Selasa, 20 Juli 2010

Autumn's Concerto Episode 2


Guang Xi sangat marah. Ia yang awalnya ingin mempermainkan Mu Cheng malah di buat keki olehnya. Mu Cheng keluar dengan Tuo Ye. Dia bertanya ucapan Mu Cheng yang menyebutkan dirinya juga sedang taruhan pasti untuk menipu Guang Xi. Ia kesal dan menyuruh Mu Cheng jika ada kesulitan harus mencari dirinya.
Direktu Fang terlihat bersama Manager He. Sepertinya ia sedang terlibat masalah hutang. Manager itu menginginkan pembongakaran gereja Sheng De. Direktur Fang terlihat tidak setuju dengan rencana pembongkaran gereja karena sepertinya berhubungan dengan suaminya di masa lalu.

Guang Xi sedang bermain hoki secara tiba-tiba seorang gadis cantik ikut turun ke lapangan dan merampas bolanya. Ia dan teman-temannya terlihat kebingungan. Gadis itu terjatuh.
Guang Xi mendekat "Tempat meluncur ini adalah tempat yang berbahaya. Jangan sembarangan masuk." Ia lalu membantu gadis itu berdiri. Guang Xi mengusir gadis itu pergi. Direktur Fang dan Manager He datang dan duduk di bangku penonton. Ternyata gadis itu adalah putri dari Manager He (Kayaknya bakal di jodohin nih ama Guang Xi).

Direktur Fang menemui anaknya seusai bermain hoki. Ia memberitahu bahwa gadis yang tadi adalah anak Manager He. Seperti yang sudah ditebak Guang Xi tak berminat.

"Gereja Sheng De mau di bongkar. Sudah ada minat, kan? Sekolah sedang mengalami masalah keuangan. Kalau tidak memikirkan cara untuk diselesaikan, tanah gereja Sheng De harus diberikan ke Manager He. Jadi kamu siap menghancurkan kenangan ayah yang paling indah di sekolah ini."
"Kau dari awal ingin membongakarnya, kan? Setiap hari melihat gereja Sheng De bukankah ada perasaan bersalah?"
"Kalau kau tidak ingin gereja itu dibongkar caranya sangat mudah. Anak gadis Manager He baru pulang dari luar negeri. Kalau bisa memindahkan dia ke Universitas Sheng De, mungkin Manager He bisa membatalkan. Dua hari lagi kami ada pesta. Temani saya pergi."
Cuma makan saja atau setelah itu kau mau saya membawanya ke tempat tidur. Hanya kau orang tua yang menyuruh anaknya menjadi gigolo."

Tuo Ye mengantar Mu Cheng pulang. Bibinya memarahinya karena tadi ia pergi dengan Guang Xi. Bibinya sangat berharap Mu Cheng mendapatkan orang kaya.Ia terus memarahi Mu Cheng bahkan ia menyuruh Mu Cheng menjual dirinya. Mu Cheng merasa ucapan bibinya sudah keterlaluan. Ia kabur. Pamannya pergi mengikutinya.
Mu Cheng datang ke gereja Sheng De. Ia menghampiri piano, teringat kembali pada ayahnya. Mu Cheng membuka piano dan mulai memainkannya. Ternyata Guang Xi juga ada disana. Mu Cheng tak menyadari kehadirannya. Perlahan ia mendekati Mu Cheng dan menarik tangannya. Ia marah ada orang asing yang menyentuh pianonya.
"Siapa yang mengizinkan kamu masuk kesini. Memangnya kamu menganggap Sheng De itu apa? Kamu bisa sesuka hati pinjam buku dan memainkan piano."
"Maaf. Saya akan pergi."
Guang Xi menghalangi Mu Cheng dan menyudutkannya sampai menyentuh piano. Mu Cheng ketakutan.

"Kita baru saja berciuman, kan. Selanjutnya harus naik ke tempat tidur, kan? Buka bajumu!" perintah Guang Xi.
Diam-diam pamannya datang mengintip.
 
Guang Xi terus saja mengejek Mu Cheng. Mu Cheng sudah kehilangan kesabarannya.
"Sudah cukup kamu mengejekku. Baiklah asalkan saya sudah buka, kamu tidak akan mengejar hal ini lagi, kan."
Guang Xi duduk dan mempersilahkan Mu Cheng membuka bajunya.
Mu Cheng gemetaran saat membuka kancung bajunya.

