mereka berdua dengan memanggil mereka perawan tua. Ia menyuruh mereka bergabung dengan yang lain. 

Acara selanjutnya adalah makan bibimbap bersama. Bibimbap dibuat dalam ukuran raksasa dan ditempatkan dalam mangkuk besar. Rombongan President datang. Manager mempertanyakan kesiapan bibimbap-nya.  Ia memerintahkan Yeon Jae menambahkan pasta cabe ke dalam bibimbap. Yeon Jae segera mengambil sekotak pasta cabe.

Rekan kerja Yeon Jae yang mata duitan melihat koin uang di tanah. Ia jongkong untuk mengambil koin itu. Yeon Jae yang terburu-buru lewat dan tak sengaja menabrak sendok kayu yang di bawanya. Akibatnya ia jatuh terjerembab ke dalam mangkuk bibimbap. Semua orang syok. Keributan terjadi melihat Yeon Jae merusak makan siang mereka. Yeon Jae hanya bisa meminta maaf.

Yeon Jae sukses menghancurkan acara itu. Masing-masing orang sibuk memesan makanan lewat telepon. Manager memarahi Yeon Jae. Yeon Jae ingin mengatakan penyebab hingga ia terjatuh, namun tak tega jika rekan kerjanya ikut dimarahi. Ia menanggung semua kesalahan itu sediri. Manager terlalu marah untuk menerima permintaan maaf Yeon Jae. Karenanya 100 orang kelaparan sekarang. 


Pulang ke rumah, Yeon Jae mendapati ibunya tengah bertengkar dengan kakek pemilik rumah. Yeon Jae berusaha melerai pertengkaran mereka dan mengajak ibunya masuk ke dalam rumah. Ibunya mengeluh karena masih tinggal di rumah kontrakan. Yeon Jae berjanji akan secepatnya membeli rumah untuk mereka. Ibunya tak mau menunggu lama. Beliau menyarankan putrinya untuk menikahi pria kaya. Yeon Jae berkata cara itu juga tak akan ampuh. Ibunya marah-marah. Ia berniat menghubungi biro jodoh. Yeon Jae segera merampas ponsel dari tangan ibunya. Ia tak mau ibunya membuang-buang uang untuk hal seperti itu. 
 


Lee Yeon Jae membawa dus berisi tumpukan berkas dengan susah payah. Yeon Jae ini tipikal pegawai yang ditindas dan dengan suka rela melakukan perintah dari semua rekan-rekan kerjanya. Terbukti salah satu rekan kerjanya, Na Ri dengan seenaknya menambah tumpukan berkas diatas dusnya. Yeon Jae hanya memandanginya dengan kesal. Ia membawa berkas itu ke atas meja. Rekan kerjanya yang lain memberinya setumpuk brosur. Yeon Jae merasa mengenali gambar pulau di brosur itu. Pulau itu sama seperti dalam mimpinya. Rekan kerjanya memberitahu itu adalah sebuah pulau di Okinawa, Jepang. Yeon Jae takjub tempat itu benar-benar ada.

Agency Yeon Jae mendapat klien seorang bintang film Hongkong, Micky Chan. Manager menanyakan persiapan Yeon Jae menyambut kedatangan Micky Chan yang me-request mobil terbuka untuk berkeliling Korea. Dari 6 orang pemilik mobil jenis itu, sudah 5 orang yang menolaknya. Manager menyarankan Yeon Jae berhenti bekerja dan membuka restoran bibimbap jika tak berhasil mendapatkan mobil itu.


Yeon Jae mendatangi kantor orang terakhir yang bisa meminjaminya mobil. Resepsionis menolak mempertemukan Yeon Jae dengan bos-nya. Yeon Jae harus membuat janji sebelumnya. Yeon Jae terus saja memaksa.
Ternyata pemilik mobil tengah berada di rumah sakit karena mengalami kecelakaan dengan luka yang cukup parah. Yeon Jae meminta izin untuk meminjam mobilnya. Pria itu mengatakan kondisi mobilnya sama sepertinya sekarang ini. Pria itu menyarankan Yeon Jae untuk mengecek mobil jenis itu ke agen mobil karena kabarnya mobil keluaran terbaru akan datang. 


Yeon Jae segera pergi. Dari seberang jalan Yeon Jae melihat sebuah mobil sport merah terparkir diluar. Seorang pria berjas hitam keluar dari dalam show room dan membawa pergi mobil itu. Yeon Jae panik. Ia segera menyetop sebuah taksi dan meminta taksinya mengejar mobil itu.