"Setelah saya buka baju tolong beritahu pada saya, melihat seseorang berada di depan lelaki asing dengan menghina diri sendiri apakah enak? Kamu duduk begini disana melihat saja alangkah enaknya? " Mu Cheng menangis.
Guang Xi sadar perbuatannya sudah kelewat batas. Ia meminta Mu Cheng jangan membuka bajunya lagi. Mu Cheng tak menghiraukan, terus saja membuka kancing bajunya.
"Saya suruh kamu jangan buka lagi." Guang Xi menahan tangan Mu Cheng. Sebutir airmata menetes di tangannya.
"Kalian lelaki sama saja membuat orang begini sangat enakkah?"
"Kalian? Masih ada siapa yang begini terhadapmu?"  Guang Xi menyadari sesuatu pernah menimpa Mu Cheng sebelumnya. Di luar pamannya mengumpat. Ia ketahuan sedang mengintip oleh satpam yang sedang berpatroli. Ia memberitahu ada orang yang sedang bermesraan di dalam lalu kabur. Guang Xi dan Mu Cheng mendengar kegaduhan di luar. Ia menarik Mu Cheng untuk bersembunyi di balik sofa. Satpam memeriksa ruangan dan tak menemukan siapa-siapa disana. Mereka sadar masih berpegangan tangan ketika berdiri, lalu sama-sama melepaskan. Mu Cheng berlari ke arah pintu yang ternyata sudah dikunci oleh satpam tadi.
"Itu tadi ayah tirimu, kan. Kamu sudah besar masih saja mengikutimu keluar. Terlalu berlebihan." Tiba-tiba Guang Xi menyadari siapa orang yang tadi sedang mereka bicarakan." Apakah orang itu dia?"
"Jangan sembarangan menebak."
Tiba-tiba terdengar suara aneh. Mereka mencari sumber suara berasal. Mu Cheng mendorong kardus di bawah meja. Terlihat ada dua buah goresan panjang. Guang Xi menarik kembali kardus itu. Mu Cheng membukanya lagi dan bertanya "Apa ini?"
Guang Xi mengangkat bahu "Tidak tahu. Sudah lama ada disini. Tidak ada orang yang mau tahu gosipnya dan tidak tahu itu benar atau tidak."
"Gosip apa?"
Guang Xi mulai bercerita (agak horor nih) "Disini ada seorang anak lelaki yang meninggal. Dulu ada seorang dosen musik di universitas Sheng De. Dia membawa anak lelakinya bermain kesini. Mengajarinya sepatu roda. Suatu hari dia tidak memberitahu anak itu saat melepaskan tangan anaknya. Anak itu tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Bekas garis sepatu roda itu tertinggal disini." Ada flash back saat Guang Xi bercerita.
Guang Xi bangkit dan duduk di kursi. Mu Cheng mengikutinya. Penasaran akan ceritanya.
"Ayah itu menggunakan cara yang sama untuk meninggalkan anaknya. Tidak berkata apa-apa, sudah melepaskan tangannya. Umur 8 tahun sudah begitu banyak mengalami penderitaan." Flash back kembali pada Guang Xi kecil yang melihat ayahnya terbujur kaku dan berteriak histeris pada ibunya. Ternyata ini adalah ceritanya sendiri. Tapi ia menambah-nambahkan untuk menakuti Mu Cheng."Akhirnya anak lelaki itu meninggal. Banyak orang bilang pada tengah malam melihat seorang anak kecil disini bermain sepatu roda."
Mu Cheng teringat kembali ucapan Guang Xi saat di kantor polisi dulu yang mengatakan ia mengidap PTSD. Ia tahu Guang Xi sedang menakut-nakutinya. "Aku tidak takut. Aku malah ingin bertemu anak kecil itu. Lalu memberitahunya bahwa ayahnya sangat menyayanginya. Dia pasti berharap anak lelakinya kalau sudah jatuh harus belajar berdiri sendiri bukannya diam di lantai dan membenci orang saja." Mu Cheng menatap Guang Xi.
Guang Xi menertawakannya "Kamu ini memangnya sudah ketemu hantu? Kenapa memberitahu saya, saya bukan anak kecil itu." Mu Cheng tersenyum. Suara aneh itu muncul lagi. Mereka mencari lagi suara itu dan menemukan seekor burung berwarna kuning berada di bawah meja. Burung kecil itu sayapnya terluka. Mu Cheng berniat merawatnya. Mereka menginap di gereja sampai pagi. Mu Cheng terbangun dan merasa malu saat melihat Guang Xi yang masih tertidur. Guang Xi terbangun dan meledeknya. Ia memberitahu Mu Cheng kunci pintunya. Mu Cheng protes ternyata Guang Xi mempunyai kuncinya dan membiarkannya menginap disana.
"Saya memang ingin menginap disini. Lain kali setelah pulang kerja, kamu kesini bermain piano untuk saya. Kamu tahu tidak piano kalau tidak sering dimainkan akan rusak." ucap Guang Xi (halah, ini seh akal-akalan dia doang. Kayaknya udah mulai suka neh sama Mu Cheng). "Walaupun kamu mainnya tidak begitu bagus tapi demi kebaikan piano ini. Mulai hari ini tiap malam kamu datang bermain piano untuk saya." (Tuh,kan bisa banget sih si Guang Xi ini). Ia mengancam Mu Cheng yang terang-terangan menolak. Mereka keluar. Secara kebetulan ada teman kampusnya yang memergoki mereka dan tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengambil foto mereka.

Guang Xi mengantar Mu Cheng pulang.
Bibinya malah senang ia bermalam dengan Guang Xi. Pamannya terlihat marah (marahnya beda bukan karena anak gadisnya nggak pulang, tapi karena merasa udah diduluin ama orang lain. Munafik). Ia menarik tangan Mu Cheng dan memarahi Guang Xi. Ia mengambil sapu hendak memukul Guang Xi, tapi tangan Guang Xi dengan cepat menangkisnya.
"Berdasarkan hukum, perbuatan menggangu bisa di hukum 2 tahun lebih." Guang Xi mengancam. Secara mahasiswa hukum. Pamannya terlihat takut. Ia menarik Mu Cheng keluar. Memberikan handphonenya pada Mu Cheng .
"Ambil ini..!! Lain kali mandi dan tidur harus bawa ini. Kalau dia macam-macam langsung lapor polisi."

Guang Xi menemui teman-temannya. Mereka sedang menghitung jam. " Kau bukannya bertaruh dalam 24 jam akan berciuman dengan gadis kantin itu, kan? Waktunya sudah habis. Mereka meminta Guang Xi menunjukkan foto ciumannya.Guang Xi marah (HPnya kan dia kasih sama Mu Cheng).
Di lapangan Guang Xi dan teman-temannya sudah berkumpul untuk melihat foto ciumannya. Zhang Ai Li mantan pacarnya yang dulu pernah bertengkar dengannya di depan bus paling bersemangat. Hukuman untuk Guang Xi adalah berkeliling lapangan 10 kali jika kalah taruhan. Guang Xi diharuskan berlari dengan sepatu high heel-nya (hi...hi...dendam banget neh cewek).
Mu Cheng melintas saat Guang Xi mengumumkan hasil taruhannya.

Mu Cheng teringat kembali ciuman mereka di lapangan hoki kemarin.
"Hasilnya adalah...saya kalah. Gadis kantin itu Liang Mu Cheng, saya tidak dapat memikatnya. Saya siap menerima hukuman."
Mu Cheng kaget mendengar ucapan Guang Xi. Ia segera memeriksa HP pemberian Guang Xi. Di dalamnya masih ada foto ciuman mereka. Tanpa sengaja ia menjatuhkan gerobak sepeda yang di bawanya. Semua yang ada di lapangan menoleh ke arahnya.
Temannya memprotes dan tidak percaya Guang Xi yang selalu menang tiba-tiba mengaku kalah."Permainan ini aku sudah bosan. Saya Ren Guang Xi pertama kali menemukan ada hati yang tulus, wanita yang akan meneteskan airmata. Liang Mu Cheng itu adalah tujuan saya yang terakhir," ucap Guang Xi sambil menatap Mu Cheng. ( Ugh, so sweet...). Lalu ia mengambil sepatu pink milik Ai Li dan mulai berlari keliling lapangan.
Di dekat lapangan Direktur Fang sedang berbincang dengan Yi Qian. Mereka mendengar keramaian dan Yi Qian merasa tertarik kesana. Guang Xi masih terus berlari. Pandangan matanya kabur dan ia mulai sempoyongan kemudian ambruk. Mu Cheng berlari hendak menghampiri tapi sudah didului oleh Yi Qian. Ia datang memeriksa denyut leher Guang Xi. Guang Xi yang mengira Yi Qian adalah Mu Cheng menggenggam tangannya erat. Melihat itu Mu Cheng pergi. Guang Xi bangun dan menyadari ia salah orang langsung melepaskan tangannya.
Guang Xi berbaring di klinik. Yi Qian mengompres kakinya yang bengkak. Seorang perawat menyerahkan telepon dari ibunya. Guang Xi bangun dan menerima telepon. Ibunya masih menyuruhnya mendekati Yi Qian.
"Di samping saya kebetulan ada kasur, kamu mau saya sekalian membawanya naik kesana." Yi Qian tersenyum  geli mendengar ucapan Guang Xi. Ibunya menjawab tidak peduli lalu menutup teleponnya.