Yeon Jae terkejut saat mobil itu berhenti di depan kantornya. Seorang pria tampan keluar dari mobil sport merah itu. Dia adalah Kang Ji Wook. Yeon Jae langsung terpesona dengan ketampanannya. Sekilas Ji Wook menoleh pada Yeon Jae.

Supir taksi memberi Yeon Jae uang kembalian. Namun naas sebelum turun, taksi yang ditumpanginya ditabrak sebuah truk dari belakang.


Kang Ji Wook memasuki kantornya. Seluruh karyawan bersamaan membungkukkan badan memberi hormat.

Ji Wook masuk ruang meeting dan memperkenalkan dirinya. Sebagai putra dari Presiden Kang, Ji Wook baru saja diangkat sebagai Direktur di kantor pusat. Tapi dengan tegas Ji Wook berkata tak berencana bekerja sebagai anak Presiden maupun dengan jabatan barunya sebagai  Direktur. Ji Wook merasa belum banyak pengalaman dibandingkan dengan karyawan yang rata-rata bekerja selama 20 tahun lebih. Setelah kemampuannya cukup, baru dirinya mau terlibat di dalam perusahaan.


Presiden Kang (banyak muka-muka familiar disini) kurang menyukai kata sambutan dari putranya. Ia ingin Ji Wook menangani semua pekerjaannya. Ayah dan anak saling menyindir.

Ji Wook mendapat seorang asisten, Park Sang Woo. Setelah meeting selesai mereka berbicara di dalam kantor Ji Wook. Sang Woo menyerahkan draft pekerjaan yang harus ditangani Ji Wook. Sang Woo mendapat mandat langsung dari Presiden Kang. Ji Wook mengambil berkas itu dan mulai berbasa-basi.
"Berapa lama kau disini?"
"Enam tahun," jawab Sang Woo.
"Seseorang bekerja selama 6 tahun menjadi Manager Tim. Dan seseorang menjadi Direktur segera setelah dia datang. Dunia ini benar-benar kejam."
Sang Woo hanya diam saja. Ji Wook menyerahkan semua urusan pekerjaan itu pada Sang Woo.


Yeon Jae berakhir di rumah sakit. Supir taksi yang khawatir memaksa Yeon Jae melakukan check up. Yeon Jae meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. Ia hanya minta supir taksi mengganti kacamatanya yang rusak.

Seorang dokter masuk. Ia ingin membicarakan sesuatu hal dengan Yeon Jae. Ia meminta Yeon Jae mengikutinya ke ruang kerjanya. Seorang dokter lain menyapa dokter itu, Dokter Choi Eun Suk. Ingatan Yeon Jae langsung berputar ke masa lalu. 

Flash Back.
Yeon Jae kecil berpapasan dengan teman SD-nya di sebuah lorong.
"Choi Eun Suk, apa kau poop di celanamu?"
Choi Eun Suk langsung menangis. 

Yeon Jae yakin dokter di depannya adalah Choi Eun Suk teman SD-nya. Ia bertanya apakah mereka pernah bertemu sebelumnya. Dokter Choi Eun Suk menjawab dengan dingin bahwa ia tak yakin.
"Bukankah kau poppy Suk?" tanya Yeon Jae masih penasaran.
Dokter Choi Eun Suk terkejut. 
"Jadi itu benar-benar kau, Poop Suk!"

Dokter Choi Eun Suk kesal karena Yeon Jae terus-terusan memanggilnya Poop Suk. Harga dirinya langsung jatuh. Ia hanya diam saja mendengar celotehan Yeon Jae.
"Sekarang ini aku disini duduk sebagai Eun Suk, dokter dan kau Lee Yeon Jae sebagai pasienku. Seharusnya kau berterimakasih pada supir taksi yang menyebabkanmu kecelakaan."
Yeon Jae mengerutkan kening. "Apa? Karena kita bertemu?"
"Menemukan sebuah tumor," sahut Eun Suk.
Yeon Jae jelas syok. Senyumnya mendadak hilang. Eun Suk menunjukkan foto rontgen kepala Yeon Jae. Ia menjelaskan ukuran tumor itu sekitar 3 cm.

"Apa itu kanker?" tanya Yeon Jae gugup.
"Kami perlu pemeriksaan lanjutan untuk konfirmasi," ucap Eun Suk.
"Jika itu bukan kanker, kita tak perlu menjalani tes itu, kan?" Yeon Jae sangat ketakutan.
Eun Suk menangkap ada sesuatu yang aneh karena sedari tadi Yeon Jae terus-terusan menyebutkan kanker. Padahal ia sendiri tak berani menvonis tumor di kepala Yeon Jae sebagai kanker. Yeon Jae mengaku syok dengan kabar itu. Ia hanya melakukan check up dan tiba-tiba mendapatkan sebuah tumor. Ia juga takut jika harus melewati meja operasi. Eun Suk meminta Yeon Jae melakukan pemeriksaan pada hari Kamis. Ia juga memintanya membawa seorang wali. Yeon Jae mengatakan tak bisa pergi pada hari kamis. Ada pekerjaan yang tak bisa ditinggalkannya. Ia meminta pemeriksaan dilakukan pada akhir pekan. Eun Suk menolak. Ia ingin pemeriksaan dilakukan secepatnya. 
Yeon Jae kembali membahas pertemuan mereka. Ia mengaku senang bertemu dengan Eun Suk.
"Aku memanggilmu poopy Suk. Aku pikir kau pindah sekolah karena kejadian itu."
Eun Suk jengah. Ia beralasan sibuk dan berkata tak mengingat Yeon Jae sama sekali.


Di luar Yeon Jae mendengus kesal. Ia tahu bahwa Eun Suk berbohong. Ponselnya berbunyi. Managernya menanyakan mobil yang dipesannya.


Yeon Jae kembali ke kantornya. Mobil sport merah itu masih terparkir di luar. Ia mencari tahu pemilik mobil itu dengan bertanya pada petugas parking. Dengan wajah sumringah Yeon Jae menghampiri Manager.
"Manager, kau tak perlu khawatir tentang mobil itu. Pemilik mobil itu bekerja disini sebagai Kepala Direktur. Dia tak mungkin tidak meminjamkan mobilnya pada kita. Aku kira aku dapat meyakinkan dia untuk meminjamkan mobilnya."
"Cepat pergi," balas Manager.
Yeon Jae tak kunjung pergi. Ia memberanikan diri meminta izin libur pada hari kamis. Managernya menolak permintaannya mentah-mentah.


Yeon Jae melangkah ke toilet dengan gontai. Ia teringat Ji Wook yang dilihatnya tadi pagi. Senyumnya merekah.

Na Ri ikut masuk. Ia meminta diri untuk menyelesaikan masalah peminjaman mobil. Ia berencana merayu Direktur baru mereka. Yeon Jae berkata tak perlu.
"Apa kau tertarik pada Kepala Direktur?" tanya Na Ri tajam.
Yeon Jae langsung menyangkal. Na Ri tersenyum culas. Ia tak perlu repot-repot meminta persetujuan Yeon Jae lagi. Setelah menyemprotkan parfum ke tubuhnya dengan berlebihan, Na Ri bersiap-siap pergi ke ruangan Ji Wook.

"Na Ri-sshi!" Panggil Yeon Jae. Na Ri menoleh. "Kapan kau akan mengembalikan uang yang kau pinjam?"
"Apa aku terlihat seperti orang yang tak pernah membayar utang? Aku akan membayar utangku!" Sahut Na Ri kesal.
Yeon Jae mendengus. Sudah berulang kali Na Ri mengatakan hal itu.


Na Ri mendatangi ruangan Ji Wook dan mengatakan maksud kedatangannya untuk meminjam mobil. Ia berkata akan memberikan kompensasi jika Ji Wook menginginkan. Ji Wook malah marah. Apa dirinya terlihat seperti orang yang tak punya uang sampai menyewakan mobil. Dengan muka manis Na Ri berkata akan menyediakan mobil lain untuk Ji Wook. Ji Wook menolak meminjamkan mobilnya. Ia dapat menebak jika Na Ri tertarik padanya. Ia bahkan bisa tahu Na Ri akan sering berkunjung ke ruangannya dengan alasan pekerjaan. Na Ri malah kege-eran.
"Mulai dari sekarang dan seterusnya, jangan menyemprot parfum jika kau datang ke ruanganku," ucap Ji Wook tajam.


Na Ri keluar dari ruangan Ji Wook. Dengan bangga ia melaporkan bahwa Ji Wook bersedia meminjamkan mobilnya. Manager memuji hasil kerjanya. Na Ri membual pada rekan kerjanya yang lain jika Ji Wook menyukai wangi parfumnya. Yeon Jae hanya memandanginya dengan iri.


Jam kerja berakhir. Seluruh karyawan berencana pergi bersenang-senang ke tempat karaoke. Mereka berjalan menuju lift. Pintu lift terbuka. Ji Wook ada di dalamnya.

Seluruh karyawan menunduk hormat. Karena sungkan, tak ada yang berani masuk.
"Apa ada rumor tentang Direktur baru yang mempunyai penyakit sehingga kalian tak mau masuk?" tanya Ji Wook.
Semua orang tertawa mendengar gurauan Ji Woo. Yeon Jae semakin terpesona pada kharisma Ji Wook.