Mu Cheng berada di mobil bersama pamannya. Pamannya langsung cari-cari kesempatan. Dia berniat mengajak Mu Cheng ke suatu tempat. Mu Cheng lansung ketakutan. Pamannya mengajaknya membeli kura-kura-untuk obat kuat. (ya ampun, nih aki-aki nggak tobat2 juga). Pamannya mengatakan hal yang membuat Mu Cheng ketakutan. Ia kabur dan berlari sekencang-kencangnya. Ia terduduk kecapaian. Menangisi nasibnya sendiri. Ia teringat pada Guang Xi. Mengambil Hp dan memasukkannya kembali saat ingat Yi Qian yang ia kira pacar Guang Xi.
Mu Cheng memenuhi janjinya bermain piano untuk Guang Xi. Ia tiba-tiba merasakan kemarahan pada Guang Xi (atau cemburu ya?). Guang Xi menyadarinya karena permainan pianonya terdengar jelek.Ia mengusir Mu Cheng pergi. Mu Cheng langsung menuruti perintahnya. Guang Xi menendang piano karena marah.
Zhang Ai Li (mantan pacar Guang Xi) menerima MMS yang isinya foto Guang Xi dan Mu Cheng yang tengah berduaan di tempat piano. Ia masih ingin balas dendam dengan Guang Xi. Ia tengah bersama A Nou cowok yang dulu lehernya pernah ditusuk oleh Guang Xi saat di bar.

Seorang murid mendatangi Mu Cheng yang tengah membersihkan meja kantin. Ia memberitahu bahwa Ren Guan Xi mencarinya karena ia sedang terluka. Ia menunggu di gereja Sheng De. Tanpa berpikir lagi Mu Cheng langsung berlari kesana. Ternyata ia di jebak. Bukan Guang Xi yang mencarinya melainkan Zhang Ai Li. Ia membawa Mu Cheng dan mengikatnya di depan gawang lapangan hoki. Lalu ia menelepon Guang Xi dan mengancamnya. Guang Xi awalnya tidak peduli ia malah memperingatkan Ai Li untuk membersihkan tempat luncuran begitu selesai dipergunakan. Tapi setelah memutuskan sambungan telepon ia bergegas pergi. Tuo Ye baru saja dari dalam kantin. Ia mencari Mu Cheng. Saat keluar ia melihat Guang Xi yang terburu-buru kemudian bertanya pada teman Guang Xi yang dijawab hanya mendengar akan membersihkan tempat luncuran. Tuo Ye berlari menyusulnya.
Mu Cheng meyakinkan Ai Li bahwa Guang Xi tidak akan datang. Dia tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Hanya memboroskan waktu saja. A Nou (cowok yang  juga dendam sama Guang Xi dan merupakan kapten tim Hoki G Da di Sheng De) mencengkram tangan Mu Cheng yang diikat dan menggodanya. Ponsel Ai Li berbunyi. Guang Xi yang menelepon.
"Kamu kemarin bukannya demi gadis kantin ini dipermalukan  seluruh orang. Sekarang saya panggil A Nou, tim G Da akan bergiliran berciuman dengan dia untuk membalas dendam." Tiba-tiba sebuah tembakan air mengenai kepala A Nou. Ia mengumpat marah. Ternyata Guang Xi yang melempar. Ia berlari mendekat sambil membawa tongkat hoki. Mu Cheng kaget Guang Xi mau datang.
Guang Xi berdiri di depan gawang. Tim G Da mulai bermain hoki. Guang Xi menerima banyak lemparan bola yang dengan sengaja mengenai kakinya.

Ia berusaha membuka ikatan tangan Mu Cheng. Ia memeluk tubuh Mu Cheng untuk melindungi gadis itu. Ia sendiri kesakitan. Mu Cheng balas memeluknya setelah ikatannya lepas. Ia melindungi kepala Guang Xi yang malahan keliatan seneng.

Tuo Ye datang sebagai penyelamat. Ia pura-pura menjadi teman yang ikut mengejek Guang Xi. Ai Li terbujuk perkataannya. Saat gadis jahat itu lengah, dari arah belakang Tuo Ye mencengkram lehernya dan mulai berkelahi dengan A Nou dkk. Ia menyuruh Guang Xi membawa Mu Cheng pergi. Guang Xi memberikan tangannya. Mu Cheng teringat perkataan Guang Xi dulu saat pertama kali mereka berada di lapangan hoki. "Kamu tahu kalau kamu memberikan tanganmu pada orang lain, berarti juga memberikan nyawamu padanya. Tadi saya bilang akan menggandeng tanganmu, berarti saya berjanji akan melindungimu." Mu Cheng meraih tangan Guang Xi. Mereka pergi dengan bergandengan tangan sedangkan Tuo Ye terlihat sedang dipukuli (duh, kasian...). 

Senin, 19 Juli 2010

Drama Taiwan Autumn's Concerto


Drama ini merupakan drama Vaness Wu setelah terlepas dari imej F4. Ratingnya cukup bagus di Taiwan waktu di putar tahun 2009 lalu. Belum lama juga seh. Aku mau coba bikin sinopsisnya karena menurutku drama ini bagus. Awalnya aku nggak suka sama Vaness waktu main di meteor Garden.Tapi setelah nonton drama ini, Vaness keliatan cakepnya.Aktingnya juga bagus.Apalagi chemistry-nya sama aktor cilik Xiao Xiao Bin yang berperan jadi anaknya disini bikin terharu. Berkat adanya Xiao Xiao Bin pula yang katanya bikin drama ini istimewa (anak ini juga bermain bareng Jerry Yan di Down With Love). Dia mampu memainkan karakter Xiao Le anak berumur 5 tahun yang cerdas dan menggemaskan.Ada banyak scene yang bikin kita harus siap-siap tissu saat menontonnya.
Duh, lucu banget kan si Xiao Xiao Bin ini