Satu persatu mereka masuk ke dalam lift. Yeon Jae paling terakhir masuk. Na Ri menyenggol lengan Yeon Jae. Yeon Jae mengerti dan langsung melangkah keluar. 


Ji Woo dan ayahnya sedang menunggu kedatangan Im So Kyeong untuk makan malam bersama. Presiden Kang berencana menjodohkan putranya dengan So Kyeong yang tentunya memiliki status sosial sama dengan mereka. Ji Wook tentu tak menyukai perjodohan ini. Namun ia tak berusaha menolaknya. 

Sepertinya So Kyeong datang terlambat. Ji Wook tak sabar menunggu kedatangannya. Ia menyindir ayahnya yang biasanya membenci orang yang tak tepat waktu. Tak lama kemudian So Kyeong datang. Ia meminta maaf atas keterlambatannya dan ayahnya yang tak bisa datang bersamanya. Dari wajah datar So Kyeong terlihat bahwa ia juga tak menyukai perjodohan ini. Sepertinya mereka hanya memenuhi syarat orang kaya yang harus menikah dengan orang kaya.

"Jika tahu dia tak datang, aku tentu akan membiarkan kalian berdua saja," ucap Presiden Kang.
"Kau membuat perjalanan sia-sia," celetuk Ji Wook.
"Apa maksudmu dengan perjalanan sia-sia? Makan malam dengan calon menantuku adalah kesempatan yang menyenangkan. Bukankah dia cantik malam ini?" sahut Presiden Kang.
"Dia malah terlihat lelah," ucap Ji Wook.
"Bicara apa kau? Dia terlihat cantik dimataku."
"Dia benar. Aku lelah," ucap So Kyeong dingin.
So Kyeong menceritakan seputar pekerjaannya. So Kyeong seorang promotor. Ia sedang sibuk menyiapkan konser VVIP pianis terkenal Andy Wilson. So Kyeong menawarkan kerjasama dengan tourist agency milik Ji Wook untuk mengantar Andy Wilson berkeliling Korea Selatan.


Setelah makan malam, So Kyeong meminta Ji Wook mengajaknya ke rumah. Ji Wook tinggal terpisah dari ayahnya.

So Kyeong menegaskan mengenai hubungan mereka berdua.
"Aku ingin membuat sesuatunya jelas. Sampai kita menikah, akan bagus jika kau tak mengurusi kehidupan pribadiku. Siapapun yang bertemu denganku. Apa saja yang kulakukan. Sebaliknya, aku tak akan mengurusi siapa saja yang bertemu denganmu atau apa saja yang kau lakukan," ucapnya. 

"Itu alasan kau datang ke rumahku?" tanya Ji Wook.
"Aku pikir bagus mengetahui kepribadian pria yang akan kunikahi."
"Kau tak perlu mempertimbangkannya terlalu jauh. Karena rumah adalah kepribadianku juga."
So Kyeong berpamintan. Ji Wook berkata apa dia harus memberi tumpangan.
"Apa kau ingin mendapatkan nilai dariku? Lakukan dengan memberi perhatian lebih pada Wilson."
Ji Wook hanya tersenyum. 


Yeon Jae dan rekan-rekannya berkaraoke bersama. Pak Manager yang pertama kali menyumbangkan sebuah lagu. Yeon Jae terlihat melamun. Ia sama sekali tak menikmati acara itu. Manager menarik Yeon Jae ke panggung dan mengajaknya menyanyi bersama. 

Yeon Jae pergi ke toilet. Tanpa sengaja ia mendengar obrolan Na Ri dan rekan sekerjanya sedang membicarakannya. 
"Yeon Jae sangat mengganggu. Mengapa dia harus menyanyi bersama? Apa dia tak mengerti pelecehan seksual?"
"Karena dia mempunyai kebiasan menjilat. Dia pegawai kontrak sebelum menjadi pegawai tetap. Dia dapat bekerja disini selama bos menyukai pekerjaannya. Sepenuhnya mengabaikan harga dirinya sendiri. Sangat memalukan jika pada usianya tak bekerja. Jika dia keluar, kemanapun dia pergi bahkan tak dapat menikah," ejek Na Ri.

Yeon Jae mendengar semua percakapan mereka dengan sedih. Yeon Jae menahan diri untuk tak melabrak mereka (Ada kalanya kita tak perlu bersusah payah melakukan pembenaran tentang diri kita pada orang lain. walaupun kita merasa apa yang mereka bilang tentang kita nggak benar. Percuma saja jika mereka sudah men-judge kita seperti itu. Cuma mengotori mulut kita aja-pengalaman pribadi bgt, hehe...).