Autumn's Concerto atau dikenal dengan judul Next Stop Happiness bercerita tentang mahasiswa jurusan hukum Ren Guang Xi (Vaness Wu) yang kaya raya tapi sombong dan suka bersikap seenaknya sendiri. Hobinya suka mempermainkan wanita bahkan menjadikannya taruhan dengan teman-teman kampusnya. Hubungannya dengan ibunya tak akur. Hal ini berkaitan dengan masa lalunya yang kelam.
Pertemuannya dengan Liang Mu Cheng, perlahan mengubah semua sikap buruknya. Mu Cheng adalah gadis yatim piatu penjaga kantin di kampusnya. Kayak drama yang lainnya orang kaya yang jatuh cinta pada orang miskin pastilah mendapat tentangan dari keluarga.Begitu juga dengan hubungan mereka ditentang oleh ibu Guang Xi yang sudah menyiapkan seorang gadis baik-baik dari keluarga kaya. He Yi Qian seorang mahasiswi kedokteran yang cantik.
Tokoh utama yang amnesia juga mewarnai drama ini. Sudah umum tentunya. Tapi drama ini bisa terlihat berbeda dengan banyak kesamaan dari sinetron-sinetron Indonesia yang sudah mentok pasti dibikin hilang ingatan. Guang Xi mengidap tumor dan harus menjalani operasi otak yang membuatnya kehilangan ingatan.Kesempatan ini dipergunakan ibunya untuk menyingkirkan Mu Cheng.
Lalu kisah cinta mereka selanjutnya gimana? Belakangan Mu Cheng juga baru tahu kalau dirinya hamil. Nah lo!
Kehadiran Xiao Le (Xiao Xiao Bin) anak mereka membuat drama ini makin mengharu biru.


Sinopsis Autumn's Concerto Episode 1

Cerita dimulai saat Liang Mu Cheng saat kecil. Ia tengah les pano dengan di temani oleh bibinya. Guru lesnya bilang ia murid yang berbakat. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ayahnya datang menjemput. Di dalam mobil ayahnya mendengarkan rekaman pianonya. Mu Cheng dan bibinya membeli kue ulang tahun untuknya. Ayahnya yang sedang menunggu mereka di depan mobil mendapat telepon yang mengabarkan bahwa perusahaannya bangkrut. Ia berjalan tanpa memperhatikan jalan saat tiba-tiba sebuah mobil hitam melintas dan  menabraknya.

Mu Cheng kecil yang disuruh bibinya meminta uang pada ayahnya menyaksikan kematian ayahnya secaralangsung. Ia hanya bisa berdiri mematung, mengingat janji ayahnya yang akan melihat permainan pianonya sampai habis.

Setelah  kematian ayahnya seluruh aset rumah disita. Bibinya membawanya naik bus, tapi di tengah jalan ia meninggalkan Mu Cheng yang ketiduran. Saat terbangun Mu Cheng panik bibinya tidak ada. Ia ikut turun dari bus dan berlari mengejar bibinya.
"Bibi aku tidak mau boneka.Aku mau bibi..."
Bibinya terlihat kesal. Karena tidak punya uang ia menyuruh Mu Cheng mencuri bakpao dan ketangkep sama penjualnya.

Tiba-tiba seorang pria tak dikenal datang menolong mereka dengan membayar semua bakpao yang dicuri. Ia juga membawa mereka kerumahnya. Memberi mereka makan dan tempat tinggal. Ternyata sikapnya yang baik itu ada maunya. Ia tertarik pada bibinya dan berusaha menggerayangi tubuh bibinya.

Mu Cheng sebal melihatnya dan menolak tinggal disana, tapi bibinya memaksanya tetap tinggal. Dan disana ia memulai kehidupan barunya. 

Beberapa tahun kemudian....
Liang Mu Cheng sudah dewasa. Ia bekerja di pelabuhan mengangkut ikan. Bosnya memberinya bonus karena ia rajin bekerja. Mu Cheng pulang dengan membawa ikan hidup dalam kantong plastik pesanan bibinya. Di dalam bus ia menyimpan uang bonusnya ke dalam amplop. Ia tengah mengumpulkan uang guna masuk universitas. Menurutnya jika ia kuliah ia bisa mendapat pekerjaan yang lebih bagus dan bisa membawa bibinya pergi.
Ketika tengah asyik membaca buku, sebuah mobil berwarna kuning mengklakson dengan kencang. Bus mengerem mendadak karena tiba-tiba mobil itu berhenti tepat di depan bus. Akibatnya ikan yang di bawa Mu Cheng menggelinding ke lorong depan bus dan bocor. Sepasang kekasih sedang bertengkar di dalam mobil itu (gila emang ini jalan punya nenek moyang lo). Dengan angkuh Ren Guang Xi mengusir pacarnya keluar dari mobilnya. Sopir bus kesal dan turun mengancam akan memanggilkan polisi. Guang Xi menjawab cuek lebih baik di panggilkan polisi daripada diikuti terus oleh pacarnya. Mu Cheng yang khawatir ikannya kehabisan air ikut turun dan menghampiri mereka.
"Maafkan aku memutuskan pembicaraan kalian. Tapi tolong parkir ke samping dulu biar bus bisa jalan. Dengan ini maka kalian bisa teruskan bicara lagi."
"Dia yang ingin bicara. Aku sama sekali tidak ingin. Aku sudah tidak mau mobil ini lagi. Kau ambil saja. Anggap saja sebagai hadiah perpisahan. Mobil ini sudah menjadi miliknya. Jadi bicara saja padanya." Guang Xi menjawab asal. (busyet dah, kalo aku bakalan tereak2 kegirangan kalo putus malah di kasih mobil).
Guang Xi turun dari mobil. Mu Cheng mengejarnya dan dengan spontan memegang tangannya. Guang Xi sepertinya marah.

"Nona kau tahu tidak, suka ikut campur akan membawa masalah!"
Dan benar saja Guang Xi malah dengan sengaja menyuruh Mu Cheng yang tidak bisa menyetir untuk memindahkan mobilnya sendiri. Mu Cheng nekat naik mobil dan mengikuti instruksi dari Guang Xi.

Maka dengan sukses ia berhasil menabrakkan mobilnya ke bus. Ternyata Guang Xi yang dari awal sudah keliatan banget sebel sama dia memang sengaja mengerjainya. Mereka bertiga berakhir di kantor polisi.

Mu Cheng menjelaskan pada polisi bahwa ia berniat memindahkan mobil bukan sengaja menabrakkan mobil pada bus. Tapi polisi mengatakan pernyataannya berbeda dengan pemilik mobil yaitu Ren Guang Xi. Guang Xi bilang ia yang menyuruh pacarnya menabrak bus dan mengacaukan lalu lintas.