Tim Yeon Jae membahas mengenai kedatangan Andy Wilson. Wilson terkenal dengan sifatnya yang pemilih. Kepribadiannya sensitif dan eksentrik. Tak ada orang yang bisa menebak kemauannya yang berubah-ubah. Terlebih lagi Wilson seorang Muslim. Wilson merupakan keturunan Korea yang diadopsi keluarga muslim. Tentu saja makanan yang dimakannya harus berlabel Halal.

Manager pusing karena tak mudah mencari restoran muslim terdekat. Yeon Jae memberi usulan untuk meminta restoran menyajikan makanan halal.
"Berbohong saja tentang itu," ucap Na Ri enteng (toleransi beragama itu perlu, Bu!)
"Pertama-tama, siapa yang akan mengantar klien VVIP Wilson?" tanya Manager. 
Semua orang terdiam lalu sibuk dengan buku catatannya masing-masing. Sampai Manager memukul meja, tetap tak ada yang mengajukan diri.

Manager stress dengan kelakuan anak buahnya. Yeon Jae kembali meminta izin libur pada hari Kamis. Sekali lagi Manager menolaknya.
"Aku harus pergi ke rumah sakit. Sesuatu yang aneh muncul di tubuhku dan aku harus menjalani beberapa tes," Yeon Jae memberi alasan.
"Apa kau terserang penyakit mematikan?" Manager tak mempercayai alasan Yeon Jae.
"Jika kau memberiku izin libur, aku akan menangani Wilson," Yeon Jae terus saja memohon.

Manager terpaksa memenuhi permintaan Yeon Jae karena tak ada yang bersedia menjadi guide untuk Wilson. Young Jae mendatangi peternakan muslim. Disana ia menangkap ayam sendiri dan melihat bagaimana cara muslim menyembelih ayam. Ayam itu dimasukkan ke dalam kantong plastik yang dilabeli halal.


Yeon Jae datang menemui So Kyeong. Yeon Jae memuji So Kyeong yang sukses dalam karier di usia muda. Menangani watak klien yang unik, So Kyeong mewanti-wanti Yeon Jae untuk menjaga mood Wilson. Yeon Jae mengerti. So Kyeong mengajak Yeon Jae menemui Wilson. Ia berjalan di depan Yeon Jae. Dari belakang Yeon Jae kagum melihat kaki jenjangnya.


Wilson datang bersama istrinya yang juga keturunan Korea. Wilson mahir berbahasa Korea. So Kyeong memperkenalkan Yeon Jae yang akan menjadi tour guide untuk mereka. Sudah dapat ditebak, Wilson terlihat tak bersahabat. Ia bahkan enggan bersalaman dengan Yeon Jae.

Yeon Jae mengantar Wilson dan istrinya dengan limosin. Ia menyetel salah satu album Wilson. Wilson langsung meminta Yeon Jae mematikan musiknya. Istri Wilson memberitahu jika suaminya tak suka mendengarkan musiknya sendiri. Yeon Jae segera meminta maaf.

Yeon Jae mengajak Wilson dan istrinya menikmati alam Korea. Mereka mendatangi hutan dengan pepohonan yang telah berusia 50 tahun. Lalu mereka pergi ke perkebunan teh hijau. Wilson sama sekali tak kagum dengan pemandangan disana. Ia malah sibuk membandingkan view disana dengan alam di negara lain yang pernah dikunjunginya. Wilson kesal dan ingin mengakhiri wisata alamnya.

Istri Wilson meminta Yeon Jae memaklumi sifat suaminya. Wilson selalu berpikir jika dirinya dibuang oleh orang tua kandungnya. Makanya ketika kembali ke tanah kelahirannya, Wilson merasa marah.

Berikutnya Yeon Jae mengajak pasangan itu makan siang di sebuah restoran tradisional. Yeon Jae telah menyiapkan masakan Imperial Chicken yang merupakan hidangan istana kerajaan dari era Joseon. Wilson memastikan makan siangnya halal. Yeon Jae meyakinkan bahwa ia sendiri yang menangkap ayam itu dan melihat cara penyembelihannya.
Yeon Jae mempersilahkan mereka masuk. Tanpa terduga restoran tutup dan disegeli police line. Yeon Jae panik. Mood Wilson kembali memburuk. Yeon Jae meminta mereka menunggu sebentar di dalam mobil. Sementara itu, ia sibuk menghubungi pemilik restoran.

Seorang Ahjumma lewat. Yeon Jae mendapat informasi darinya bahwa tadi malam pemilik restoran ditikam oleh beberapa pria dan sekarang masuk rumah sakit.Yeon Jae lemas. Ia teringat ayamnya yang di dapatnya dengan susah payah. Yeon Jae nekat masuk ke restoran itu untuk mendapatkan ayamnya. Ia masuk lewat jendela dan sangat bersyukur karena ayamnya masih ada di dalam kulkas.