Mu Cheng dan pacar Guang Xi menoleh ke arah Guang Xi yang malah tengah duduk santai tanpa merasa bersalah sambil senyum-senyum.
"Aku bukan pacarnya."
"Aku baru pacarnya."
Protes Mu Cheng dan pacar asli Guang Xi bersamaan. Polisi bingung. Guang Xi bangkit dan berbohong tidak mengenal pacarnya dan malah menyuruhnya pulang.

Mu Cheng juga merayu polisi agar mengizinkannya pulang. Tapi polisi bilang ia harus mengganti biaya kerusakan mobil dulu. Ia bertanya pada Guang Xi berapa biayanya. Guang Xi hanya bilang beberapa ratus ribu. Mu Cheng kaget mendengarnya. Menurutnya uang itu tak sedikit. Tapi ia ingin urusannya cepat selesai karena ia akan mengantarkan pesanan ikan. Guang Xi mengambil kantong ikan lalu membuangnya di tong sampah (bener-bener semaunya sendiri nih orang).
"Sekarang tidak usah khawatir. Kau sudah boleh mengganti biaya ganti rugi bersamaku."
"Dasar egois. Dalam hidup ini pasti tidak ada yang penting bagimu. Makanya kau sembarangan menyakiti orang lain. Kau membuat dirimu terlihat seperti sampah." Mu Cheng marah-marah.
"Benar aku memang sampah. Sejak kehilangan ayah sejak umur 8 tahun langsung mengidap PTSD. Karena pengaruh masa kecilku aku sama sekali tidak bisa mengendalikan perasaanku dan suka membuat masalah. Dan hidup seperti sampah. Apa kau puas ?" jawab Guang Xi.
Aku harus buka google search neh buat tahu penyakit ini. Aku baru denger nama penyakit ini aja disini. Secara garis besar PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) adalah gangguan kecemasan karena peristiwa/pengalaman yang sangat mengejutkan dan menggangu yang menyebabkan trauma psikologis. Misalnya saja pernah mengalami kekerasan, pelecehan, penyiksaan atau pengalaman hidup yang kejam/menyakitkan.

Mu Cheng sedikit merasa bersalah. Lalu pengacara Guang Xi datang. Ia terlihat kesal harus menangani kasus seperti ini.
"Sebenarnya kau tidak usah muncul. Aku bisa membereskannya sendiri.Cerita karangan yang kau buat itu aku sudah hafal semua. Kalau kau tidak percaya kau boleh tanyakan pada wanita itu. Ia baru saja di tipu olehku," ucap Guang Xi tanpa merasa bersalah.
Mu Cheng melotot, padahal ia tadi sudah mulai bersimpati.
Pengacaranya berkata "Tidak mengakui mempunyai penyakit ini juga salah satu gejala dari penyakit ini. Aku ada surat kelainan mental Ren Guang Xi dari dokter jiwa. Maaf dia sampai sekarang masih dalam masa pengobatan."

Guang Xi mengingatkan Mu Cheng untuk membayar utangnya. Tiba-tiba 3 orang ibu-ibu datang dan memberikan kesaksian bahwa Mu Cheng tidak bersalah. Akhirnya polisi membebaskan Mu Cheng dari tuntutan ganti rugi dan malah mengusulkan hukuman untuk Guang Xi.
Guang Xi mendapat hukuman menjadi polisi lalu lintas (hi...hi...emang enak, sukurin). Teman sekampusnya ada yang melihat dan memotretnya sebagai bukti. Guang Xi melihat ulahnya dan marah-marah.

Mu Cheng menelepon bibinya dan langsung mendapat omelan saat tahu ia tidak membawa ikan pesanannya. Dengan terpaksa Mu Cheng memakai uang tabungannya untuk membeli ikan yang harganya cukup mahal. Ternyata bibinya akan memberikan ikan itu untuk Direktur Fang, pemilik Universitas Shen De tempat  bibinya mengelola kantin. Bibinya berniat menjilat Direktur Fang agar usahanya lancar.
Bibi menyuruh Mu Cheng ganti baju lalu mengantar ikan yang telah dimasak ke rumah Direktur Fang. Saat ganti baju diam-diam pamannya mengintip (dasar aki-aki nggak tau diri).

Mu Cheng mengantar ikan ke rumah Direktur Fang yang ternyata adalah ibu dari Ren Guang Xi.  Takut bertemu Guang Xi, Mu Cheng bersembunyi di balik kulkas ketika Guang Xi datang. Guang Xi sedang bertengkar dengan ibunya. Hubungannya dengan ibunya memang tidak pernah akur. Ibunya selalu sibuk dengan kepentingannya sendiri. Sampai-sampai anaknya ditahan pun ia tidak datang. Gung Xi pergi dengan murka.
Mu Cheng mendatangi Hua Tuo Ye sahabatnya. Ia berniat mengembalikan buku yang ia pinjam. Apesnya buku itu tiba-tiba hilang.
Di rumah Mu Cheng mencoba mencari lagi buku itu dengan mengacak-acak isi tasnya. Mungkin ketinggalan di kantor polisi gumamnya. Suaranya terdengar oleh pamannya. Ia ketakutan dan segera masuk ke kamar mandi dengan terlebih dahulu memasang papan besar untuk menutupi kaca jendela kamar mandi. Ini dilakukannya agar pamannya tidak bisa mengintip saat ia tengah mandi.

Guang Xi dan teman-temannya sedang di bar. Temannya mengajaknya taruhan untuk mendapatkan seorang gadis yang kabarnya sangat susah didapatkan. Teman kampusnya, Ru Fang Guo yang merupakan murid teladan datang menemui Guang Xi. Ia memberikan data-data ujian untuk besok dan memastikan Guang Xi akan mendapat nilai B. Ia merasa nilai B cukup untuk Guang Xi bukan nilai A yang pasti akan membuat dosen curiga karena Guang xi aja jarang banget masuk kelas (mentang-mentang sekolah itu milik ibunya, bisa seenaknya). Setelah mengambil uang bayaran dari Guang Xi ia pergi. Apesnya ia bertabrakan dengan orang yang ingin menantang Guang Xi (sepertinya dendam karena temannya pernah di kalahkan oleh Guang Xi. Orang kayak Guang Xi nggak heran musuhnya banyak). Guang Xi tenang-tenang saja, tidak merasa takut sedikitpun. Ia malah terlihat malas meladeni orang itu. Merasa dicuekin, dia memanas-manasi Guang Xi.
"Didalam Shen De siapa yang tak tahu ibunya dekat dengan pengacaranya. Tidak disangka Direktur Shen De selain mengurus sekolah juga sangat bisa menggoda pria."
Guang Xi terpancing juga oleh omongannya.Ia marah dan menusukkan panah lempar ke lehernya.