Yeon Jae mencari restoran lain dengan membawa ayam itu. Yeon Jae duduk menunggu Wilson makan siang dengan ditemani driver. Tak lama berselang Wilson keluar dengan keadaan marah. Yeon Jae bergegas mengejar mereka. Wilson murka. Pemilik restoran bukan menyuguhkan daging ayam sesuai permintaan Yeon Jae, tapi malahan daging babi yang jelas-jelas haram untuk orang muslim. 


Ji Wook bermain golf dengan calon mertuanya dan So Kyeong. So Kyeong menjauh untuk menjawab panggilan telepon di ponselnya. 

Kesempatan ini digunakan ayah So Kyeong untuk berbicara dengan calon menantunya. Beliau tak berharap banyak dari Ji Wook. Ia tak meminta Ji Wook menjadi eksekutif hebat. Ia hanya meminta Ji Wook tinggal disisi So Kyeong dan membantunya ketika So Kyeong membutuhkannya.  
"Membiarkan dia menikahi orang yang dicintainya bukankah itu solusi terbaik?"
Presiden Im tertawa. "Kau hanya perlu mencintainya."

So Kyeong muncul dengan panik. Ia sudah mendapat kabar jika Yeon Jae membuat masalah dengan Wilson. So Kyeong meminta nomor telepon Yeon Jae pada Ji Wook. Presiden Im meminta Ji Wook menangani masalah ini. So Kyeong tak bisa membantah.

Ji Wook menghubungi Yeon Jae. Yeon Jae segera meminta maaf. Ji Wook tak marah pada Yeon Jae. Ia mengerti Yeon Jae pasti telah bekerja keras menangani orang seperti Wilson. Ji Wook hanya meminta Yeon Jae menjaga mood Wilson. Setelah sambungan putus, Yeon Jae memandangi ponselnya dengan takjub. Ia tak percaya Ji Wook baru saja meneleponnya.


Yeon Jae membawa Wilson kembali ke hotel. Yeon Jae menawarkan pelayanan spa dari hotel. Wilson masih marah padanya. Tak mudah memaafkan kesalahan fatal yang telah diperbuatnya. Wilson tak menggubris ucapan Yeon Jae.

Insiden kembali terjadi. Wilson dan Yeon Jae secara bersamaan membuka pintu. Tanpa sengaja cincin yang dipakai Wilson nyangkut di sweater Yeon Jae. Wilson kembali naik darah. Ia tak mau cincin berliannya yang paling berharga rusak. Yeon Jae merelakan sweaternya yang robek.


Yeon Jae ingin meminta maaf. Istri Wilson berkata apapun yang dilakukan Yeon Jae tak akan meredam emosi Wilson. Yeon Jae menyenderkan tubuhnya di pintu kaca. Ia merasa letih (siapa yg gak frustasi ngadepin orang kayak Wilson).


Yeon Jae pergi ke pasar malam membeli kue beras dengan campuran kacang merah. Ia membawa kue itu ke hotel sebagai permintaan maaf. Istri Wilson yang membukakan pintu untuknya. Istri Wilson mempersilahkan Yeon Jae masuk dan menunggu di ruang tamu. Ia masuk memanggil suaminya.
Yeon Jae meletakkan kuenya di atas meja. Ia melihat sebuah Al-Qur'an dan cincin milik Wilson diatasnya.

Wilson keluar. Yeon Jae mengatakan maksud kedatangannya untuk meminta maaf. Ia membuka bungkusan kue beras yang dibawanya.
"Aku lihat interview-mu. Kau bilang bahwa itu mirip pie tapi berisi kacang merah. Makanan yang kau ingat unik diantara semua hidangan yang ibumu buat. Aku berpikir ini adalah salah satunya."

Wilson memandangi kue itu dengan terharu.
"Aku meminta maaf untuk semua yang terjadi hari ini. Aku berharap pandanganmu terhadap imej Korea tak bertambah buruk karena tindakanku."
Yeon Jae berpamitan. Ia tersenyum lega.


Kamis pagi Yeon Jae datang ke kamar ibunya yang masih terlelap. Ia berpamitan akan pergi kerja ke Pulau Jeju. Yeon Jae terpaksa berbohong pada ibunya. Ia belum siap memberi kabar buruk tentang penyakitnya. Sebelum pergi ke rumah sakit, Yeon Jae mendapat telepon dari Managernya.