Guang Xi mabuk dan menyendiri di ruang piano. Ia terlihat sedih sambil memainkan pianonya. Ia teringat ayahnya.
Flash Back...
Ren Guang Xi kecil sedang bermain piano. Ia merasa tak pandai bermain piano. Lalu ayahnya mengajarinya. Ia melihat ayah dan ibunya bertengkar. Pengacara Lin (pengacara yang membebaskan Guang Xi di kantor polisi) terlihat bersama ibunya. Guang Xi melihat ayahnya terbujur kaku di sebuah kamar. Ia menangis dan menyalahkan ibunya atas kematian ayahnya.
Trauma masa kecilnya itu yang menyebabkan Guang Xi mengidap PTSD. Ia tak pernah bisa melepas bayang-bayang gelap masa lalunya (kasian juga nih sama Guang Xi). Guang Xi menangis mengingat semua kenangan buruknya.

Guang Xi diajak temannya mendatangi gadis yang akan menjadi sasaran taruhan berikutnya. Gadis itu bekerja di kantin kampus miliknya. Ternyata gadis itu adalah Liang Mu Cheng.

Guang Xi mengajak Mu Cheng berkencan. Mu Cheng berusaha menolak.
Bibinya yang tahu Ren Guang Xi adalah putra dari Direktur Fang berusaha menjilat. Ia bersikap sangat ramah padanya. Mempersilahkan Guang Xi duduk.
"Bagaimana? Besok sudah ada waktu?" Guang Xi kembali menanyai Mu Cheng.
"Mau pesan apa? Mu Cheng tak menghiraukannya.
"Hidup Dengan Bahasa Inggris"
"Bukuku ada padamu?" Mu Cheng terlihat kaget saat Guang Xi menyebutkan judul bukunya yang hilang.
"Aku sudah periksa. Buku itu di pinjam oleh Hua Tou Ye. Dia berumur 22 tahun dan baru saja berhasil masuk jurusan seni. Dan dia bisa masuk kesini karena nilai olahraganya. Dia membantu orang luar meminjam buku perpustakaan. Menurutmu apakah dia akan dikeluarkan besok?" Guang Xi mengancam.
"Apa yang kau inginkan?" Mu Cheng menyerah.
"Besok jam 12 tunggu aku disini dan jangan terlambat," ucap Guang Xi lalu pergi. Dengan yakin ia bilang pada temannya untuk mengumumkan foto ciumannya dengan Mu Cheng.

Esoknya Guang Xi mengajak Mu Cheng ke lapangan hoki. Ia asyik bermain hoki sedangkan Mu Cheng dibiarkan kedinginan di bangku penonton. Setelah terjatuh saat bermain Guang Xi menghampiri Mu Cheng dan menyodorkan kopi panas. Bukan hanya itu saja ia juga memberi Mu Cheng jaket.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Mu Cheng yang tadi melihat Guang Xi terjatuh.

"Aku tidak selemah mobilku. Begitu di tabrak sampai sekarang belum selesai diperbaiki," komentar Guang Xi.
"Aku sudah datang sesuai janjiku. Kapan kau mengembalikan buku itu?"
"Apakah imejku bagimu benar-benar buruk? Aku mengajakmu datang karena ingin minta maaf. Bukumu, ikanmu, waktumu, dan juga nama baikmu. Maafkan aku!"

Mereka asyik mengobrol sampai tak menyadari lapangan hoki telah sepi. Semua teman-teman Guang Xi yang tadi masih bermain hoki telah pergi. Lalu Guang Xi mengajak Mu Cheng bermain.

Mereka berdua asyik bermain di lapangan es dengan sepatu skating. Mu Cheng yang awalnya takut-takut mulai bisa menikmatinya.

Mereka berputar-putar sambil mengobrol. Seperti yang sudah direncanakan, Guang Xi menyuruh Mu Cheng menutup mata. Ia memeluk Mu Cheng lalu mencium bibir gadis itu. Setelah itu ia mengacungkan HP dan  mengambil foto mereka yang tengah berciuman.
Tiba-tiba Tuo Ye datang dan langsung menendang Guang Xi. Guang Xi tersungkur.
"Tuo Ye, apa yang kau lakukan?" tanya Mu Cheng panik.
"Dia taruhan dengan temannya untuk mendapatkanmu." jawab Tu Ye marah.
"Buktinya adalah foto ciuman kita." Guang Xi mengakui perbuatannya dengan enteng.
Tuo Ye sangat murka dan menyuruh Guang Xi menghapus foto itu. Ia dan Guang Xi saling berebut handphone.
"Tuo Ye, kau datang terlalu awal. Kau tidak tahu aku juga taruhan dengan murid lain. Taruhan pria tidak tahu malu ini dalam satu bulan akan datang padaku. Dan dalam satu minggu akan berciuman denganku. Jika aku menang mereka akan membeli voucher makan kami," ucap Mu Cheng melerai perkelahian mereka.
Guang Xi marah mendengar ucapan Mu Cheng.
"Semua itu bagiku hanyalah mulut bertemu mulut saja. Tidak akan kehilangan satu daging. Permainan sudah berakhir. Tidak ada artinya diteruskan." 
Mu Cheng melepas jaket Guang Xi. Lalu mengajak Tuo Ye pergi.
"Liang Mu Cheng, permainan berakhir atau belum harus aku yang katakan!!" teriak Guang Xi marah dan melampiaskan kekesalannya dengan melempar handphonenya.