Yeon Jae diminta datang ke hotel Wilson. Disana sudah ada Manager dan So Kyeong. Wilson kehilangan cincin berliannya. So Kyeong langsung menuduh Yeon Jae sebagai pencurinya karena semalam hanya Yeon Jae yang berkunjung ke kamar hotel Wilson. Yeon Jae jelas syok mendapat tuduhan semacam itu. Ia merasa tak pernah mencuri cincin milik Wilson.

So Kyeong tak percaya dengan penjelasan Yeon Jae. Ia menarik tas Yeon Jae dan menggeledah isinya. Karena tak menemukan apa-apa, So Kyeong menduga Yeon Jae telah menjual cincin itu. Yeon Jae tak terima dengan tuduhan itu. Ia minta berbicara dengan Wilson.
Wilson muncul. Ia meminta So Kyeong menyiapkan mobil untuk mengantarnya ke bandara. So Kyeong meminta maaf atas insiden ini. Ia bersedia memberi kompensasi seharga cincin yang hilang. Wilson tak mempermasalah ganti rugi. Baginya cincin itu sangat penting. Ia tak bisa bermain piano tanpa cincin itu di jarinya. So Kyeong menyuruh Yeon Jae meminta maaf. Yeon Jae menolak karena ia tak mencuri cincin itu. Wilson berkata mood-nya membaik setelah Yeon Jae mengiriminya hadiah kemarin malam, tapi karena cincinnya hilang ia tak bisa memaafkan perbuatan Yeon Jae.

Wilson pergi. So Kyeong marah dan melampiaskan kemarahannya dengan menampar pipi Yeon Jae. Yeon Jae menangis sambil memberesi barang-barangnya yang berhamburan di atas meja. Air matanya semakin deras ketika melihat fotonya bersama kedua orang tuanya.


Petugas bandara melakukan check body pada Wilson. Alat sensor berbunyi saat mengarah pada kantong celana belakang Wilson. Wilson mengecek kantong celananya. Ia terkejut saat mendapati cincinnya nyangkut di balik sweater yang dipakainya. 


Eun Suk menunggu kedatangan Yeon Jae. Ia bertanya pada suster jaga karena Yeong Jae belum juga muncul. Eun Suk mengira Yeon Jae tak akan datang. Tiba-tiba Yeon Jae sudah berdiri di depannya. Yeon Jae datang seorang diri. Sebagai teman, ia meminta Eun Suk menjadi walinya. Awalnya Eun Suk menolak, namun karena tak tega akhirnya ia setuju.


Eun Suk termenung sambil memandangi hasil tes Yeon Jae. Hasil tes itu sepertinya berita buruk untuk Yeon Jae. Rekan Eun Suk bertanya apa ia akan memberitahu Yeon Jae.
"Bukankah dia temanmu?"
"Siapa bilang dia temanku?" sangkal Eun Suk.
"Kau menandatangani sebagai walinya."
Eun Suk memilih pergi.


Eun Suk membawa Yeon Jae ke dalam ruang kerjanya. Ia memandangi Yeon Jae lama dan rasanya sulit untuk memberi tahu kebenarannya.
"Itu kanker," ucap Eun Suk akhirnya. Yeon Jae syok.
Eun Suk menjelaskan kanker jenis ini jarang ditemui pada orang berusia muda. Kemungkinan Yeon Jae mengidap kanker ini disebabkan karena kelainan bawaan sejak lahir yang sudah menyerang pembuluh pankreas. Kanker itu juga telah menyebar ke saluran empedu dan hati. Sebagai dokter, Eun Suk angkat tangan. Operasi sudah tak bisa menyelamatkan nyawa Yeon Jae dan kemoterapi tak akan banyak membantu. Eun Suk meminta Yeon Jae tinggal di rumah sakit untuk melakukan serangkaian tes lanjutan. 

Yeon Jae menguatkan diri.
"Berapa lama aku bertahan hidup?'
"Aku tak dapat memberitahumu," tolak Eun Suk. Yeon Jae memaksanya berterus terang.
"Menurut textbook hanya 6 bulan," ucap Eun Suk.
"Enam bulan..." Yeon Jae lemas mendengar vonis sisa hidupnya.


Yeon Jae kembali bekerja. Manager memberinya omelan karena Yeon Jae nekat libur sementara ada masalah di dalam kantor. Im So Kyeong akan datang ke kantor mereka. Manager menyuruh Yeon Jae memohon maaf padanya. Dengan tegas Yeon Jae menolak. Ia tak mencuri cincin itu.
"Apa itu penting sekarang? Apa kau tahu siapa Im So Kyeong? Dia putri dari Seojin Group. Jangan memancing kemarahannya. Hanya tundukan kepalamu dengan patuh dan mengakui salah. Jika kau tak menganggap harga dirimu berharga dan memancing kemarahannya, situasinya akan bagus untukmu dan aku. Kau mengerti apa yang kukatakan, kan?" ucap Manager.

Na Ri dan rekan wanita lain menggosipkan Yeon Jae tanpa perlu berbisik-bisik. Mereka secara terang-terangan berbicara di depan Yeon Jae. Yeon Jae berusaha menahan diri.

Sesuatu di bawah meja mengejutkan Na Ri. Rekan kerja mereka yang mata duitan (or mata uang koinan ya?) tengah memungut uang koinnya yang terjatuh. Na Ri menatapnya kesal.

So Kyeong datang. Manager membawanya berbicara di ruang meeting. Ia meminta Yeon Jae membuatkan 2 gelas kopi (heran selalu aja karyawan yang tertindas melakukan hal ini. emang nie kantor gak punya OB). Manager secara resmi meminta maaf atas tindakan yang dilakukan karyawannya. So Kyeong menyayangkan pihak agency mengirim orang yang tak berguna. Manager kembali meminta maaf. Kesalahan itu murni hanya dilakukan satu orang tanpa melibatkan seluru tim.
"Pekerja yang baik seharusnya tahu bagaimana memanfaatkan orang yang benar untuk pekerjaan yang benar. Bukankah itu tanggung jawab besar juga?"
Manager mulai ketakutan jika So Keong melaporkan hal ini pada Direktur Kang Ji Wook. Ia takut terkena imbasnya juga.

Yeon Jae datang membawa kopi. So Kyeong berencana memberi tahu kebenarannya pada Direktur untuk menyelidiki siapa yang harus bertanggung jawab dalam masalah ini. So Kyeong berdiri dan menabrak gelas yang dibawa Yeon Jae. Air kopi itu tumpah mengenai kakinya. So Kyeong berteriak kepanasan. Yeon Jae segera mengambil tissue dan mengelap kakinya. So Kyeong yang marah mendorong tubuh Yeon Jae. Lalu pergi dari sana tanpa rasa bersalah.

Yeon Jae mematung. Sudah berulang kali ia diperlakukan tak adil. Kesabarannya telah habis.

Sepeninggal So Kyeong, Manager memarahi Yeon Jae habis-habisan.
"Jika sesuatu terjadi padaku, kau harus berkemas dan pergi secepatnya. Mengerti!" Ancam Manager. "Seharusnya aku memecatmu dari dulu. Aku menahanmu karena kau akan meratap dan membuat keributan. Ketika kau bertambah tua, seharusnya kau menikah. Tetapi kau malah menempeli aku terus. Karena orang sepertimu, orang-orang berusia 25 tahun lulusan universitas menjadi pengangguran."
Yeon Jae merasa hinaan untuknya sudah cukup.
"Manager, aku bekerja disini bertemu denganmu setiap hari selama 10 tahun. Selama 10 tahun aku membuatkan kopi untukmu. Selama 10 tahun, aku membersihkan mejamu. Ketika istrimu masuk rumah sakit karena kecelakaan mobil, aku membawakannya bubur yang kubuat. Ketika kau tak dapat promosi dan ingin mati, aku menangis bersamamu. Seseorang yang bersamamu begitu lama, dapatkah kau mempercayaiku sedikit saja? Dapatkah kau memberiku sedikit perhatian?" Yeon Jae terisak. Hatinya terluka. 

Manager tak mengindahkan ucapan Yeon Jae. Ia sama sekali tak tersentuh.
"Kau baru saja membuat kekacauan. Cepat bereskan itu semua!" perintahnya.
Yeon Jae diam saja.
"Apa kau tak mendengar ucapanku. Cepat pergi dan bersihkan kantor!"
"Kau bersihkan sendiri!" Yeon Jae duduk di kursinya.
Manager semakin kesal dengan sikap Yeon Jae. "Aku memintaku keluar sekarang!"

Yeon Jae juga merasa sudah waktunya angkat kaki dari perusahaan itu. Ia mencari surat pengunduran diri pernah ditulisnya lima tahun lalu.
"Surat ini aku membuatnya 5 tahun lalu. Setiap kali kau berlaku tak adil padaku, aku ingin melemparnya ke wajahmu. Tapi aku tak bisa. Jadi aku menahannya begitu lama. Tapi sekarang aku tak ingin menahannya lagi."
"Lalu apa kau ingin melempar surat pengunduran dirimu?" tantang Manager.
"Benar. Ini adalah surat pengunduran diriku, brengsek!!" Yeon Jae benar-benar melempar surat itu ke wajah Manager. Tubuhnya bergetar menahan amarah.
Seluruh karyawan terkejut melihat tindakannya yang berani.