Jumat, 16 Juli 2010

LEBIH DARI CINTA

"Kau tidak mencintaiku ?" 
"Tidak."
"Pernahkah sekali saja kau mencintaiku ?"
"Tidak pernah"
"Mengapa kau tidak berbohong saja." Rio menatap Nala dengan tajam. Ada kemarahan dalam mata elangnya.
"Aku hanya ingin jujur."
"Jadi selama satu tahun ini sama sekali tidak ada artinya bagimu ?" Rio tampak terluka. "Kau mencintainya ?" tanyanya lagi. 
Nala terdiam. Ia cukup tahu siapa yang dimaksud oleh Rio. Hatinya bimbang. Ia tertunduk resah. Memandangi pola-pola lantai keramik yang berbentuk segi empat. Situasi ini sangat menyebalkan baginya. Harus mengakui perasaannya pada orang lain yang ia sendiripun selalu berusaha menyangkalnya.
"Kali ini berbohonglah padaku. Andai kau memberitahuku aku pasti akan berpura-pura tidak mendengar." putus Rio.
Nala masih membisu. Terpaku ditempatnya duduk. Ia ingin bergerak namun kakinya mati rasa. Kakinya seperti berubah sekeras batu. Rio terluka, Nala tahu. Walaupun kadang laki-laki itu berusaha tegar. Selalu bersikap acuh seakan tak peduli, Nala tahu hatinya rapuh. Makanya ia sekarang berada di sisinya.  Membuang jauh-jauh cinta yang dulu ingin ia gapai.
Rio beranjak dari kursi kerjanya. Mendekat ke arah Nala. Tangannya merengkuh wajah ayu Nala. Bibirnya maju siap mencium bibir Nala yang langsung mengejang dan menutup mata ketakutan. Jantungnya berdegup kencang tak beraturan. Rasa panik menguasainya. Sekarang bukan hanya kakinya yang menjadi batu, tapi keseluruhan tubuhnya membatu. Ia tak bisa bergerak.  Menunggu dengan pasrah bibirnya menjadi santapan kemarahan Rio. Setelah beberapa menit yang terasa panjang berlalu, tak terjadi apa-apa. Nala tak merasakan tekanan apapun pada bibirnya. Ia tak merasakan sesuatu menyentuhnya. Ia memberanikan diri membuka matanya. Wajah Rio hanya beberapa senti dari wajah merahnya. Rio tersenyum. Bukan senyum yang diharapkan oleh Nala. Senyumnya mengerikan. Ada nada mencela disana. Tangannya terasa mengendur di wajahnya.
"Bisakah aku menciummu jika wajahmu saja langsung pucat seperti mayat. Apakah aku ini begitu menakutkan bagimu ?" Rio melepasakan Nala. 
"Apakah aku tidak bisa seperti dia ? Apalagi yang harus kulakukan agar kau berpaling darinya ?" suaranya melirih.  Ia terhempas di sofa di belakang kursi  Nala.
"Mengapa kau selalu berusaha lebih unggul dari dia jika itu akhirnya melukaimu ?"
"Hanya itu yang bisa ku lakukan. Aku selalu ingin mendapatkan apa yang ia punya. Apapun yang ia sukai harus menjadi milikku terledih dahulu."
Nala tertawa getir "Termasuk aku menurutmu ?"
"Ya, kau salah satunya."
"Kau  salah. Hanya aku yang mencintainya. Dia tak pernah sekalipun melihatku." Akhirnya pengakuan jujur meluncur dari bibir Nala. Tapi sesuatu yang melegakan terasa mengalir hangat di tubuhnya. Inilah yang dari dulu selalu menyesakkannya. Yang selalu berusaha disangkalnya. Yang selama 5 tahun ini ia pendam seorang diri. 
"Kau benar-benar mencintai Brian ?" ucap Rio lemah. Matanya menatap Nala sayu. Ada nada marah saat ia menyebut nama Brian. Tanpa permisi bayangan Brian muncul di depan mata Nala. Mulai dari pertemuan pertama mereka ketika SMU. Hari-hari yang dilaluinya sangat menyenangkan jika bersama Brian. Persahabatan mereka terjalin dengan manis. Brian yang tampan, kaya dan pintar bagai seorang kakak yang selalu melindunginya. Kesempurnaan Brian membuat Nala jatuh cinta pada akhirnya. Tapi ia berusaha menyangkal perasaan yang tak semestinya. Persahabatan sudah cukup baginya. Bagaimana ia bisa minta yang lebih pada Brian jika banyak gadis-gadis cantik selalu berusaha menjadi pacar Brian ?
" Kau mencintai adikku, kan ?" ulang Rio. Suaranya parau saat menyebutkan kata terakhir. Ada perih disana. Nala menggangguk. Bulir-bulir airmata meleleh ke pipinya. Di satu sisi ia merasa lega, namun sisi hatinya yang lain ia merasa sakit. Seperti ada pisau yang mencoba melubangi hatinya. 
"Kalau begitu pergilah. Temui dia dan beri tahu perasaanmu.Aku melepaskanmu..." Rio beranjak pergi dari ruang kerjanya. Meninggalkan Nala yang masih terpaku ditempatnya. 
Nala menekan dadanya yang semakin sakit. Kini ia tahu apa penyebabnya. Mata sendu Rio.  Wajahnya yang lelah. Perasaannya yang terluka membuat Nala ikut merasakannya. Bagaimana bisa ia berlari pada Brian jika ada sepotong hati yang akan berdarah. Mana bisa ia mengabaikan Rio, orang yang paling rapuh yang ia pernah kenal. Lelaki yang ia tahu sangat butuh dirinya walaupun untuk sekedar merebahkan diri di bahunya. Berapa banyak lagi luka yang akan di derita olehnya ?  Bisakah ia memberitahu Brian akan cintanya ? Dan sanggupkah ia melihat Rio terluka berulang-ulang ? 
Sudah cukup ia terluka selama ini karena penolakan keluarganya sendiri. Ayah dan ibunya tak pernah menganggapnya ada. Mungkin saat pertama kali mereka mengadopsinya, mereka bisa tulus menyayangi Rio. Namun setelah Brian lahir lambat laun kasih sayang mereka berkurang bahkan hilang sama sekali. Sejak pertama kali melihat Rio saat dirinya tengah bertandang ke rumah mewah Brian, Nala tahu ada  kebencian di mata Rio saat menatap wajah adiknya.

****
Nala berjalan limbung keluar dari ruang kerja Rio. Ia  terus-terusan menekan dadanya yang masih berdenyut-denyut sakit. Sebuah suara yang sudah sangat dikenalnya menghentikan langkahnya. Mulai dari sekarang ia harus terbiasa lagi dengan suara itu. Sudah 3 hari ia telah kembali.
"Nala....!!!"
Nala menoleh. Brian dari arah belakang memanggilnya. Lelaki itu masih sama seperti dulu sejak ia meninggalkan Indonesia 5 tahun yang lalu untuk menuntut ilmu di New Zealand. Hati Nala langsung patah saat  Brian meninggalkannya. Brian tak pernah tahu perasaannya dan ia sendiri tak cukup berani mengatakannya. Sejak Brian pergi hubungannya dengan Rio semakin dekat. Lelaki yang terlihat kasar sebenarnya sangat lembut. Ia selalu mengulurkan tangannya saat Nala benar-benar membutuhkan bantuan. Masalah keuangan keluarganyalah yang semakin mendekatkannya pada Rio. Lelaki itu selalu menjadi pahlawan dalam keluarganya yang serba kekurangan. Riolah yang membiayai sekolah Zita adiknya yang hampir saja tak bisa melanjutkan SMUnya. Ibunya hanya seorang janda tanpa ada pekerjaan. Ia juga harus bersyukur Rio mau mempekerjakannya di studio foto miliknya. Studio foto yang ia bangun sendiri. Sebuah impian kecilnya yang masih ia punya. Dan ia anggap sebagai rumah yang benar-benar seperti rumah yang sesungguhnya. Ia bisa menjadi dirinya sendiri disana.
Brian mendekat dan tersenyum.
"Hai..." sapa Nala lirih. Kening Brian mengkerut.
"Rio menyakitimu ?" 
"Kenapa kau berpikiran seperti itu ? Pernahkah kau bertanya sudah berapa banyak orang yang menyakitinya ?"
Brian terdiam. Ia menghela napas. "Kau sudah semakin mengenalnya, heh ? Tapi aku berharap dia memacarimu bukan karena aku."
"Apa maksudmu ?
"Kau tahu maksudku. Ia tak pernah menyukaiku. Bahkan orang yang di dunia ini ia benci adalah aku. Tapi aku tidak pernah membencinya . Ia kakakku. Aku menyayanginya. Jika ia bahagia bersamamu aku rela melepasmu. Aku mencintaimu tapi aku ingin kakakku bahagia."
Kepala Nala tiba-tiba berdenyut. Perasaan de javu menyelimutinya. Ada apa dengan hari ini ? Mengapa mereka bisa mengatakan hal sama seperti ini ? Rasa sakit yang sedari tadi menancap di hatinya semakin menjadi-jadi. Ia menggeleng kuat-kuat. Pandangan matanya kabur oleh air mata. Brian selama ini mencintainya. Berarti cintanya  tidak pernah bertepuk sebelah tangan. Tapi mengapa harus disaat seperti ini? Ketika ia sudah terlanjur menjadi milik orang lain. Ketika cintanya pada Brian sudah ingin ia kubur. Haruskah ia bersikap egois dan membiarkan Rio terluka lagi ?
"Nala..." Brian merengkuh bahunya. Ia semakin terisak. "Membiarkan hati yang berdarah untuk terluka lagi aku tak sanggup melihatnya akan seperti apa. Ia sudah berulang kali terluka, aku yakin ia tak akan pernah menorehkan luka pada orang yang dicintainya." Brian terlihat tegar. "Pergilah. Aku sahabatmu dan aku mendukungmu." 
Brian benar. Ini bukan masalah cinta lagi. Ini lebih dari sebuah cinta. Jika ini memang disebut pengorbanan, ia ikhlas menjalaninya.  Ia yakin tak akan sulit untuk mencintai seorang Rio. Dan ia tahu Rio lebih membutuhkannya. Ia tersenyum kepada Brian, berterima kasih untuk keputusan yang mereka ambil. Menjabat tangan Brian sebagai sahabat. Kakak ipar ralat Brian sambil tertawa kecil. 
Nala berbalik badan, kembali ke ruang kerja Rio. Disana ia menemukan lelaki yang sudah dipilihnya. Rio menengadah saat ia masuk ke dalam.  Wajahnya masih tersaput mendung. Jelas disana ada bekas bulir-bulir air mata yang jatuh. 
"Jangan lepaskan aku. Kalau kau masih keras kepala melepaskan aku, akan ku ikat tanganku padamu." ucap Nala dengan nada memohon. Rio cukup terkejut mendengar ucapan Nala. tapi kemudian ia menggeleng.
"Taliku tidak cukup kuat untuk menahanmu disini. Pergilah..." sahutnya.
"Tidak. Aku tidak mau. Katakan kalau kau membutuhkannku. Aku akan menjadi sandaranmu. Aku yang akan memelukmu jika kau merasa sakit. Aku..."
"Cukup..." potong Rio keras. "Aku tidak membutuhkan siapapun."
"Bohong. Kau membutuhkanku. Kau mencintaiku, kan ?" tantang Nala.
Rio tertawa. Getir "Di dunia ini aku hanya mencintai diriku sendiri. Aku sudah lupa bagaimana cara mencintai orang lain."
"Akan ku tunjukkan padamu." Nala mendekat. Tangannya meraih tangan Rio, tapi laki-laki itu segera menepisnya. 
"Tidakkah kau tahu aku ingin bersamamu ?" Nala terisak. Air di mata beningnya berhamburan keluar.
"Mengapa...? Mengapa aku? Kau bilang kau mencintai Brian ?" Suara Rio parau.
"Tapi kau yang ku inginkah. Sungguh...."
Nala menatap nanar wajah Rio. Mencari-cari keputusan di dalam matanya. berusaha mencari sosok dirinya disana. Perlahan ia kembali meraih tangan Rio. Lelaki itu hanya terdiam. Masih bimbang akan keputusan yang diambilnya. Nala mencium punggung tangannya. Rasa hangat mengaliri hati Rio. Pertahannya selama ini runtuh. Benteng es yang dibangunnya selama ini meleleh. Ditatapnya wajah Nala dengan rasa sayang yang tiba-tiba menjalari hatinya. Gadis ini bukan lagi menjadi gadis yang hanya ingin ia rebut dari adiknya. Kini ia tahu ia mencintainya. Rio memegang wajah Nala dengan kedua tangannya yang gemetar. Nala tersenyum. Memeluk tubuh Rio dan berjanji akan belajar mencintainya.

Kamis, 01 Juli 2010

Gong Yoo



Pertama kali lihat oppa ini di drama Coffee Prince. Pertama lihat seh biasa-biasa aja. Tapi kesan selanjutnya...cuakeeep bgt!!!Hehe...
Aku langsung kesengsem berat sama senyumnya oppa yang satu ini.





Gong Yoo's Profile :


  • Name:Gong Yoo (Kong Yoo)
  • Real name: Gong Ji Cheol (Kong Ji Chul)
  • Profession: Actor
  • Birthdate: 1979-Jul-10
  • Birthplace: South Korea
  • Height: 184cm
  • Weight: 74kg
  • Star sign: Cancer
  • Blood type: A
  • Talent agency: SidusHO

TV Shows


Movies


Recognitions

  • 2007 MBC Drama Awards: Favorite On-Screen Couple (with Yoon Eun Hye)
  • 2007 MBC Drama Awards: Most Popular Actor by Netizens
  • 2007 MBC Drama Awards: Excellence Acting Award for The 1st Shop of Coffee Prince
  • 2003 SBS Drama Awards: New Rising Star Award 

credit : hancinema